Sementara itu, pada saat yang sama, ada dua orang gadis di balik pilar yang berbincang sambil mengintip ke arah tempat kedua pengantin berada. Salah satu di antara mereka mendecakkan lidah, seperti sedang kesal.
"Ayolah, Hazel, sebaiknya kita pergi dari sini. Aku tidak mau kau melakukan hal yang tidak-tidak!"
"Seperti apa? Melemparkan gelas ini ke kepalanya? Atau membakar gaun pengantin istrinya?"
"Ya Tuhan, Hazel, sadarlah! Tidak ada gunanya bersikap seperti ini."
Gadis bernama Hazel itu mendecih. "Aku akan pergi dari sini, hanya setelah aku membuat pesta ini sedikit menarik."
"Apa yang kau katakan?"
"Dengarkan aku, Kate. Aku akan membakar alas meja itu, dan saat itu terjadi, berpura-puralah menjerit ketakutan. Oke?"
"Apa kau sudah tidak waras?"
"Anggap saja begitu."
"Tapi, ini berbahaya bodoh!"
"Satu!"
"Hazel ... jangan lakukan itu."
"Dua!" Hazel mengeluarkan pemantik api dari balik balik gaun merahnya, sambil matanya mengawasi sekitar.
Bagus. Semua orang sedang sibuk menikmati pestanya.
"Kubilang jangan." Kate sudah menggertakkan giginya namun temannya itu sudah dibutakan dengan dendam.
"Tiga!"
Hazel menghidupkan pemantik tersebut lalu membakar ujung kain berwarna putih yang dijadikan alas meja. Ia menyeringai ketika melihat api itu menjalar dan membesar.
"Aaaahhh!" Hazel tiba-tiba berteriak dengan dramatis, lalu bergerak menjauh.
Melihat api mulai membesar, Kate pun ikut bergegas melarikan diri. Tak lupa ia menjerit-jerit untuk menarik semua perhatian orang.
"Api! Apiii!"
"Hei, lihat! Ada api di sana!"
"Astaga? Apakah ini kebakaran?"
Mereka yang berada paling dekat segera melarikan diri, menabrak apa saja yang ada di depan mata, baik itu kursi, guci porselen di dekat pilar yang jatuh lalu pecah berkeping-keping, juga meja berisi berbagai macam makanan penutup yang bergeser kemudian terbalik dan menumpahkan seluruh isinya.
Ruangan itu mendadak kacau, banyak tamu yang berlarian ke luar gedung lantaran api tak kunjung pandam, justru kini mulai menjalar ke meja-meja lainnya dan menimbulkan api yang lebih besar.
Hazel berhasil kabur dari sana dengan membawa dua gelas anggur. Ia bersembunyi di balik tangga lalu tertawa terbahak-bahak melihat kekacauan itu.
Orang-orang berlari ketakutan, menabrak satu sama lain, lantai kotor akibat tumpahan makanan dan minuman. Dan lihat dia ...
Hazel memperhatikan Jason dengan seksama kemudian menggeleng tidak percaya. Jason dan istrinya terlihat panik.
"Selamat menempuh hidup baru. Kau sudah menerima hadiah dariku. Semoga harimu menyenangkan," katanya lantas berlari naik ke tangga menuju sebuah kamar.
Setibanya di sana, ia menenggak habis seluruh isi gelas lalu tertawa dan menangis pada saat yang sama.
"Apa-apaan ini, tidak berdarah tapi membuatku rasa ingin mati."
Ia mengangkat wajahnya, mengintip ke luar kamar dari celah pintu yang terbuka sedikit. Beberapa orang tampak berjalan melewati kamarnya. Samar-samar, bisa didengarnya mereka sedang membicarakan kebakaran yang terjadi di pesta.
Bagus. Pestanya menjadi kacau. Hazel senang mengetahui hal itu.
Ia lalu memegangi kepalanya yang sedikit pusing dan bergerak perlahan menuju pintu. Namun, ketika matanya menangkap sosok pria dewasa berbalut jas hitam yang baru saja melewati kamarnya, ia merasa jantungnya berdebar.
Wajah yang sangat tampan.
Entah mengapa wajah itu mengingatkannya pada seseorang, sehingga Hazel tiba-tiba menarik orang itu dengan paksa dan langsung memberikannya ciuman bertubi-tubi.
"Hei, apa-apaan ini?" seru pria itu, terkejut bukan main.
"Aku menginginkanmu," bisik Hazel serak setelah melepas pagutan bibirnya.
Pria itu bergerak menjauh, akan tetapi Hazel berhasil meraihnya. Dengan gerakan cepat, Hazel mengunci pintu lalu kembali melemparkan dirinya ke tubuh pria itu.
"Oh, astaga! Apa kau mabuk?"
"Sentuh aku di tempat yang kau inginkan. Malam ini, aku milikmu, Sayang," racau Hazel. Ia sungguh tak sadar dengan apa yang sedang ia katakan.
"Hmmm?"
Suaranya terdengar begitu menggoda, dan aroma mawar gadis itu telah membangkitkan hasrat pria itu untuk bercinta. Kulitnya begitu halus, dan bibirnya terasa sangat manis.
"Jangan hidupkan lampunya," Hazel menahan tangan pria itu ketika merasakannya meraba-raba dinding.
"Kenapa?"
"Aku tidak menyukainya."
Pria itu menyentuh pinggang Hazel, kemudian merapatkan tubuh mereka.
"Baiklah, jika itu maumu. Katakan padaku, apa kau benar-benar menginginkanku? Hmm?"
Hazel bergidik ketika merasakan hembusan napas pria itu di telinga dan lehernya. Ia mengharapkan sesuatu yang lebih dari itu.
"Yah, aku menginginkanmu."
Beberapa saat setelahnya, Hazel merasakan tubuhnya melayang lalu mendarat di atas kasur. Ia merasakan tubuh pria itu menindihnya, lalu menciumnya. Di setiap titik sensitif di mana ia merasa nikmat.
Hazel bahkan meracau begitu merasakan payudaranya disentuh, dicumbu, digigit dan dilumat dengan penuh perasaan. Oh, astaga, ini mungkin bukan yang pertama untuknya, namun pria itu melakukannya dengan sangat baik, seakan-akan ia sering melakukannya.
"Ah, apa yang kau lakukan?!" pekik Hazel ketika merasakan bagian paling sensitif di tubuhnya dicecap. Ia bahkan merasakan ada sesuatu yang keras seperti gigi menyentuh bibir bagian intimnya.
Namun, entah mengapa itu terasa begitu nikmat dan membuat tubuhnya meminta lebih. Hazel sempat sadar ketika merasakan apa yang dilakukannya ini tidaklah benar, namun pria itu, entah siapa nama dan seperti apa rupanya, telah berhasil menahannya. Mereka bercinta, di antara sinar bulan, dan tiba di puncak pelepasan dengan sempurna.
Ini adalah yang pertama untuknya. Seumur hidupnya, hanya ada beberapa pria yang berhasil mencium ataupun menyentuh tubuhnya. Akan tetapi, hanya pria itulah yang mampu menyentuhnya sedekat ini. Dengan sekali hentakan kuat saja, ia sukses mengoyak selaput darah miliknya.
Keesokan paginya, Hazel sudah sepenuhnya sadar dari pengaruh minuman yang ia minum kemarin malam. Dan ia terkejut bukan main begitu melihat seorang pria tertidur di sampingnya dengan posisi membelakanginya.
Seketika, rasa panas menjalari pipinya. Seperti film pendek, adegan-adegan malam itu berputar di kepalanya.
"Astaga!" Ia segera bangkit, memungut pakaiannya di lantai lalu mengenakannya.
Sebelum pergi, ia mengambil secarik kertas dan bolpoin dari atas meja dan menuliskan sesuatu di sana, kemudian pergi dengan tergesa-gesa.
****