First Problem

1171 Kata
Tom Clark mengacak ngacak rambutnya frustasi. Tidak ada satupun aset yang bisa ia pertahankan. Ia diambang kehancuran. Bagaimana bisa? Telfon genggamnya berbunyi. Ia hafal nomor ini. Biasanya ia mengabaikannya tapi kali ini ia mengangkatnya kasar. “wow, kau mengangkat teleponku.” Suaranya terdengar kagum secara dibuat-buat membuat rahang Tom tanpa sadar mengeras. "well, apa kau masih disana? Bagaimana dengan kejutanku?. Sudah kubilang, aku tidak pernah main-main dengan ucapanku. Ku sarankan untuk periksa kondisi kesehatan jantungmu agar tak goyah ya." Kali ini nada suaranya terdengar mengejek. “sialan kau bocah k*****t! Beraninya kau!” umpat Tom kasar, ia tidak bisa menahannya lagi. Jika bisa ia ingin meninjukan bogeman yang keras pada bocah ingusan ini yang berani-beraninya mempermainkannya. "oh yatuhan... aku sungguh ketakutan.”   Katanya meremehkan. “oh dan ya, kudengar anakmu yang cantik baru saja kembali setelah berita tentang kabar kematiannya, bagaimana bisa?” Tom tercekat, ah-Mianya. Sungguh gosip mudah sekali tersebar, dan si b******n ini juga mengetahuinya? Matilah sudah. "apa maksudmu?!” Tom tak bisa menyembunyikan suaranya yang  terdengar bergetar. "kau ingin berpura-pura mengelaknya lagi? sejujurnya aku sangat kaget dengan kebenaran ini. Dan jika kau berkenan aku akan menyuruh supirku untuk menjemputmu anakmu yang cantik itu,”  katanya angkuh. Tom mengepal buku jarinya kuat."b******n kau! Awas saja kalau kau sampai menyentuh anakku!" katanya naik darah. Hanya terdengar suara tawa kemenangan disana. Dengan cepat Tom segera memutuskan sambungan telponnya. Ia mengusap wajahnya dengan kasar sambil menghela nafas berat.Tom masih belum siap untuk mengatakan semuanya pada Mia, tapi ia sudah tak punya banyak waktu lagi. Dan Tom tak tahu harus mengirim Mia kemana ke tempat yang aman. Keputusannya untuk membawa Mia kembali memang terlalu gegabah, tapi ia tidak memiliki jalan lain. Tiba-tiba pesan masuk muncul di ponsel Tom Bagaimana jika anak gadismu itu kubeli? Untuk menutupi salah satu hutangmu. Deal? Mata Tom melotot saking marahnya tidak bisa dibiarkan lagi! Ia harus melindungi Mia secepatnya. Namun sebelum itu, pesan yang lain kembali datang. Kehancuranmu akan kubuat lebih cepat lagi. Anakmu akan aman bersamaku, kau tidak mau kan dia menjadi gelandangan nanti? Tom kalap, si b******n itu tidak pernah main-main dan berarti Mia-nya dalam bahaya sekarang. “pikirkan sesuatu, pikirkan sesuatu.” Ucap Tom berulang kali. Tapi sebelum Tom mendapat cara, dua orang berseragam polisi tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. “dengan Tuan Clark?” “ya?” “kami ditugaskan untuk membawa anda ke kantor untuk menjawab beberapa pertanyaan dari kami.” Tom tahu cepat atau lambat semuanya akan terjadi, dengan patuh Tom mengikuti kedua polisi tersebut tanpa banyak bertanya-tanya lagi. Yang ia harapkan adalah Mia-nya dapat bertahan, sekarang... Dan tu pasti. *** Mia terbangun karena sinar matahari yang menerobos dari jendela kamarnya. Ia berjalan gontai khas orang yang baru tidur lalu membuka tirai jendelanya. Ayahnya tidak pulang dan ia belum mendapat kabar apa apa darinya. Ia lalu memperhatikan rumah besar di sebrang rumahnya. Tunggu dulu... Matanya menyipit mencoba mengingat sesuatu. Dengan bersemangat Mia berlari keluar kamarnya lalu menepuk pundak pelayannya yang kebetullan melewati depan kamarnya. "Hey! Apa kau tahu rumah disebrang masih dihuni oleh keluarga Hudson?" Tanya Mia semangat. Pelayan tersebut sempat kaget karena Mia datang dan bertanya secara tiba tiba. "Eh. Maksud nona rumah yang berhadapan dengan rumah ini? Setau saya mereka masih tinggal disana." Jawab pelayan itu sopan. Mia mengangguk senang lalu berlari keluar rumahnya. Aku merindukanmu Gio! Bagaimanapun juga itu sekitar sembilan tahun yang lalu. Sahabat kecil Mia, Mia tak yakin Gio masih mengingatnya terlebih kabar akan kematiannya bisa jadi pria itu telah melupakannya. Mia menatap rumah besar itu penuh harap ia juga tak yakin Gio ada disana. Tapi saat melihat balkon utama rumah besar itu Mia melihat seorang lelaki yang sama sedang meregangkan badannya seperti baru bangun tidur, rambutnya ikal wajahnya tampan dan ya! Mia yakin itu Gio. "Gio!!" Panggil Mia keras dari teras rumahnya. Ia melambai-lambaikan tangannya agar pria itu melihatnya. Pria itu melirik Mia kikuk. Mengingat- ngingat... "Mia?" Katanya setengah berteriak. Lalu menggeleng kepalanya pelan. "Tidak mungkin aku pasti bermimpi. Itu hanya halusinasi" kata pria itu lebih terdengar seperti gumaman. "Ini bukan mimpi Gio! Turunlah!!" Kata Mia berteriak lagi. Pria yang bernama Gio kembali memperhatikan Mia dari terasnya. Lalu berlalu dari balkonnya setengah berlari. Gio membuka gerbang rumahnya.  Aku pastikan ini bukan halusinasi lagi! Batinnya. Dan saat ia melangkah maju menatap gerbang tinggi dari rumah yang Gio pikir tidak pernah ada lagi penghuninya... Gerbang itu terbuka bergeser dan muncul juga wanita yang selama ini ia anggap hanyalah sebatas mimpinya saja. Yah itu dia, Mia Clark. Gio jelas yakin bahwa itu memang Mia-nya, mata bulat hitamnya masih menatapnya dengan tatapan yang sama seperti dulu saat mereka pertama bertemu. Konyol memang, tapi Gio mencintai wanita itu dari pandangan pertamanya. Gio mengacak-ngacak rambutnya frustasi takut ini semua hanya mimpi. "Gio... kau masih ingat aku?" Kata Mia dengan mata berkilat kilat. Gio mendekat dan sempat merinding. Bukankah Mia telah mati? Ia menggeleng frustasi. Apa dia sudah segila ini sampai berhalusinasi sosok Mia dewasa? "Mia? Mia Clark? Kau kah itu? Apa kau arwahnya?" bisik Gio. Mia terkekeh pelan. Kini mereka sudah berhadapan. Mia dapat menghirup aroma badan Gio yang entah memakai parfum apa. Ia semakin tampan dengan mata coklat terangnya yang ia rindukan. Mia membelai pipi Gio pelan. "See? Aku tidak tembus pandang kan? Dan lihat Aku tidak melayang! Aku masih hidup Gio.. aku tidak percaya kau masih mengingatku!" Kata Mia dengan senyuman yang terus bertengger manis di wajahnya. Bagaimana Gio bisa melupakan wanita ini? Cinta pertamanya. Sahabat masa kecilnya, yang membuat ia gila karena tiba-tiba dia menghilang dan juga tiba-tiba dikabarkan telah tiada. Ia patut disebut gila karena meyakini Mia Clark yang hanya sahabat masa kecilnya itu masih hidup sampai orang-orang berpikir Gio adalah seorang gay karena tidak merespon banyak wanita yang mendekatinya. Dan lihat, sekarang Mia ada di depannya sekarang. "Mia? Katakan sekali lagi aku tidak sedang bermimpi. Aku tidak mungkin lupa. Orang yang tiba tiba menghilang selama sembilan tahun dan dikabarkan telah meninggal. Tapi argh . Aku percaya kau masih bernafas sampai sekarang" kata Gio berkaca kaca. Mia sangat terharu. Ia tak percaya masih ada orang yang percaya bahwa ia masih hidup dan tidak mengabaikannya. Mia menggeleng pelan. "Ini bukan mimpi. Ini nyata Gio, i'm here now. Panjang ceritanya." Kata Mia pelan. Gio tak bisa menahannya lagi ia memeluk tubuh mungil Mia kedalam dekapannya sangat erat tak mau kehilangan Mia untuk kedua kalinya. "Jika ini mimpi jangan bangunkan aku Mia." Lirih Gio membuat mata Mia membulat ia benar benar terharu masih ada orang yang menginginkannya untuk -hidup. "Gio.. i cant breath." Kata mia pelan. Pelukan Gio sangatlah erat. Gio yang tersadar segera melonggarkan pelukannya lalu menatap Mia intens masih tak percaya. "Jangan tatap aku seperti itu! Ayo kita masuk.tidak enak kalau dilihat orang." Ajak mia "Aku ingin semua orang tahu malah Mia-ku telah kembali!" Kata Gio tulus. Mia merona karena Gio menyebutnya dengan mia-ku. Gio mencubit lengan kirinya keras. "Aww!" Pekiknya. Mia membelalak kaget. "Kau kenapa Gio?!" Tanya Mia. Gio tersenyum melihatkan deretan gigi putihnya lalu mencubit kedua pipi Mia seperti yang biasa ia lakukan dulu. "Mia!!! Aku tidak sedang bermimpi!!" Pekik Gio. Membuat Mia salah tingkah. tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN