Penawaran

1131 Kata
Dengan langkah gontai aku memasuki perusahaan tempatku bekerja. Senyum sumringah masih terpatri dengan jelas di wajahku. Aku nggak sabar untuk bertemu Mbak Vanya tercinta. Entah bagaimana reaksinya saat nanti aku memperlihatkan hasil salah rekamku ini ke bosku itu. Sesampainya di kubelku, semua orang menatapku dengan ngeri. Oke, itu hal yang wajar mengingat jam berapa saat ini. 11:58 Kurang dua menit lagi maka cerita cinderella versi siang seharusnya telah berakhir. Tapi ini bukan cinderella melainkan tentang Litia yang sebentar lagi dapat sanksi karena baru bekerja di waktu sesiang ini. Aku meringis. Mbak Vanya jelas mengamuk. Buru-buru aku meninggalkan kubekelku menuju ke ruangan Mbak Vanya. "Mbak Va.." ucapanku menggantung kayak jemuran saat mataku menangkap sosok asing yang tampak familiar. Aku melotot. Kenapa makhluk ini ada di sini sekarang?? "Nah ini orangnya!" ujar Mbak Vanya. Aku beralih menatap si empu suara. "Litia kamu keluyuran ke mana? Pacar kamu nyariin sampai ke sini," What? Are you kidding me Mbak Vanyaku yang cantik? Pacar? Pacar siapa? Aku? Dia? "Ck malah main tunjuk-tunjukan sambil mangap dia," kata-kata Mbak Vanya sukses membuatku menghentikan monolog yang ternyata tanpa sadar aku lakukan. "Maafin Litia ya. Dia emang suka aneh, pecicilan juga kadang-kadang tapi dia perempuan yang luar biasa," aku terharu Mbak Vanya mengatakan itu. Sangking terharunya aku hampir lupa dengan perkataan Mbak Vanya yang sebelumnya. "Tunggu," intruksiku. "Dia ngapain ke sini?" tanyaku sambil menunjuk ke arah orang asing yang nampak familiar itu. Jelas aku melihat senyum miring di wajah yang sialnya ganteng itu. "Kamu gimana sih Liti! Pacar sendiri di gituin. Udah curang sama Mbak karena nggak pernah cerita punya pacar seganteng ini, eh sekarang masih pura-pura bodoh seakan kamu nggak kenal sama Badu Admaja," dan nama orang itu di sebutkan Mbak Vanyaku tersayang dengan lantang. Lagi pula sejak kapan aku pacaran sama orang ini??? Iya kali aku ini Anastasya Ruby yang baru beberapa jam lalu kepergok selingkuh dari pacarnya sendiri yaitu Hiro Admaja. Astaga!!!! Otak cantikku baru ingat siapa perempuan cantik di antara kakak beradik Admaja tadi. Iya, dia Anastasya Ruby. Model cantik yang terkenal akibat iklan sampo entah apa mereknya. Hebat!! Aku lupa padahal shampo itu mejeng setiap waktu di kamar mandiku. Ck. Sekarang kembali ke permasalahan. "Siapa yang pacar siapa?" tanyaku. Jangan heran kalau aku dan Mbak Vanya bicara sesantai ini, itu karena Mbak Vanya sudah menganggapku sebagai adiknya sendiri. Nah, alasan ini juga yang membuat aku nggak bisa ninggalin kantor gitu aja. "Maaf Mbak, aku dan Litia sedang ada salah paham sedikit makanya dia ngambek," ya ampun itu tadi suara siapa? Badu Admaja kan? Duh, drama apaan ini????? "Boleh saya pinjam Litia sebentar, Mbak?" aku melotot. Memangnya aku barang dipinjam-pinjam. Menatap Mbak Vanya, ku gelengkan kepala ke kiri dan ke kanan berapa kali tapi rupanya nggak ngaruh sama sekali ke bosku itu. "Bawa aja," katanya. Mbak Vanya ikutan anggap aku barang. "Mbak aku punya berita yang super hot. Asli ini bakalan bikin perusaahaan kita di perhitungkan," ucapku berbinar. Aku lihat Badu mulai resah. Mampus!! Emang enak? Makanya jangan main-main sama Litia. "Udahlah itu ntar aja. Sana urus dulu masalah kamu sama Badu," aku nggak percaya Mbak Vanya mengabaikanku yang katanya adalah wartawan kesayangannya. Label kesayangan itu nggak mudah aku dapatkan. Kalau kata Mbak Vanya semua berita yang aku dapatkan selalu saja bermutu makanya dia menjadikan aku kesayangannya. Tapi sekarang apa??? Aku yakin ini pasti karena mata Mbak Vanya sudah terkontaminasi oleh virus kegantengan yang ditebarkan oleh Badu Admaja. Makanya Mbak Vanya khilaf dengan mengabaikan berita hotku. Badu yang mendengar Mbak Vanya mengatakan itu segera berterimakasih sambil menarik tanganku. Mbak Vanya melambai tanpa sedikitpun mengurangi cengirannya. Aduh Mbak kamu udah ditipu sama si kunyuk ganteng ini. *** Aku balik menatap dua makhluk ganteng dihadapanku ini. Pasalnya, setelah jadi tontonan teman-teman kantor yang rata-rata tergila-gila dengan Badu, aku dibawa Badu menuju apartemen kakaknya. Di sini aku seakan di sidang oleh kedua kakak beradik ini. "Jadi kamu seorang wartawan?" "Iya," jawabku. "Mengatas namakan perselingkuhan orang tuanya demi mendapatkan informasi tentang hubungan saya, Ana dan Badu. Hebat kamu." katanya penuh sarkasme. Enak saja! Siapa bilang aku begitu? Papa tiriku memang berselingkuh tapi nggak tau ke mana dia membawa perempuan itu sampai aku sama sekali nggak bisa memergoki mereka. Sedangkan terungkapnya perselingkuhan antara Anastasya dan Badu yang nggak sengaja terekam kameraku itu adalah keberuntungan. Bukan kesengajaan. "Langsung ajalah kak, gue nggak ada waktu," ucapan Badu membuat mata Hiro seakan menyala. Aku saja ngeri melihatnya. "Diam!" bentak Hiro Admaja. Mampuskan kamu Badu. Makanya jangan banyak bersuara. Cukup bermanolog sepertiku. "Kalau bukan karena kelakuan kamu sama Ana, aku nggak akan mau berurusan sama wartawan sialan ini!" Kurang ajar! Dia mengataiku? Aduh, sapu mana? Biar ku timpuk kepalanya itu. Kesal juga aku dengar si Hiro hiro ini bicara. Nggak ada sopan-sopannya. Udah nuduh yang nggak-nggak, sekarang malah maki orang. Detik berikutnya aku sudah berdiri. Menatap nyalang ke arah Hiro yang kini mengernyitkan dahinya. "Dengar ya Pak Hiro Admaja yang terhormat. Wartawan sialan ini akan mempublikasikan berita yang hot sebentar lagi. Jadi persiapkan saja jawaban anda saat ratusan atau bahkan ribuan wartawan lain mempertanyakan kebenaran berita tersebut." Napasku naik turun karena emosi. Aku beralih menatap Badu. Sinting! Kenapa dia malah tertawa terbahak-bahak. Dia juga rugi kalau berita ini bocor ke publik. Bisa-bisa karirnya hancur begitu saja. "Ada yang lucu?" aku mendelik padanya. "Ekspresi kamu yang lucu. Dari tadi kayak orang bodoh tapi pas marah malah menggemaskan," katanya. Otomatis mulutku langsung menganga. Benar-benar sinting. Hiro berdehem. Aku menutup mulutku dan memutar kepalaku untuk menatap ke arah laki-laki yang kalau boleh aku bilang lebih ganteng dari Badu itu. "Ini," dia menyodorkan kertas ke arahku. Mulutku yang tadi sudah tertutup kembali menganga. Maksudnya apa? Jumlah nol di belakang angka satu itu membuat mataku membulat sempurna. "Cek?" tanyaku. Dia mengangguk. "Ambil," katanya. "Gila banyak banget," celetukan itu jelas bukan dari mulutku. Benar kata Badu, jumlah dalam selembar cek ini memang luar biasa. Tapi seketika aku marah saat sadar maksud dari semua ini. Mereka menyuruhku menutup mulut atas informasi yang nggak sengaja aku dapatkan itu. Enak saja! Biarpun tawaran ini menggiurkan tapi aku nggak akan menjual beritaku ke tersangka yang diberitakan. "Saya sama sekali nggak tertarik!" sengaja aku tekankan satu persatu kata yang terdapat pada kalimatku itu. Hiro menyunggingkan senyumnya, "oya? Apa ini kurang?" tanyanya. Huh maaf saja itu malah kelebihan tapi aku nggak sudi menerima sepeserpun dari situ. "Wow 1 Milyar masih kurang?" Badu baru saja memperjelas nominal yang Hiro tawarkan. Perkataannya itu sempat membuatku melirik kertas cek yang terletak di atas meja. Tapi buru-buru aku menggeleng. Aku seorang wartawan sejati yang nggak boleh tergiur dengan tawaran semacam ini. "Terimakasih," ucapku. Setelah itu aku membalikan badan. "Kamu akan menyesal," aku sempat berhenti saat Hiro mengatakan itu. Aku mengedikan bahu, bermaksud melanjutkan langkah namun terhenti saat aku ingat belum makan apapun seharian ini, dan itu terbukti ketika kepalaku terasa pusing hingga detik berikutnya aku nggak ingat apa-apa. . . TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN