Satu minggu setelah menjalani tes dan wawancara kerja di XXX Law Firm, Sheryl dinyatakan diterima bekerja sebagai temporary accounting staff untuk menggantikan Stephanie yang akan segera mengambil jatah cuti hamilnya. Setelah menerima pengumuman dari tim rekrutmen, Sheryl kembali terbayang pada pria tampan yang ia temui di dalam lift kantor firma hukum tersebut. Ia pun menggelengkan kepalanya untuk mengusir bayang-bayang akan pria tampan itu dari pikirannya. Tak mungkin pria itu akan jatuh cinta padanya, pikir Sheryl. Ia pun segera turun ke lantai satu rumahnya untuk memberi tahu ibunya bahwa ia diterima bekerja sementara di firma hukum yang satu minggu lalu didatanginya.
“Ma! Ma!” ujar Sheryl seraya mengelilingi rumahnya untuk mencari sang ibu. Rupanya sang ibu sedang melayani pelanggan yang datang untuk membeli air mineral galon.
“Ya, Sher, ada apa?” tanya Soraya, ibu Sheryl, seraya memasukkan uang dari pelanggan warungnya ke dalam laci meja warung kelontong miliknya.
“Ma, Sheryl keterima kerja di XXX Law Firm.”
“Wah, syukurlah. Tabungan kamu bisa banyak lagi. Toko sembako kita udah gak begitu laku. Makin banyak saingan. Semoga Sheryl betah ya kerja di sana.”
“Tapi, Ma … ini cuma untuk gantiin Stephanie yang cuti hamil, jadi kontrak kerjanya cuma 6 bulan.”
“Gapapa, Sayang. Kan nanti kamu bisa sambil cari-cari kerja yang lain. Semoga aja setelah kontrak kerjanya selesai, mereka mau jadiin kamu karyawan tetap.”
“Ye, kasian Stephanie dong, Ma. Masa dia kehilangan pekerjaan?”
“Ya kita doakan saja biar Stephanie dapat kerja yang lebih baik atau jalanin bisnis di rumah karena sibuk jagain anaknya nanti.”
“Huh! Stephanie kan tajir. Pasti dia pakai baby sitter.”
“Ah, kamu nih, doa yang baik-baik dong.”
“Iya, Ma. Semoga Sheryl bisa keterima di XYZ setelah kontrak sama XXX Law Firm selesai.”
“Amin. Memangnya kamu ngelamar kerja lagi ke XYZ? Dulu kan mereka udah nolak kamu.”
“Ya kan cinta ditolak dukun bertindak.”
“Emang mempan XYZ didukunin?”
“Ya coba aja, Ma. Kasih sajennya gak boleh kurang. Score TOEFL ITP minimal 550, ipk di atas 3.”
“Score TOEFL kamu udah sampai segitu?”
“Gak tau, Ma. Nanti Sheryl mau belajar lagi deh biar dapet score 600!”
“Wah, mantap! Tapi belajarnya nanti aja, ya. Ke sekolah Satrio dulu sana. Sebentar lagi dia pulang lho.”
“Oke, Ma. Nanti kalau Sheryl udah kerja, Mama dong yang jemput Satrio?”
“Ya iya dong.”
“Ma, mending nanti Satrio pakai mobil jemputan aja deh. Sheryl deh yang bayar biayanya.”
“Mama sih oke aja kalau kamu gak keberatan.”
“Ya enggak dong, Ma. Apa sih yang enggak buat keponakan tersayang?” Soraya pun tersenyum dan memeluk putri bungsunya itu. Ia sangat bersyukur memiliki anak-anak yang sangat menyayangi keluarganya satu sama lain. Satrio adalah anak dari kakak Sheryl yang bernama Sharon. Sharon dan suaminya, Alex, meninggal dalam kecelakaan mobil. Keluarga Alex yang tidak pernah merestui hubungan Alex dan Sharon pun enggan mengunjungi dan mengurus Satrio. Oleh karena itu, Satrio dirawat oleh keluarga Sharon. Dulu Sharon membantu ibunya membayar uang dan keperluan kuliah Sheryl setelah ayah mereka meninggal karena penyakit kanker darahnya. Oleh karena itu, Sheryl dengan senang hati merawat dan membiayai uang dan keperluan sekolah Satrio dengan uang yang berhasil ditabungnya saat bekerja di perusahaan garmen yang kini sudah gulung tikar.
***
Radit terbirit-b***t berlari menuju lift gedung kantornya. Pagi hari itu ia ada janji bertemu dengan kliennya. Namun, karena semalaman ia bergadang demi menyelesaikan pekerjaannya, jadilah ia telat bangun pada pagi hari itu. Baru saja tiba di area parkir, ponselnya berdering. Arkan, rekan kerjanya, meneleponnya. Ia pun berlari seraya menjawab panggilan telepon tersebut. Tanpa sadar, ia menabrak seorang gadis cukup keras hingga tubuh gadis itu terhuyung dan hampir saja terjatuh. Untunglah Radit memiliki reflek yang sangat baik. Ia segera menarik lengan gadis itu agar sang gadis tak terjatuh. “Bang, udah dulu, ya. Gue mau naik lift dulu,” ujarnya pada Arkan lalu memutus sambungan teleponnya. Sementara itu, gadis bernama Sheryl yang sedang berada dalam genggamannya itu tampak ternganga memandangi ketampanan wajahnya. “Mbak, gapapa, kan?” tanyanya pada sang gadis.
“Eh, iya … gapapa,” balas Sheryl.
“Maaf ya, Mbak,” ujar Radit sebelum pergi menuju lift.
Di depan pintu akses menuju lift, Sheryl masih ternganga. Bisa-bisanya di hari pertamanya bekerja di XXX Law Firm ia ditabrak dan digenggam oleh pengacara tampan. Ya, Sheryl ingat, pria itulah yang ia temui minggu lalu di hari tes dan wawancaranya di kantor firma hukum tersebut. Saat Sheryl menyusul Radit memasuki lift, Radit tampak tersenyum padanya. Aduh, tolong Radit, jangan tebar pesonamu. Tak kasihan kah dirimu pada jantung Sheryl yang mendadadak tak aman setelah mendapati pengacara setampan dirimu tersenyum padanya?
“Kerja di kantor mana, Mbak?” tanya Radit.
“XXX Law Firm,” jawab Sheryl.
“Lah? Sama dong,” ujar Radit yang terkejut karena seingatnya ia tak pernah melihat Sheryl sebelumnya berada di kantornya.
Ting! Lift tiba di lantai 30.
“Mari, Mbak,” ujar Radit sebelum berpisah dengan gadis yang ditabraknya. Sheryl pun merasa kesal pada lift yang meluncur ke lantai 30 tanpa hambatan sehingga kesempatannya bersama pria tampan itu berlangsung amat singkat.
***
“Sheryl!” ujar Stephanie seraya tersenyum semringah pada sahabatnya semasa menjalani perkuliahan. Ia pun segera memeluk orang yang akan menggantikan posisinya di kantor firma hukum tersebut. “Semoga betah, ya, Beb.”
“Thanks, Steph,” balas Sheryl seraya tersenyum.
“Eh, kok lu makin cantik aja sih?” goda Stephanie.
“Ah, apaan sih lo,” balas Sheryl seraya terkekeh. Mungkin karena baru saja bertemu pria tampan maka wajahnya tampak lebih ceria, pikirnya.
Sheryl pun diperkenalkan kepada seluruh karyawan dari tim business support di kantor firma hukum tersebut. Sayangnya, Sheryl tak diperkenalkan kepada tim pengacara. Lagipula, pekerjaan Sheryl memang tidak berhubungan langsung dengan para pengacara di sana sehingga tak ada kepentingan memperkenalkan Sheryl kepada kumpulan lulusan fakultas hukum dari berbagai universitas ternama itu.
***
Sheryl pergi ke area pantry kantornya yang cukup luas itu. Karena belum paham betul isi pantry tersebut, Sheryl tampak kebingungan mencari gelas. Ia pun merutuki dirinya yang tadi tak mengajak Stephanie ke pantry karena ia tak mau membuat Stephanie kerepotan. Perut Stephanie sudah besar dan sudah tak lagi dapat melangkah dengan cepat sehingga Sheryl tak tega mengajak Stephanie untuk sering-sering menemaninya.
Saat Sheryl sedang membuka laci lemari makan, terlihat sekumpulan pengacara yang baru saja kembali dari acara makan siang di restoran yang berada di lantai dasar gedung kantor tersebut. Mereka adalah Radit, Yoga, dan Arkan. Tiga serangkai yang sering menjadi perbincangan hangat di kalangan karyawan XXX Law Firm, terutama karyawan wanita.
Radit mengambil cangkir dari dalam lemari makan yang membuat Sheryl mengetahui di mana letak cangkir di pantry tersebut. Sheryl pun ikut mengambil cangkir dari dalam sana yang membuat Radit memperhatikannya. “Eh, Mbak yang tadi ketabrak gue di lobby kan?” tanya Radit pada Sheryl.
“Oh, iya. Maaf ya, Mas,” jawab Sheryl seraya tersenyum semringah. ‘Lah, ngapain gue minta maaf? Kan dia yang nabrak,’ ujarnya membatin.
“Lah, harusnya gue dong yg minta maaf,” balas Radit seraya terkekeh. “Eh, kenalan dong. Nama lo siapa?” ujarnya seraya menyodorkan tangan kanannya untuk berjabat tangan.
Sheryl menatap tangan Radit sejenak sebelum menyambut jabat tangan pria itu. Kulit tangan pria itu terlihat putih bersih dan terawat. “Sheryl,” balasnya seraya tersenyum.
“Gue Radit. Lo di bagian apa?”
“Accounting.”
“Oh, …,” ujar Radit seraya berpikir. Ia pernah beberapa kali datang ke ruang kerja tim business support untuk mengambil SPT Pajak PPh 21 miliknya dan mengambil slip gaji sebelum slip gaji disajikan secara online oleh pihak personalia, tetapi rasanya ia tidak pernah melihat Sheryl di sana. “Lo baru ya di sini?”
“Iya, Mas.”
“Sejak kapan?”
“Baru mulai kerja hari ini.”
“I see. Semoga betah, ya.”
“Makasih, Mas. Saya balik duluan, ya.”
“Oke.”
Radit pun bergabung dengan Yoga dan Arkan di salah satu meja pantry yang menghadap ke arah soccer game table setelah Sheryl kembali ke ruang kerjanya. Ya, kantor tersebut menyediakan beberapa permainan yang boleh dimainkan oleh para karyawan di luar jam kerja untuk meredakan stres karyawannya dari hiruk pikuk pekerjaan mereka.
“Cieilah, bisa bener kucing garong!” celetuk Yoga saat Radit duduk di hadapannya.
“Efek kelamaan jomblo nih si Radit. Ada yang baru main sosor aje,” timpal Arkan yang membuat Yoga tertawa.
“Tadi pagi gue gak sengaja nabrak dia di lobby, makanya gue ajak kenalan,” ujar Radit.
“Oh, … kayaknya cocok tuh sama lo,” balas Arkan.
“Gas, Dit. Pacarin aja kalau doi masih jomblo,” timpal Yoga.
“Main gas aje. Emangnya kucing garong?!” balas Radit seraya terkekeh.