Arfeen pergi sebelum semua orang benar-benar terbangun. Dia menuju ke arah hutan tempatnya pertama kali tersadar di negeri sihir yang disebut sebagai Niscala ini. di sana terletak sebuah batu besar dan ada beberapa Althaia yang sedang tertidur tenang.
Langit Niscala berwarna ungu terang ketika siang dan menggelap saat malam, katanya warna aslinya adalah biru keunguan tetapi karena banyak mantra sihir pelindung yang dirapalkan, warna birunya sepenuhnya memudar dan hanya warna ungu yang tersisa. Tetapi tetap saja, kemarin Arfeen belum sempat memuji tetapi sekarang dilihat dari manapun juga negeri asing ini sangatlah cantik. Selain itu, cahaya yang berasal dari mantra sihir sebagai alternatif lampu juga sangat menarik.
“Aku melewati ruanganmu dan tidak merasakan hawa keberadaanmu, ternyata kau berada di sini, ya?”
Itu adalah suara Derwin, dia pasti sudah bangun dan langsung menuju ke hutan ini. Kebetulan kah? Tentu saja bukan. Derwin juga bisa di sebut sebagai penyihir hutan karena dia juga mengendalikan hewan-hewan dan tumbuhan, dia memiliki rutinitas untuk selalu datang ke hutan dan bercengkerama dengan para Althaia.
“Apa yang membuatmu datang ke sini di pagi buta? Tentunya kau tidak datang untuk memulai pelajaran sihirmu lebih awal, bukan?” sindir Derwin, dia duduk di sebelah Arfeen. “Kau tidak bisa tidur, Arfeen Tierra?”
“Begitulah,” sahut Arfeen. “Negeri ini terlihat sangat damai saat tidak ada Kasdeya seperti kemarin, ya? Anginnya juga sangat sejuk. Tetapi sebenarnya sebesar dan seluas apa Niscala ini? Apakah negeri ini adalah bagian dari bumi atau kita sedang berada di luar angkasa?”
Derwin tertawa. “Tentu saja kita masih berada di bumi. Arfeen Tierra, dunia ini sangat luas dan segala macam kemungkinan bisa saja terjadi tanpa sepengetahuan makhluk-makhluk dalam dunia yang berbeda. Lalu terkait dengan Niscala, sebenarnya negeri ini tidak begitu luas, hanya lautan dan daratan bebatuan.”
“Tetapi kenapa ada banyak makhluk-makhluk dari luar yang datang?”
“Mungkin karena kekuatan Niscala itu sendiri,” Derwin mengedikkan bahu. “Ada rumor yang menyatakan bahwa di atas para penyihir tingkat satu, ada penjaga Niscala yang akan selalu memberikan berkahnya. Kami tidak pernah lagi mendengar suara Niscala selama ratusan tahun tetapi kami ingin segera mendengar kabar baik dari suara yang terakhir kali terdengar malah mengabarkan tentang kedatangan Kasdeya.”
“Jujur saja, Derwin, aku masih belum memahami banyak hal meskipun kalian sudah mencoba menjelaskan secara rinci. Ini adalah dunia yang berbeda dari dunia yang aku tempati, tidak ada tranportasi, listrik dan alat komunikasi,” jeda. Arfeen menghela napas. “Semalaman aku memikirkan tentang ramalan mengenai diriku dan merasa tidak enak menerima banyak harapan dari orang-orang. Kau sendiri tahu kalau aku bukanlah orang yang terbiasa diandalkan, aku selalu gemetar dan memikirkan banyak hal tidak masuk akal. Kau yakin orang sepertiku adalah orang yang akan memikul tanggung jawab sebesar ini? Untuk menyelamatkan kalian semua?”
“Kenapa tidak?” Derwin mengambil batu kecil sebelum kemudian melemparnya dan dengan kekuatannya dia menjadikan batu itu menjadi kupu-kupu dengan sayap yang indah. “Kau lihat? Sebuah batu yang meskipun kecil tetapi bila dilempar dan mengenai orang lain saja akan membuat mereka menjadi marah bisa berubah menjadi kupu-kupu di dunia ini. Arfeen, aku mengawasimu sejak kau bayi sebagaimana aku mengawasi pertumbuhan Isolde. Aku tahu dirimu lebih dari siapapun di negeri ini, aku melihatmu dipukuli orang tuamu, saudaramu dan bahkan dikucilkan oleh mereka semua- aku tahu itu. Lalu menurutmu kenapa aku masih mau membawamu ke negeri kami?”
“Karena ramalan itu?” tebak Arfeen.
“Tentu saja tidak,” Derwin mendengus geli. “Aku tidak akan memberi harapan kepada semua orang di negeri ini jika kau tidak memiliki sedikitpun kemampuan untuk mepimpin perlawanan demi kemenangan kami. Mungkin kau tidak ingat, tetapi aku sering melihatmu mencoba melawan orang-orang jahat meskipun kakimu gemetar dan kau merasa ragu.”
“Apa itu pujian?”
“Kau bodoh? Tentu saja bukan,” ketus Derwin. “Hanya saja.. bagaimana cara menjelaskannya agar kau bisa mengerti? Aku sedikit kagum melihatmu yang masih mencoba melawan untuk orang-orang lemah atau kesakitan sementara kau diam saja ketika dirimu berada di dalam posisi yang sama.”
“Hanya karena itu?” tanya Arfeen. “Hanya karena itu kau membawaku ke negeri ini?”
Derwin bersiul satu kali dan beberapa Althaia yang tertidur langsung terbangun. Hewan-hewan besar itu langsung mendekati Derwin dan meminta untuk dielus satu per satu.
“Aku memang tidak berharap banyak padamu. Meskipun mulutku sangat pedas dan membuatmu tersinggung, menurutku keberanian seperti itu sudah cukup. Kau rela melakukan apapun untuk orang lain meskipun kau sendiri merasa sangat takut. Sama seperti apa yang kau lakukan untukku dan Denallie kemarin, kau berlari ke arah kami dengan kaki gemetarmu itu untuk memastikan bahwa kami baik-baik saja, bukan? Maka itu sudah lebih dari cukup. Yah.. meskipun aku tidak menduga kau malah membuat dua Kasdeya itu menjadi batu.”
Seekor Althaia berwarna hitam pekat mendekat kepada Arfeen. Althaia yang satu itu tidak sebesar yang lainnya tetapi dia memiliki aura yang lebih mengintimidasi daripada hewan lainnya.
Apa dia ketuanya? Begitulah pikir Arfeen.
“Dia menyukaimu,” ujar Derwin. “Dia belum pernah bertemu manusia yang berasal dari luar Niscala karena meskipun dia kuat, dia juga lemah. Tidak seperti Althaia yang kau temui di Saujana, Althaia berwarna hitam pekat sepertinya hanya kuat di kandang.”
“Apa maksudnya?”
“Dia adalah yang terkuat meskipun badannya adalah yang paling kecil dibandingkan para Althaia yang sudah kau lihat sebelumnya. Tetapi kau juga bisa merasakan hawa keberadaannya, bukan? Cara dia menatap dan mendekatimu, dia mengokohkan kedudukannya.”
“Itu belum menjawab pertanyaanku,” sahut Arfeen, dia mengikuti Derwin yang mengelus kepala Althaia yang lain dan hewan berwarna hitam pekat yang mendekat padanya itu tidak menolak untuk merasakan elusannya.
“Energi sihirnya akan langsung habis jika dia keluar dari Niscala. Dia akan menjadi Althaia yang tidak terkalahkan di negeri ini tetapi sebaliknya, jika dia keluar dari negeri ini, dia akan langsung kehabisan tenaga dan mati,” jelas Derwin. “Arfeen, sebenarnya.. biasanya ini juga berlaku untukmu.”
“Apa?”
“Jika kau hanya manusia Saujana biasa, kau akan langsung kehabisan energimu dan mati tidak lama setelah kau tiba di Niscala. Tetapi lihatlah dirimu, kau terlihat sangat sehat jadi tidak ada yang perlu diragukan kalau kau memang memiliki darah Niscala di dalam dirimu,” Derwin berdiri. “Karena itu tidak perlu ragu. Aku mengerti kegelisahanmu, tiba-tiba kau datang dan ditimpakan banyak tanggung jawab serta harapan.. aku tahu ketakutanmu karena aku dan yang lainnya juga merasakan itu setiap hari.”
Arfeen menatap Althaia yang sedang dia elus itu, lama dia menatap sampai dia bisa mendengar sebuah suara di dalam kepalanya. Sebuah suara yang sangat familiar.
“Apa dia berbicara denganku?” seru Arfeen terkejut. Dia menatap Dewrin dengan mata terbelalak. “Apa kau mengizinkan dia untuk berbicara denganku? Aku mendengar sebuah suara di kepalaku dan aku yakin suaranya sama dengan suara yang sudah sering aku dengar-“
“Tenanglah, Arfeen Tierra!” perintah Derwin. “Althaia tidak pernah berbicara melalui tatapan mata, mulutnya juga akan bergerak seperti layaknya kita tetapi dia tidak melakukannya. Kau sendiri sudah mengetahuinya, bukan? Ini bukan pertama kali kau melihat Althaia berbicara.”
“Lalu suara siapa itu?” seru Arfeen, dia mulai panik. “Itu suara yang familiar. Aku sering mendengarnya-“
“Tunggu, apa maksudmu?” giliran Derwin yang tidak mengerti.
“Iya, ‘kan? Saat aku masih di rumah, aku sering mendengar suara seperti ‘selamatkan Niscala, kembalilah!’ dan lainnya. Aku sering mendengar itu ketika aku melihat Althaia di depan rumah maupun di sekolah.”
Derwin diam, dia hanya menatap Arfeen.
“Kenapa kau diam?” desak Arfeen. “Itu benar suara Althaia, bukan?”
“Arfeen Tierra,” jeda, Derwin menatap Arfeen dalam. “Sepertinya aku yang harus menghapus sepenuhnya keraguan di dalam hati dan kepalaku.”
“Huh?”
“Sepertinya Niscala benar-benar memanggilmu karena suara yang Althaia keluarkan biasanya adalah perintahku dan aku tidak pernah menyebutkan kalimat seperti itu.”
“Lalu?” Arfeen meminta kepastian. “Jika bukan Althaia atau dirimu lalu.. siapa?”
“Apakah suaranya terdengar seperti seorang wanita?” tanya Derwin lagi.
“Ya. Bukankah semua Althaia adalah betina?”
“Aku tidak pernah mengirim Althaia betina ke luar Niscala, Arfeen Tierra,” jelas Derwin. “Sekalipun saja itu tidak pernah dan hal ini sudah menjadi aturan tidak tertulis sebab kami harus melindungi betina di Niscala.”
Melihat Arfeen yang semakin kebingungan, Derwin yang memang sudah berdiri kini tersenyum lebar dan malah mengulurkan tangannya ke arah Arfeen.
“Apa..”
Meskipun ragu, Arfeen menyambut uluran tangan Derwin.
“Biarkan aku menjadi gurumu sekaligus temanmu, Arfeen Tierra. Biarkan aku membimbingmu karena sepertinya Niscala- tidak, suara agung Niscala sudah terlebih dahulu datang menemuimu.”
***