Wejangan Bunda

1688 Kata
Seminggu sudah berlalu, dalam waktu seminggu Mita sudah memantaskan diri, lebih mendekatkan dirinya pada Gusti Allah, menyakinkan diri dan mengikhlaskan dirinya untuk menjadi seorang istri yang inshaa Allah menjadi istri sholehah. Gadis mungil itu sudah tidak lagi gundah gulana, sebab keyakinan yang sudah ditetapkan dalam hatinya hampir 100%. Ia sudah berusaha belajar menjadi wanita yang pantas mendapat predikat istri. Ayah sudah menanyakan terus-menerus kapan Ali datang berkunjung ke rumah untuk meminta putrinya, namun dalam seminggu belakangan ini lelaki itu belum juga menghubungi Mita kembali. Entah apa sebabnya, mungkin memberi waktu pada Mita untuk berpikir dan menyakinkan diri atau justru ia sudah mendapatkan wanita yang lebih pantas dijadikan istri dan juga partner hidup. Mita sendiri merasakan harap-harap cemas, pinangannya berlanjut ataukah berhenti di tengah jalan. Mita sempat berpikir untuk menghubungi lelaki itu, namun rasanya kurang etis apabila ia yang menanyakan kembali perihal rencana pinangan. Sebab, pasalnya wanita itu dipilih dan tinggal mengatakan iya bersedia, bukan malah menanyakan kelanjutannya. Jika berlanjut ya Alhamdulillah berarti jodoh namun jika berhenti itu artinya belum jodoh. Mita mencoba untuk berpikir positif agar keyakinan hatinya tidak goyah. Ia mulai memikirkan jika jadi menikah dengan lelaki itu, bagaimana dengan kuliahnya? Apakah akan lanjut atau tidak? Mengingat nantinya mungkin akan di boyong oleh suaminya ke Bogor. Imam Hamdali adalah seorang ustad di salah satu pondok pesantren sekitaran puncak Bogor. Tempat yang sangat jauh dari pemukiman warga dan pondok tersebut hanya berisikan anak-anak santri dan ustad yang sudah berkeluarga. Profesinya sebagai ustad yang membuat ayah yakin bahwa lelaki itu pantas untuk menjadi suami dari anak bungsunya. Namun, menurut Mita profesi tidak menjamin seseorang itu baik akhlaknya. Orang baik belum tentu baik, dan orang buruk belum tentu buruk. Pasti selalu ada keburukan di setiap orang baik dan selalu ada kebaikan di setiap orang buruk. Hidup itu balance, tidak selalu yang baik akan terus baik karena ada kalanya yang baik pasti akan jatuh ke lembah keburukan dan ada pula kalanya yang buruk justru naik ke sebuah dataran kebaikan. Tetapi, semua memang balik lagi ke pribadi masing-masingnya, kita tidak bisa menyamaratakan sesuai dengan apa yang kita pikirkan dan kita rasakan. Penjelasan di atas hanya sebuah kilasan yang terjadi disekitar lingkungan kita. Keraguan tetap muncul itu wajar, karena Mita belum terlalu mengenal Ali seutuhnya. Ia tetap berjaga-jaga dan berwaspada untuk sekarang, namun ketika nanti sudah menjadi istri maka baik buruknya suami sudah harus diterima dengan ikhlas dan lapang d**a. Maka dari itu, Mita butuh waktu untuk menyakinkan diri agar kelak ia tidak menyesal dengan apa yang sudah menjadi pilihan hatinya. Saat Mita sedang asik melamun di kamarnya, tiba-tiba pintu kamar terbuka dan memperlihatkan Bundanya yang cantik dan tetap awet muda walaupun sudah berumur. "Adik, Bunda boleh masuk?" "Boleh, Bun." "Adik sedang melamun?" "Hehe, enggak Bunda. Sedang berpikir saja." "Mengenai apa?" "Mengenai pinangan dari Ali. Ini sudah seminggu lewat, tetapi tidak ada kelanjutan kabar dari pinangannya, Adik jadi mulai ragu lagi, Bun." "Apa yang membuat Adik ragu?" "Dia sebenarnya sungguh-sungguh tidak dengan rencananya." "Pasrah Nak. Pasrahkan semuanya pada Gusti Allah, lillahita'ala saja. Allah tau yang terbaik untuk hambanya, Allah tau apa yang dibutuhkan oleh hambanya. Mungkin ia saat ini sedang memberikan Adik waktu untuk berpikir dan juga menyakinkan hati. Jika jodoh, maka ia akan menghubungi dan secepatnya datang kesini untuk melamar namun jika tidak jodoh maka akan dijauhkan dengan cara Allah dan Allah kelak akan menggantikannya dengan yang lebih baik dari lelaki itu, Nak." "Bunda, apakah ragu dengan pilihan Mita?" "Apapun pilihanmu itu adalah apa kata hatimu, jika Bunda ragu maka akan meragukan pilihanmu juga. Bunda berusaha untuk tidak ragu dan yakin apa yang Adik pilih adalah kenyamananmu." "Apakah Bunda ikhlas?" "Nak, sudah sewajarnya jika Bunda terlihat tidak ikhlas, sebab selama sembilan bulan Bunda mengandungmu, menjagamu dan melahirkanmu ke dunia. Berada disampingmu hingga saat ini umur Adik beranjak sembilan belas tahun, lalu tiba-tiba ada lelaki yang akan meminang dan membawanya dari Bunda dan Ayah. Rasa tidak ikhlas itu pasti ada, namun sampai kapan Bunda tidak ikhlas dengan sebuah kenyataan baik? Cepat atau lambat sudah pasti Adik akan menikah dan dibawa oleh suaminya. Jadi, sekarang atau nanti itu sama saja, yang membedakan hanya waktunya." "Bunda, Mita sayang dan cinta banget sama Bunda, Ayah dan Kak Anjani. Kalian adalah Cinta pertama Mita, semoga kalian bisa mengikhlaskan Mita dan mendoakan yang terbaik untuk Mita." "Itu sudah pasti sayang. Bunda akan selalu mendoakan yang terbaik untuk anak-anak Bunda." "Pesan Bunda, jalani semua kehidupanmu kelak saat sudah menjadi istri dengan ikhlas, Nak. Jangan pernah mengeluh apapun halnya, karena memang sudah kodratnya wanita adalah di bawah suami. Setinggi apapun jabatanmu nanti, sebesar apapun penghasilanmu nanti, tetap kodratmu adalah wanita dan seorang istri maka sudah seharusnya tetap memuliakan suami dan jangan menjadi pembangkang." "Berapapun penghasilan suamimu, terima dan ucapkan Alhamdulillah. Jangan mengeluh dengan penghasilan suamimu, bersyukurlah Nak. Ingat Nak, aibmu adalah aib suamimu, begitupun sebaliknya. Jadi, pintar-pintarlah menutupi semua aib suamimu agar aibmu pun tertutup rapat." "Jaga dirimu kelak, Nak. Jaga martabat suamimu, jadilah bidadari surga yang sholehah." "Bundaaa," pekik Mita. Tanpa terasa bulir kristal jatuh membasahi pipinya, Bunda memeluk dan merengkuh tubuh mungil anak bungsunya itu. Didekap dengan penuh kehangatan, dibelai kepala dan juga punggungnya membuat tangis Mita semakin pecah. Tangisnya sangat memilukan dan membuat siapapun yang mendengar akan ikut hanyut dalam tangisan. Bunda merasa tak sanggup menahan bulir kristal yang sudah menumpuk di pelupuk matanya, tangisnya ikut pecah juga. Mereka berdua menangis dalam pelukan dan dekapan erat. Satu sama lain seakan mentransfer energi positif dan kekuatan bahwa setiap keadaan harus selalu baik-baik saja. Terlihat sekali, ikatan antara Bunda dan anaknya sangat kuat. Dalam hatinya, tanpa sepengetahuan anaknya, ada ketakutan luar biasa yang mendera hati sang Bunda. Ia merasa takut anaknya tak bahagia, sudah berusaha semaksimal mungkin untuk tetap tenang, tegar dan ikhlas namun rasanya keraguan itu selalu datang setiap waktu di kala ada obrolan mengenai Ali. Sebab, Bunda belum mengenal betul lelaki itu karena memang jarang bertemu tapi ia paham sekali dengan sikap dan sifat Emak Juleha yang bisa dibilang matrenya luar biasa. Bunda hanya takut, nantinya Mita dimanfaatkan oleh keluarga itu. Tapi dengan lapang d**a, Bunda membuang semua pikiran buruknya itu dan mengganti dengan pikiran yang positif bahwa Emak Juleha bisa menyayangi dan mencintai Mita selayaknya Ibu yang mencintai dan menyayangi anak kandungnya. Berharap Mita dianggap anak bukan menantu oleh keluarga disana. Saat mereka sedang asik menangis satu sama lain, tiba-tiba ponsel Mita berdering. Ternyata itu adalah telepon dari Ali, Mita segera menghapus air matanya dan menarik nafas dalam-dalam agar tidak terdengar seperti habis menangis. Ia menyakinkan hatinya untuk tenang menjawab telepon dari Ali. "Assalamualaikum gadis kecil," sapanya dari seberang sana. Teleponnya di loudspeaker jadi terdengar oleh Bunda, dan saat Bunda mendengar panggilan itu langsung tersenyum dan terkekeh. "Waalaikumsalam, Om!" jawab Mita membuat Bunda membelalakan matanya, beliau tak menyangka bahwa anaknya akan memanggil Ali dengan sebutan Om. Menurut Mita, Ali itu sudah tua dan lebih pantas menjadi Om, padahal mereka berdua hanya selisih umur sekitar sepuluh tahun saja. "Sudah berapa kali kubilang, jangan memanggilku dengan sebutan itu, gadis kecil!" "Bodo amat! Dan sudah berapa kali kubilang! Jangan memanggilku dengan sebutan gadis kecil, Om!" "Kau pantas di panggil gadis kecil, sebab kau memang masih anak kecil, haha." "Dasar orang tua! Rese! Ada apa telepon-telepon aku!" "Bagaimana jawabanmu, Mita?" Seketika tubuh Mita menegang, detak jantung berpacu lebih cepat dari biasanya, tubuhnya kaku dan lidahnya seakan kelu tak bisa menjawab pertanyaan lelaki itu. Bunda mengguncangkan tubuh Mita seraya menyadarkan anak gadisnya itu. Lalu terkekeh karena melihat Mita terkejut. "Gadis kecil? Bagaimana jawabanmu atas permintaanku kemarin?" "Permintaan yang mana?" ucap Mita pura-pura lupa. "Masya Allah, permintaanku mengenai memintamu menjadi istri dan ummi dari anak-anakku kelak. Apakah kau bersedia hidup bersamaku hingga maut memisahkan kita?" "Apakah kau memintaku menjadi istrimu dalam keadaan sadar? Tidak ada paksaan dari siapapun? Dan atas keinginan sendiri?" "Ya, aku memintamu menjadi istriku dalam keadaan sadar, tidak ada paksaan dari siapapun dan atas keinginanku sendiri, karena aku menyayangimu sejak awal pertama kita bertemu di acara halal bihalal waktu itu." "Baiklah, kutunggu kedatanganmu ke rumah." "Baik, aku akan segera ambil cuti dan kerumahmu untuk meminang. Wasalamualaikum." "Waalaikumsalam." Pipi Mita mendadak merah merona karena ucapan Ali tadi yang memintanya langsung menjadi istri dihadapan sang Bunda. "Nak, pipimu kenapa?" ledek Bunda. "Hah? Memang kenapa, Bun?" "Kok merah merona seperti itu," ucap Bunda sarkas. "Aahhh Bundaaa, jangan nakal," balas Mita malu, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Bunda menangkupkan wajah Mita dan tersenyum bahagia. "Jangan tutup wajah indahmu, Nak. Bahagia selalu anakku. Kau pantas mendapatkan kebahagiaan yang luar biasa," kata Bunda. Mita mengangguk patuh, Bunda minta izin keluar kamar dan kembali ke kamarnya.  Mita kembali merebahkan tubuhnya, memiringkan tubuhnya dan memandang jauh kedepan, melihat pemandangan awan dari jendela kamarnya. Ia merasakan bahagia yang sangat luar biasa, di dalam perutnya seperti banyak sekali kupu-kupu yang berterbangan sehingga membuatnya ingin selalu tersenyum.  Jatuh Cinta, 2 kata beribu makna. Baru kali ini Mita merasakan yang namanya jatuh cinta, dan ia rasakan pada calon suaminya. Calon suami yang menyebalkan dan sering sekali ngajak ribut tapi tau caranya meluluhkan hatinya. Hati yang selalu kosong dan tertutup rapat karena membatasi semuanya, sekarang perlahan-lahan mulai terisi dan terbuka untuk seorang lelaki. Kebahagiaan yang luar biasa diberikan oleh Ali pada Mita membuat gadis itu merasakan keistimewaan karena dicinta dan disayang saat pertama kali bertemu. Semoga ucapannya itu adalah dari hati dan bukan hanya bualan semata. Ini adalah pertama kalinya ia mengenal cinta, maka sudah dapat dipastikan cintanya akan sangat luar biasa diberikan pada suami. Namun, dalam pikirannya terbesit sebuah kalimat, apakah suaminya juga kelak akan mencintainya dengan tulus dan akan seutuhnya mencintai dengan sangat luar biasa? Harapan Mita sama seperti wanita lainnya, dicinta dan disayang oleh lelaki yang ia yakini untuk menjadi suaminya. Sebuah harapan sederhana namun dampaknya sangat luar biasa bagi kehidupan. Langkah awal untuk sebuah kehidupan baru yang lebih baik dari sebelumnya. Melangkah bersama dan beriringan sejajar tanpa ada yang mendahului. Berpegangan tangan seraya menguatkan satu sama lainnya. Mendekap satu sama lain untuk mentransfer sebuah energi dan pikiran positif. Dikecup dan ditiup keningnya seraya mentransfer ketenangan dalam berpikir. Belum menikah tapi sudah banyak yang dibayangkan, diinginkan dan diangankan. Semoga semua apa yang dibayangkan, diinginkan dan diangkan segera terwujud dengan baik tanpa ada halangan dan hambatan. Semuanya dilancarkan dan dipermudah hingga nanti datangnya hari dimana ia mengucapkan ijab di depan penghulu, orang tua, saksi dan disaksikan oleh para malaikat juga di aamiinkan oleh para malaikat. Bismillah, tidak banyak yang aku inginkan ya Allah, hanya ingin dilancarkan dan dimudahkan segala urusannya. Tetap berikan keyakinan hati yang luar biasa agar aku tak pernah ragu untuk menerimanya menjadi suamiku kelak. Aku percaya Gusti Allah tau yang terbaik untuk hambanya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN