Something Look Different

1550 Kata
"Kaka, lihat pemandangannya indah."   "Hei kau harus hati-hati jangan terlalu pinggir"   "Ayo kemari!"   "Ya aku tahu ini indah. Tapi ayo kita pergi dari sini atau mamamu akan menghukummu!"   "Sebentar lagi saja ya?" dia merengek lalu duduk dipinggiran tebing.   "Kakak kalau aku ini seekor putri duyung apa kakak masih tetap pangerannya?"   Dia menghela nafasnya lalu ikut duduk disebelah anak itu "kau akan jadi manusia kan setelah aku menciumu?"   "Uh Kaka tidak tahu ceritanya? Putri duyung itu rela menukar nyawanya dengan sepasang kaki demi bertemu dengan sang pangeran."   "Oh ya? Aku tidak tahu."   Anak itu mengangguk. Namun wajahnya seketika berubah muram "Mama bilang laut tempat yang tepat untuk melampiaskan amarah. Kakak tahu?"   "Mungkin. Bagi sebagian orang begitu. Kau tahu ombak yang terus menghantam batu karang ini bukan ombak yang sama. Jadi jika kita meluapkan amarah kita pada ombak, ombak itu akan membawa amarah kita jauh dari pandangan"   "Aku tidak mengerti" wajah anak itu ditekuk.   "Haha anak kecil tidak perlu mengerti. Memangnya kenapa?"   "Aku sebal, mama tidak pernah bercerita lagi sebelum aku tidur lalu terakhir aku melihat mama sedang menangis dan dia bicara seperti itu. Jadi papa membawa kita kesini."   Dia memaksakan senyumnya. "Sudahlah tidak usah kau pikirkan. Mungkin mamamu lelah mengurus anak nakal seperti mu. Haha."   "Kakak jahat." Anak itu memukul pelan bahu orang yang dipanggilnya kaka itu.   "Hei. Kau kan sedang marah jadi bagaimana kalau kita mencoba apa yang mamamu katakan?"   Dengan wajah polosnya anak itu menggeleng tak mengerti.   Dia berjongkok lalu menepuk punggungnya mengisyaratkan agar si anak itu naik kepunggungnya. "Mau apa?"   "Naik saja dan kau akan tahu."   Anak itu lalu naik ke punggungnya   "Pegangan yang erat."   "Tunggu, apa kita akan loncat dari sini?"   "Jangan takut percaya padaku."   "Satu, dua, tiga...."   "AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA"   Mereka melakukan terjun bebas dari atas batu karang ke bawah sana satu tarikan nafas.   Anak itu menggemgam kuat tubuh orang yang dipanggilnya kakak itu, takut ia akan tenggelam.   "Bagaimana? Apa kau masih marah?"   Anak itu menggeleng. "Aku sekarang mengerti apa yang di katakan mama."   "Kalian! Kenapa kalian di bawah sana? Cepat kalian kemari! Bagaimana jika airnya pasang!" Seorang wanita paruh baya berteriak dari atas.   "Ayo cepat mereka pasti mencari kita kan."   ***   "Alex! Apa tidak ada pakaian lagi selain ini?" protes Mia karena lagi-lagi harus mengenakan dress tanpa motif berbahan katun berwana hitam itu   Alex menahan tawanya " tidak ada. Memangnya kenapa?"   "apa tidak ada pakaian lagi?" keluh Mia   "tidak. Apa kau lebih memilih telanjang di hadapanku secara suka rela atau memakai pakaian itu?" goda Alex   Mia mencibir, kenapa dengan perubahan sikap Alex yang tiba tiba ini juga membuatnya semakin c***l?   Alex tersenyum, "aku sudah bilang kau pantas memakai gaun berwarna hitam. Itu sesuai dengan warna matamu." Kata Alex membuat Mia merona, detak jantungnya kembali bermaraton ria. Apa pengaruhnya? Mia menggeleng, yakin bahwa Alex hanya menggodanya saja.   "ya! terserah kata kau saja" balas Mia mencoba menutupi wajahnya yang merona   ***   Angin pantai menerpa wajah Mia membuat helai-helai rambutnya berterbangan. Kaki telanjangnya menginjak pasir yang berwarna putih. Senyumnya mengembang, ia menghirup udara sebanyak-banyaknya. Udara pantai. Mia lalu berbalik melihat Alex, rambut ikalnya sedikit berantakan. Kemejanya sudah ia keluarkan dan tangan kirinya berada di saku celananya. Mia menggigit bibirnya lagi, Alex berjalan perlahan dengan mempesonanya. Mia kembali berbalik sebelum Alex tahu ia tengah memperhatikannya terlalu dalam.   Mia merasakan Alex kini telah berada di sebelahnya. Ia mendongak menatap Alex yang sedang memandang lurus kedepan. Tatapannya tidak bisa Mia tebak.   "Kau sering ke sini?" Tanya Mia mulai membuka obrolan.   Alex tak langsung menjawab. Sekilas Mia yakin bibir Alex menyunggingkan senyum.   "Ya jika aku sedang butuh ketenangan." Jawab Alex datar.   Mia mengernyit "jadi kau sedang tidak tenang sekarang?"   "Mungkin." Jawab Alex dengan senyum miringnya.   "Kenapa?"   Desahan kecil terdengar dari bibir Alex. Kau, kau membuatku tidak tenang Mia.   "Kau ingin tahu saja." Tanpa menoleh mia, Alex kembali berjalan menelusuri garis pantai. Mia mengikutinya dari belakang dengan pertanyaan pertanyaan yang terus menimbun di pikirannya.   Sampai Alex berbalik menatap Mia dengan tatapan datarnya. Mia balas menatap Alex dengan wajah bingung, air mukanya mengisyaratkan pertanyaan ada apa? Alex masih diam dengan posisi seperti itu selama beberapa saat. Helaan nafasnya kembali terdengar. Ia mendekat lalu mengambil lengan kiri Mia dan menggemgamnya erat. Menyatukan jari-jari mereka hingga terpaut.   Alex kembali berjalan tanpa penjelasan sambil menggandeng lengan Mia, sengatan listrik menjalar tubuh Mia saat merasakan hangatnya telapak tangan Alex. Mia menggigit bibirnya menatap Alex yang berjalan dengan santai sambil menggandengnya.   Sesaat Alex melirik lengannya yang menggandeng lengan Mia lalu kembali menatap lurus kedepan. Tatapan Alex meredup, kenapa Mia merasa bahwa Alex terlihat sedih?   "Alex? Ada apa?" Tanya Mia pelan.   Masih sambil berjalan, Mia tak bisa mengalihkan pandangan matanya dari Alex. Senyum singkat terulas sangat singkat sehingga Mia tak yakin apa Alex benar-benar tersenyum?   "Aku ingin menunjukan sesuatu padamu. Tapi karena kau berjalannya sangat lama jadi aku menggiringmu seperti ini." Jawab Alex. Mia mengernyit semakin bingung. Itu bukan jawaban yang Mia mau, Alex terdengar seperti berbohong. Jika memang iya Mia berjalan lama kenapa sekarang Alex menggandeng lengannya sambil berjalan santai?   Mereka berjalan ke tempat yang lebih tinggi di daerah pantai tersebut. Alex menaiki sebuah batu karang lalu mengulurkan tangannya pada Mia untuk membantunya ikut naik, sesaat Mia ragu tapi ia lalu menerima uluran tangan Alex dan ikut menaiki batu karang yang cukup besar itu.   "Hati hati batunya cukup tajam" kata Alex yang melihat kaki telanjang Mia.   Mia mengangguk sambil berjalan hati hati.   "Lihat kedepan Mia." Perintah Alex.   Mia yang sedang menunduk karena takut kakinya akan tersandung batu kini mendongak kedepan.   Waw. Satu kata yang terlontar dari mulut Mia. Dari batu karang ini pemandangan lautan di depan sana benar-benar terlihat jelas. Angin yang menerpa mereka benar benar sangat terasa. Pulau pulau kecil yang tak berpenghuni terlihat dari sini dan beberapa kapal nelayan tampak dari beberapa sisi.   Suara deburan pantai benar benar menenangkan hatinya. Air lautnya berkilauan karena sinar matahari. Sudut bibir Mia terangkat, ini memang bukan pantai terindah yang Mia tahu. Tapi tempat ini benar-benar menenangkan seperti kata Alex. Dan kata indah memang pantas untuk tempat ini.   "Kau suka?" Tanya Alex.   Mia yang sedang memandang lurus kedepan langsung mengalihkan pandangannya pada Alex. Pria yang membawanya ke tempat ini adalah Alex. Sebuah kejutan yang tak terduga untuk Mia, seorang seperti Alex mempunyai sisi lembut dan ia tunjukan padanya.   Mia mengangguk.   "Ini sangat indah Alex.oh, apa kau akan mendorongku ke laut sana? Dan membiarkanku mati tenggelam?" Mia kembali menyangka yang tidak tidak.   Alex membelokan matanya. "Kenapa kau suka sekali berprasangka buruk padaku?"   Mia terkekeh"Kenapa Alex? Kenapa kau melakukan ini?"   "Melakukan apa?" Tanya Alex bingung.   "Semua ini. Aku tidak akan pernah menganggap ini sebuah kedekatan diantara kita lagi karena aku cukup tau diri Alex. Tapi terimakasih, terimakasih Alex."   Sesaat hanya terdengar deru nafas mereka. Lalu Alex berdehem pelan. Ini bukan Alex yang Mia tahu.   "Kau ingin mencoba sesuatu yang baru Mia?" Tanyanya mengalihkan pembicaraan.   "Apa?"   "Semacam membuang sial atau melampiaskan rasa gelisahmu." Jelas Alex.   "Oh?" Mia tak mengerti.   Alex tersenyum lalu membuka satu persatu kancing mejanya dan membuka kemejanya dengan cara perlahan.   "Aku sedang gelisah dan aku ingin membuang kegelisahanku Mia, dan jika kau sedang ingin melampiaskan sesuatu ayo ikut denganku."   "Aku selalu gelisah sedari kau membawaku secara paksa menemuimu di hari itu"   Alex terkekeh mendengar jawaban Mia. "Kalau begitu ikut aku. Kau bisa berenang kan?"   Mia membelokan matanya mencoba berpikir kemana arah tujuan pembicaraan Alex. Tapi nihil ia masih bingung.   "Loncat. Dari sini, dan membuang semua kegelisahan dan perasaan ragu di hati. Mengerti?" Kata Alex masih bersabar.   "Maksudmu? Kita loncat dari sini?"   "Ya."   "Ohh" Mia menggigit bibirnya. Tapi tunggu Apa?!! LONCAT?!!   "Apa? Loncat?! Baik baik, mungkin aku merasa gelisah, bahkan rasa takut karena bersamamu masih menjajari tubuhku. Tapi aku tidak sefrustasi itu Alex. Aku masih ingin hidup sungguh! Aku mohon, jangan sekarang. Bahkan aku belum mengucapkan selamat tinggal pada papa." Tutur Mia   Alex menggeleng." Aku tidak mengajakmu mati bersama Mia, percaya padaku. Dasar bodoh." Kata Alex sambil menjitak kening Mia,   Mia memajukan bibirnya lalu mengusap keningnya pelan. Oh, bahkan Alex tidak menamparnya sekarang?   "Wanna try?" Tanya Alex sekali lagi.   "I don't have any choice again, right?"   Alex tersenyum lalu tanpa aba aba menggemgam lengan Mia.   "Wait, kau sering melakukannya?"   "Tidak sering hanya pernah mencobanya. Just Trust me." Bisik Alex pelan.   Mia menghela nafasnya. Lalu mengangguk pelan.   "Teriak dan keluarkan semuanya."   "I will" jawab Mia sambil mempererat genggamannya. Dan mereka mengambil ancang ancang, dengan satu tarikan nafas panjang, Mia berteriak saat tubuhnya yang masih menggemgam lengan Alex meloncat bebas dari batu karang tersebut.   Mereka berdua mendarat di air lautan dengan sempurna, Menceburkan diri dan ajaibnya, seperti yang dikatakan Alex semua kegelisahan dan keraguan di hatinya menguap begitu saja terbawa ombak air laut ini. Mereka mengambil nafas saat sudah mengapung di air.   Mia mengalungkan tangannya di leher Alex. Dan tawa mereka pecah.   "Ini sangat luar biasa Alex." Lirih Mia.   "See? Kau percaya aku sekarang?"   Mia mengangguk.   Lalu mereka diam masih dalam posisi yang sama. Memandang lekat kedalam bola mata mereka satu sama lain. Walaupun angin laut terus menderu, tetap tak bisa menyembunyikan deru nafas mereka yang semakin memburu dan tanpa tahu yang memulai siapa, bibir mereka saling memaut dan mengulum. Melumatnya habis dan rakus. Mia memejamkan matanya, dan tanpa sungkan membalas lumatan dari bibir Alex. Sebuah pengalaman baru baginya. Berciuman sambil mengapung dan hanya berpegangan pada tubuh Alex yang bidang. Alex mengakhiri ciumannya dengan mengecup ujung hidung Mia.   "Ayo pergi, sebelum aku memperkosamu disini."   Sial, suara Alex sangat serak namun kerlingan matanya menatap jahil Mia.   ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN