09 - Bahagia.

1932 Kata
  "Bapak mau mampir?"   Rafa sontak menggeleng, menolak tawaran Keira. "Enggak usah, lagian ini sudah malam, sudah waktunya istirahat," tolaknya secara halus.   Keira mengangguk, merasa lega dengan jawaban yang Rafa berikan karena sebenarnya ia juga hanya berbasa-basi saat menawari Rafa untuk mampir, mungkin ia juga akan menolak saat Rafa mengiyakan ajakannya untuk mampir..   "Terima kasih ya Pak karena sudah mengantar saya pulang," ujar Keira tulus dengan senyum manis yang manghiasi wajah cantiknya, meskipun wajah Keira tampak kusut tapi tetap tak mengurangi kadar kecantikan yang di milikinya.   Senyum yang Keira berikan mampu membuat jantung Rafa berdebar dengan sangat cepat. Entah kenapa, Rafa merasa sangat senang dan bahagia saat melihat senyum tulus yang Keira berikan padanya.   Padahal seharusnya Keira marah padanya setelah apa yang ia lakukan pada wanita itu, bukan malah memberinya senyuman manis yang sukses membuatnya semakin merasa bersalah.   Rafa ingin sekali meminta maaf, tapi entah kenapa setiap bibirnya ingin mengucapkan kata 'maaf' lidahnya malah terasa kelu dan kata lain lah yang malah terucap dari bibirnya.   "Sama-sama Keira." Rafa membalas senyuman Keira, tentu saja hal itu membuat Keira senang. Senang karena untuk pertama kalinya, Keira melihat Rafa tersenyum padanya, senyum yang sangat manis, sama seperti orangnya.   Eh, sepertinya otak Keira mulai tak bisa berpikir dengan jernih, karena itulah ia harus segera pergi menjauh dari Rafa sebelum kata-kata aneh terucap dari mulutnya.   Keira segera melepas sabuk pengaman yang ia kenakan, lalu keluar dari mobil Rafa dan begitu melihat mobil yang Rafa kendarai keluar dari area parkir apartemennya, Keira segera menuju lift yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri.   Sepanjang lift bergerak naik menuju unit apartemennya, senyum di wajah Keira tak sekalipun memudar. Keira bahkan terus bersenandung, merasa bahagia karena hari ini Rafa mengantarkannya pulang, bahkan Rafa tersenyum manis padanya.   Ah, ternyata Rafa akan terlihat sangat manis dan juga tampan jika sedang tersenyum, tapi menurut Keira, ketampanan Rafa akan meningkat dengan drastis jika Rafa sedang dalam mode serius bekerja, apalagi jika Rafa bekerja menggunakan kaca mata, Rafa akan terlihat jauh lebih tampan, seksi dan juga hot.   "Astaga Keira, berhentilah memikirkan hal-hal m***m," rutuk Keira seraya memukul-mukul ringan kepalanya saat ia malah memikirkankan dirinya dan Rafa yang berciuman dengan posisi ia duduk dalam pangkuan Rafa.   Sepertinya Keira harus segera mandi agar otaknya bisa kembali berpikir dengan jernih dan tidak terus memikirkan hal-hal m***m tentang dirinya dan juga Rafa.   Keira menggigit bibir bawahnya dengan bola mata yang terus bergerak dengan gelisah. "Bibir Kak Rafa tipis banget, tapi   "Akh!" Keira akhirnya menjerit, kesal karena otaknya terus memikirkan Rafa, Rafa dan Rafa.   Begitu pintu lift terbuka, Keita segera berlari keluar menuju unit apartemennya, membuka pasword apartemennya dengan buru-buru, saking buru-burunya, Keira bahkan sempat salah memasukan kata sandinya.   Begitu pintu apartemennya kembali terbuka, Keira segera memasuki kamarnya. Keira berniat berbaring di tempat tidur, tapi niat itu segera ia urungkan saat sadar kalau ia belum mandi setelah seharian bekerja.   Jika ia membaringkan tubuhnya di tempat tidur, pasti banyak kuman dan kotoran yang akan menempel di tempat tidurnya dan Keira tidak mau hal itu terjadi, karena itulah ia segera pergi menuju kamar mandi.   1 jam adalah waktu yang Keira habiskan untuk  mandi, Keira bukan hanya mandi tapi juga berendam dengan air hangat, karena itulah kini ia merasa jauh lebih segar dan rilexs dari sebelumnya.   Setelah mengeringkan rambutnya dengan hair dryer, Keira segera memakai piyama kesukaannya, lalu membaringkan tubuh di tempat tidur dengan mata yang secara perlahan terpejam.                                           ***   "Pagi Ibu."   Hesti yang sejak tadi sibuk menyiapkan sarapan tentu saja terkejut dengan sapaan yang baru saja ucapkan. Bukannya merasa bersalah saat melihat sang Ibu terlonjak kaget, Rafa malah tertawa dan Hesti pun hanya bisa menggeleng seraya menarik nafasnya dalam-dalam.   "Pagi Ibuku yang cantik." Rafa mengulang kembali sapaannya karena sejak tadi, Hesti belum membalas sapannya.   "Pagi anak ibu yang jelek," sahut Hesti ketus.   Lagi-lagi Rafa tertawa begitu mendengar nada bicara Hesti yang begitu ketus. Rafa lantas duduk di kursi dan Hesti langsung memberikan beberapa cemilan ringan pada Rafa.   "Tumben bangunnya lebih pagi dari biasanya?" Biasanya Rafa akan terbangun pukul 6 tapi ini sudah siap dan bahkan sudah rapi di saat jarum jam masih menunjukan pukul 6 kurang 15 menit.   Tentu saja itu membuat Hesti senang sekaligus bingung, senang karena ia dan Rifa tidak harus membangunkan Rafa, tapi di saat yang bersamaan ia juga bingung, kenapa Rafa tiba-tiba bangun lebih pagi dari biasanya?Hanya kebetulan atau ada hal lain yang membuat Rafa bangun lebih pagi dari biasanya?   "Pagi ini Rafa ada meeting penting Bu, makanya Rafa bangun lebih pagi dari biasanya." Rafa menjawab pertanyaan Hesti dengan santai, lebih tepatnya berusaha untuk tetap terlihat santai.   Sebenarnya Rafa berbohong, karena seingatnya pagi ini ia tidak ada jadwal meeting, tapi ia bangun lebih pagi dari biasanya karena ia akan menjemput Keira. Semalan ia mengantarkan Keira pulang otomatis mobil Keira kantor, karena itulah ia akan menjemput Keira.   Rafa sendiri tidak tahu kenapa ia ingin menjemput Keira, padahal ia bisa saja membiarkan Keira ke kantor naik ojek online atau taksi.   Bahkan tadi pagi ia terbangun lebih pagi dari hari-hari biasanya, biasanya ia sulit sekali untuk bangun pagi meskipun ia sudah memasang alarm, tapi pagi ini ia terbangun dengan sendirinya bahkan tanpa memasang alarm.   "Yakin mau meeting?" Tanya Hesti dengan nada menggoda. "Bukan karena mau menjemput pacar?" lanjutnya dengan alis naik turun, sengaja menggoda Rafa.   "Rafa belum punya pacar Ibu dan Rafa enggak ada niat untuk pacaran."   Raut wajah Hesti yang tadinya ceria seketika berubah menjadi kecut begitu mendengar jawaban Rafa. Padahal Hesti berharap kalau tebakannya tepat sasaran, tapi ternyata ia salah, maka pupus sudah harapannya untuk segera mempunyai calon menantu.   Hesti menarik sebuah kursi di dekat Rafa, duduk dengan posisi menghadap Rafa, membuat Rafa mau tak mau menoleh, menatap Hesti dengan kening berkerut. "Kenapa Bu?" tanyanya penasaran.   "Kapan kamu menikah, Ibu sudah ingin menimang cucu?" Hesti bertanya dengan raut wajah memelas.   "Pacar aja gak punya, gimana mau menikah?"   "Nah makanya itu, kamu cari pacar dong atau cari calon istri aja jangan pacar-pacaran, langsung nikah aja." Hesti berucap dengan nada penuh semangat dan ucapan Hesti membuat Rafa tertawa.   "Kenapa kamu malah ketawa?" Hesti memukul bahu Rafa, kesal karena Rafa malah mentertawakannya dan bukan malah mengiyakan permintaannya.   Rafa tentu saja mengerang, pundaknya terasa sakit karena kuatnya pukulan yang Hesti berikan. "Sakit Bu," rintih Rafa seraya mengusap bahunya yang baru saja Hesti pukul.   "Syukurin, biar kamu tahu rasa." Hesti sama sekali tidak merasa bersalah karena sudah memukul bahu Rafa, ia malah berniat untuk kembali memukul bahu Rafa, tapi Rafa sudah terlebih dahulu menghindar.   Rafa hanya terkekeh, membuat Hesti semakin kesal tapi Hesti tidak berniat untuk kembali memukul Rafa. "Bagaimana kalau kamu Ibu jodohkan dengan anak teman arisan Ibu, dia pintar, cantik, bukan hanya cantik dari segi fisik, tapi juga hati."   Rafa sontak tersedak makanan yang baru saja ia kunyah begitu mendengar ucapan Hesti. Hesti yang panik langsung mengusap punggung Rafa, sementara Rafa sudah menenggak habis air mineral yang tadi ia ambil.   "Kamu tuh kalau makan pelan-pelan dong Rafa, kenapa bisa sampai terdesak sih?"   "Enggak mau!" Tolak Rafa dengan tegas. "Rafa enggak mau di jodohkan, Rafa bisa kok cari calon istri Rafa sendiri."   Hesti baru saja akan menanggapi ucapan Rafa, tapi terhenti begitu ia mendengar suara cempreng Rifa. Hesti dan Rafa sontak menoleh, saat itulah mereka melihat Pramudya dan Rifa memasuki ruang makan.    Jika keluarga besar Rafa sedang menikmati sarapan bersama, maka lain halnya dengan Keira yang sedang menikmati sarapan seorang diri.   Keira melirik jam di pergelangan tangannya, dengan cepat menyelesaikan sarapannya begitu melihat jarum jam sudah menunjukan pukul 6 lewat 10 menit.   Kini Keira sudah sampai di bassement apartemennya, mencari di mana letak mobilnya berada. "Di mana ya? Kok enggak ada sih?" gumam Keira panik.   "Aduh, lupa," ujar Keira seraya menepuk keningnya. "Kan mobilnya ada di kantor," erangnya frustrasi.   Keira berbalik, kembali menaiki lift yang akan membawanya ke loby apartemen. Mungkin pagi ini ia akan kembali menaiki taksi atau mungkin menggunakan ojek online karena mobilnya yang ia tinggal di kantor.   Keira sebenarnya ingin sekali menaiki transportasi umum, tapi ia cukup trauma karena beberapa bulan yang lalu ia sempat menjadi korban pencurian saat menaiki transportasi umum.   Untung saja yang hilang hanya uangnya, bukan dompet dan juga ponselnya mengingat isi dari kedua benda tersebut benar-benar sangat berharga, apalagi ponselnya, di dalam ponselnya ada banyak sekali poto aib yang ia simpan, jadi jangan sampai ada orang lain yang melihatnya, meskipun Keira tidak yakin kalau ada orang lain yang mau melihatnya.    Keira segera meraih ponselnya, berniat untuk memesan ojek online atau taksi online, tapi ia pesanannya berulang kali di tolak atau di batalkan dengan berbagai macam alasan yang menyertainya.   Keira mengerang, kesal karena tak kunjung mendapatkan taksi, ia memutuskan untuk memesan taksi karena cuaca yang pagi ini yang mendung, Keira takut kalau tiba-tiba turun hujan, karena itulah ia memilih untuk memesan taksi.   Sepertinya Keira terlalu fokus pada ponselnya, sampai tidak sadar kalau ada mobil sedan hitam mewah yang terparkir tepat di hadapannya.   Tin...   Tin...   Keira sontak mendongak di iringi detak jantung yang berpacu dengan sangat cepat, terkejut dengan suara klakson mobil yang berada tepat di hadapannya. Keira menatap dengan kening berkerut mobil sedan di hadapannya. "Mobil siapa ya?" gumamnya dengan kening berkerut sebagai pertanda kalau ia sedang bingung.   Ini kali pertama Keira melihat mobil tersebut, karena itulah ia bingung, tapi begitu kaca mobil terbuka, mata Keira sukses membola, terkejut saat melihat sosok Rafa lah yang berada di balik kemudi.   "Pak Rafa," gumam Keira dengan raut wajah shock. Keira tentu saja terkejut dengan kehadiran Rafa, lagipula untuk apa Rafa datang sepagi ini? Apa Rafa mau menemui sahabatnya atau temannya yang mungkin tingg di kawasan apartemen yang sama seperti dirinya?   "Masuk Keira, nanti kita bisa terlambat."   Keira semakin terkejut dengan apa yang baru saja Rafa ucapkan. "Saya Pak?" tanya Keira seraya menunjuk dirinya sendiri dengan raut wajah bingung.   "Iya Keira, ayo masuk, nanti keburu macet dan kita bisa telat."   Bukannya segera memasuki mobil Rafa, Keira malah terdiam, sibuk memikirkan tentang kedatangan Rafa pagi ini.   Astaga! Apa Rafa sengaja datang untuk menjemputnya?   "Keira, kamu mau saya tinggal?"   Keira mengerjap dan segera memasuki mobil Rafa begitu ia sadar dengan apa yang baru saja Rafa katakan.   Enak saja di tinggal, di jemput oleh Rafa adalah salah satu mimpinya, mimpi yang kini menjadi kenyataan, jadi tidak mungkin ia membiarkan Rafa untuk meninggalkannya.   Senyum di wajah Keira mengembang dengan sempurna, senang karena pagi ini, untuk pertama kalinya, ia di jemput oleh seorang pria dan pria tersebut adalah Rafa. Pria yang sejak dulu sudah mencuri perhatiannya dan juga sudah mencuri hatinya.   "Kenapa senyum-senyum?"   Dengan cepat Keira menoleh, menatap Rafa dengan kening berkerut. "Hah, kenapa Pak?"   "Kenapa terus senyum? Apa ada yang lucu?"   Keira sontak menggeleng seraya berdeham. "Enggak apa-apa kok Pak," jawabnya cepat. Keira tidak boleh terlalu terlihat senang karena Rafa sudah menjemputnya, Keira harus tetap bersikap tenang, ia tidak mau Rafa ilfiel padanya, karena itulah ia harus menjaga imagenya sebaik mungkin.   Setelahnya, tidak ada lagi obrolan yang terjadi antara keduanya dan itu terjadi sampai mereka tiba di kantor. Keira ingin sekali mengobrol dengan Rafa, tapi sepanjang perjalanan menuju kantor, Rafa hanya diam dengan fokus yang terus tertuju pada jalanan.   Tadinya Keira pikir kalau Rafa akan menurunkannya jauh dari kantor atau akan menurunkannya di lift yang dekat dengan bassement, tapi ternyata Rafa memarkirkan mobilnya tepat di depan loby dan tentu saja kedatangannya bersama dengan Rafa menarik banyak perhatian dari para pegawai kantor, terutama kaum Hawa.   Rafa memang bersikap biasa tanpa sedikit pun merasa canggung, berbeda dengan Keira yang tentu saja merasa canggung. Keira takut kalau orang-orang akan berpikir yang tidak-tidak tentang dirinya dan juga Rafa.   Rafa tiba-tiba menghentikan langkahnya, membuat Keira yang sejak tadi melangkah dengan kepala tertunduk sontak nenabrak punggung Rafa. Keira tentu saja mengerang dan berniat untuk memarahi Rafa, tapi Rafa sudah terlebih dahulu melanjutkan langkahnya, seolah merasa tidak bersalah karena sudah berhenti secara tiba-tiba.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN