Bab 2

2034 Kata
Akhir pekan merupakan hari yang selalu ditunggu oleh semua orang. Ralat, bukan semua –mungkin hanya sebagian– karena Miranda Savena Curly tidak termasuk di dalamnya. Akhir pekan kali ini bukanlah sesuatu yang ditunggunya. Tidak seperti akhir pekan sebelumnya yang selalu disambut dengan semangat, kali ini Vena merasakan sebaliknya. Seandainya saja bisa menghindar, dia akan melakukannya. Sayangnya, dia tidak bisa. Waktu adalah salah satu hal yang tak bisa diutak-atik. Ia akan terus berjalan meskipun kita tidak menghendakinya. Mata biru Vena perlahan terbuka setelah beberapa detik bergerak-gerak liar. Vena mengerjap beberapa kali –berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina– sebelum benar-benar membuka mata. Tidur semalaman membuat matanya terbiasa dalam gelap. Vena mengerang lirih, merentangkan kedua tangan untuk meregangkan otot-ototnya yang kaku setelah berbaring semalaman. Duduk dengan cepat memang sangat tidak disarankan bagi orang yang bangun tidur. Vena sudah tahu akan hal itu, dan dia melanggarnya pagi ini. Lupa kalau sekarang adalah akhir pekan, Vena bangun dan duduk dengan cepat. Akibatnya sudah dapat ditebak. Vena memijat pelipisnya yang berdenyut. Sekelilingnya seolah berputar. Sekali lagi Vena mengerang, kali ini karena sakit. Beberapa detik berikutnya tangan Vena masih berada di pelipis, masih memijitnya. Mata birunya kembali terpejam, menghindari pusing yang lebih parah. Dia juga menahan diri untuk tidak berbaring lagi, tetap duduk dengan punggung melekat pada kepala ranjang. Dua menit kemudian barulah Vena berani membuka mata. Perlahan, permata birunya kembali melihat dunia. Vena mengembuskan napas lega, sekelilingnya sudah seperti biasa, tidak lagi berputar seperti tadi. Kepala dengan rambut pirang acak-acakan itu menggeleng sekali. Seharusnya dia tidak bangun dengan cepat tadi. Beruntung dia hanya mengalami pusing saja, sebagian orang ada yang sampai pingsan. Mungkin orang-orang itu terlalu mengada-ada, tetapi dia memercayai perkataan mereka. Meskipun mereka berbohong, dia tetap akan memercayainya. Dia seolah sudah didoktrin untuk memercayai perkataan orang-orang tua. Padahal dia hidup di zaman modern, tetapi Vena masih percaya pada hal-hal mistis dan mitos. Aneh memang, tapi seperti itulah dirinya. Dia mudah percaya pada perkataan seseorang sehingga rekan-rekan kerjanya sering mengerjainya. Vena menggeleng sekali lagi. Dia tak ingin semakin memperburuk akhir pekannya dengan mengingat apa yang dilakukan rekan-rekan kerjanya kemarin. Mereka mengacaukan mejanya saat dia pergi ke luar untuk makan siang. Mengobrak-abrik semua pekerjaannya, dengan alasan mencari bukti kecurangan yang –tak pernah– dia lakukan. Entah mereka masih bisa disebut sebagai rekan kerja atau bukan, sikap mereka padanya sangat buruk sekali. Vena yakin mereka –semua rekan kerjanya– akan berhenti mengerjai dan membully jika dia berhenti bekerja. Memang itu yang diinginkan mereka. Rekan-rekan kerjanya menginginkan dia menyerahkan surat pengunduran diri pada Nicholas Craig, bos besar mereka. Namun, sayangnya mereka hanya akan kembali mendapatkan kekecewaan karena dia tidak akan melakukannya. Tidak akan ada surat pengunduran diri dari Miranda Savena Curly. Yang ada dia akan bekerja selama mungkin, sampai Nick sendiri yang memecatnya. Omong-omong soal Nick, pria itu kembali membuatnya tidak bisa tidur pulas tadi malam. Dia membayangkan apa yang akan terjadi awal pekan mendatang. Mereka akan pergi ke luar kota untuk menghadiri sebuah pertemuan penting. Perlu digarisbawahi, mereka hanya pergi berdua. Hanya berdua, tanpa sopir ataupun karyawan yang lain. Vena sangat gugup, dalam mimpi pun dia tak pernah membayangkan akan pergi berdua saja dengan Nick. Dia harus bagaimana nanti, masih belum tahu. Di mana mereka akan menginap, apakah mereka akan tidur dalam satu kamar yang sama atau mungkin dalam kamar berbeda. Entahlah. Dia tak ingin berpikiran macam-macam. Memikirkan sesuatu yang bersifat liar, yang hanya akan menyakitinya saja. Nick pasti akan menolaknya. Vena sadar jika dia bisa pergi berdua bersama Nick hanya karena dirinya adalah sekretaris pribadi pria itu. Seandainya bukan, Nick tidak akan melakukannya. Tidak mungkin dia mengajak gadis yang tidak menarik seperti dirinya. Vena mengembuskan napas kuat melalui mulut. Ternyata sadar diri itu sangat menyakitkan. Vena mengambil sebuah jepit rambut dari atas nakas. Menggulung rambut pirangnya ke atas tinggi-tinggi sebelum pergi ke kamar mandi dan melakukan ritual paginya. Tak lama, Vena hanya memerlukan waktu beberapa menit saja. Dia tidak terbiasa berlama-lama di kamar mandi. Keadaan kamar mandi yang lebih dingin dari tempat lainnya kurang cocok baginya yang memiliki riwayat alergi pada suhu udara bertekanan rendah. Akhir pekan, Vena hanya mengenakan pakaian santai. Dia tidak akan pergi ke mana-mana hari ini. Ada banyak pekerjaan yang harus dikerjakannya, salah satunya mengepak dan memilah pakaian mana saja tang akan dibawa. Kata Nick, mereka akan beberapa hari di luar kota. Itu artinya dia membutuhkan set pakaian lebih dari sepasang. Dia bukan seorang yang pandai memadupadankan pakaian, Vena menyadari betul akan hal itu. Itulah salah satu sebab penampilannya jadi tidak menarik. Dia selalu gagal dalam padu padan pakaian, tak pernah berhasil dalam urusan mode. Di luar kota nanti dia harus bisa memadukan semua jenis pekaitan yang dibawanya. Dia juga tidak boleh membawa pakaian berlebihan. Seperlunya saja asalkan dia tidak kekurangan pakaian. Lagipula, jika memang dia kekurangan stok pakaian, jika mereka harus lebih lama di luar kota dari waktu yang diperkirakan, dia bisa membeli pakaian. Meskipun itu hanya akan mengurangi tabungannya, tidak masalah. Sekali-sekali dia juga perlu memanjakan dirinya sendiri. Vena sarapan di dalam kamar pribadinya. Di atas tempat tidur. Memang merupakan sebuah kebiasaan yang buruk, tetapi yang namanya kebiasaan sangat mudah berubah, apalagi kebiasaan buruk. Sudah beberapa kali dicobanya untuk makan si ruang tengah tapi tetap hasilnya sama. Dia kembali lagi makan di atas tempat tidur. Setelah sarapan dia akan menyelesaikan pekerjaannya tadi malam. Mencari pakaian yang pantas dikenakan untuk mendampingi seorang Nicholas Craig yang sangat pemilih dalam urusan perempuan. Semoga saja nanti tidak ada masalah. Dia tak ingin mengecewakan Nick. Vena melangkah ke arah lemari pakaian, beberapa menit kemudian beberapa potong pakaian sudah bertebaran di lantai. Vena mengacak-acak isi lemarinya, mencari pakaian-pakaian lain yang akan dibawa keluar kota besok. Sebenarnya tidak ada yang ditakutinya selain kekurangan pakaian dan mengecewakan Nick. Dia ingin tampil sempurna di depan pria itu. Dia ingin Nick melihatnya sebagai seorang perempuan yang pantas untuk dilirik, bukan sebagai sekretarisnya yang pandai dalam akademik. Vena mengerang kesal setelah setengah jam tidak berhasil mendapatkan yang dia inginkan. Seandainya saja dia memiliki teman yang bisa diajak untuk berbagi dan mnemberikan usul. Sayangnya Vena tidak memilikinya. Tidak ada seorang pun yang bisa dia mintai bantuan, dia tidak memiliki teman. Satu orang pun. Tidak ada perempuan sebaya yang mau berteman dengannya. Perempuan-perempuan di sekitaran tempat tinggalnya sama saja dengan rekan-rekan kerjanya yang sangat suka membully. Mereka menganggapnya aneh seolah dirinya adalah spesies langka yang perlu dilestarikan. Seolah gadis berkacamata adalah serangga penyebar virus mematikan. Kalau dia menginginkannya, Vena bisa saja melepaskan kacamata dan menggantinya dengan lensa kontak. Namun, dia tidak melakukannya karena sudah merasa nyaman dengan kacamata tebalnya. Menurutnya, perempuan berkacamata tebal tidak hanya identik dengan kutu buku dan sejenisnya, tetapi juga sexy. Meskipun hanya dalam pikirannya sendiri Dia hanya membenarkan penampilannya saja. Tanpa kacamata dia merasa dirinya sangat aneh. Mungkin semua karena dia belum terbiasa saja. Entahlah jika dia sudah mulai melepasnya, tapi Vena berharap untuk tidak melepas kacamata tebal segi empatnya. Tiga puluh menit berikutnya kamar Vena sudah seperti kapal pecah. Seluruh isi lemarinya berserakan, tumpah ruah di atas tempat tidur dan di lantai. Keadaan Vena sendiri sudah tidak bisa dikatakan rapi, dia sama berantakan dengan kamarnya. Vena tak menyangka, mencari pakaian bisa sangat melelahkan seperti sekarang. Selama ini dia selalu memakai apa yang diraih tangannya, tak pernah mencari seperti yang dilakukannya sekarang. Dia sendiri pun tidak tahu kenapa mencari pakaian sampai seperti ini. Mungkin karena awal pekan nanti dia akan pergi berdua bos tampannya. Sekali.lagi dan perlu digarisbawahi, hanya berdua. Vena memekik tanpa sadar. Beruntung dia berada di dalam kamar tidurnya sendiri sehingga terhindar dari orang-orang yang akan menganggapnya gila. Namun, seandainya dikatakan gila dia tidak akan marah. Siapa yang masih bisa bersikap normal saat pria yang dipuja selama lebih dari satu tahun akhirnya mengajak pergi berdua. Yeah, meskipun itu bukan kencan hanya urusan pekerjaan, tapi tetap saja membuatnya tidak bisa tidur karena terus memikirkan apa yang akan terjadi dan apa yang akan dia lalukan hari Senin mendatang. Astaga! Vena menarik napas panjang dan pelan. Dadanya kembali terasa sesak saking bahagianya. Seumur hidup, tak pernah rasanya dia bahagia seperti sekarang ini. Sejak kecil dia tinggal di panti asuhan. Beranjak remaja, Vena keluar dari panti tempatnya dibesarkan karena sudah tidak tahan dengan sikap semena-mena pengurus panti. Sikap mereka sangat kasar dan sering menghukum anak-anak penghuni panti hanya karena sebuah kesalahan kecil, seperti salah mengambil jatah makan. Anak yang mengambil jatah makan milik anak yang lain akan dihukum tidak mendapatkan makan selama satu hari. Kejam, bukan? Belum lagi mereka.yang harus cukup dengan makan seadanya sementara para pengurus panti berfoya-foya dengan uang dari para donatur. Vena meninggalkan panti dengan ancaman dari pengurus panti, dia tidak akan bisa hidup di luar sendirian. Namun, dia sudah memutuskan. Sepahit apa pun hidupnya di luar panti, itu adalah resiko yang dia dapat dari keputusannya. Beruntung dia memiliki otak yang cerdas sehingga mendapatkan beasiswa dari salah satu perguruan tinggi ternama di New York City. Dia juga berhasil lulus dengan nilai yang memuaskan, dan sekarang bekerja pada salah satu perusahaan otomotif ternama di Las Vegas. Tentu saja Vena bangga dengan apa yang diraihnya sekarang. Dia dapat membuktikannya kan kepada pengurus panti jika dirinya tidak melarat dan hidup berkecukupan meskipun tanpa sokongan dana dari panti. Vena mengembuskan napas kuat, membanting tubuhnya ke atas tempat tidur. Akhir pekan yang sangat melelahkan, lebih melelahkan dari hari-hari sibuknya. Vena memejamkan mata, tidak peduli dengan keadaan kamarnya yang seperti pasar loak saja. Mengingat masa lalu bukanlah sesuatu yang diinginkannya saat ini, hanya menambah penatnya saja. Seharusnya akhir pekan ini diisi dengan bersantai, bukan dengan memberantakkan kamar seperti yang dilakukannya. Sialan! Mata biru Vena terbuka, dia bangun dengan cepat, dan kembali berbaring setelah melihat keadaan kamarnya yang seperti kamar seseorang yang telah digeledah oleh perampok. Vena menatap lurus ke arah langit-langit kamarnya yang didominasi warna putih dan warna biru yang lembut. Sangat dirinya sekali. Senyum manis menghiasi bibir pucat Vena, dia tidak mengenakan apa pun di wajahnya. Tidak bedak, foundation, atau apa pun. Wajahnya polos tanpa riasan. Ini akhir pekan, hari di mana orang-orang menghabiskan waktu dengan bersantai sepanjang hari bersama keluarga ataupun pasangan mereka. Seluruh kantor tutup, tidak ada yang beroperasi selain instansi pemerintah seperti kantor polisi dan kantor-kantor penting lainnya. Di akhir pekan sangat wajar jika Vena tidak membubuhkan apa pun di wajahnya. Dia sudah terbiasa seperti itu, polos tanpa riasan di akhir pekan. Toh, tidak ada yang berubah dari wajahnya, tetap tidak ada yang tertarik padanya meskipun dia merias wajahnya dengan makeup ataupun tidak. Semuanya sama. Termasuk kacamata tebal yang selalu membingkai wajahnya. Vena kembali duduk setelah menanggalkan kacamata dan mengusap wajah. Dia meletakkan kacamata di atas nakas, seperti kebiasaannya selama ini, mengabaikan tumpukan baju yang menutupi nakas. Bahkan ponselnya tidak lagi kelihatan, dan dia melupakan di mana benda penting itu. Saat ini yang ada dipikirannya hanyalah pakaian yang akan dan harus dikenakannya awal pekan yang hanya tinggal dua hari lagi. Waktu yang terlalu sempit baginya untuk dapat menemukan pakaian-pakaian yang cocok sementara dirinya tidak berpengalaman dalam mode dan fashion. Vena mengerang. Suara cacing yang sedang melakukan demo di dalam perutnya memaksanya untuk turun dari tempat tidur menuju dapur. Sudah tiba waktu makan siang. Mungkin dia akan memasak makan siang seperti akhir pekan yang telah lewat, atau hanya akan memanaskan pizza beku sebagai pengganjal perut. Yang terpenting cacing-cacing piaraannya tidak lagi berisik. Seandainya dia tidak sedang lelah seperti sekarang, Vena pasti akan memasak makan siang dengan menu yang lengkap. Dia menyukai memasak seperti dia menyukai Nick. Pria tampan berambut pirang itu terlihat lebih menggoda dari seporsi menu makan siang lengkap favoritnya. Vena cemberut, menopang dagu dengan tangan kiri sementara tangan kanan mengambil sepotong pizza beku, membawa pizza ke depan mulut, dan menggigitnya. Jujur saja, sebenarnya dia sangat malas mengonsumsi makanan cepat saji seperti sekarang ini, apalagi pizza beku. Selain kandungan gizinya yang tidak bisa dikatakan baik, rasa makanan yang sudah dibekukan juga tidak seenak makanan segar. Vena bisa saja pergi ke kedai pizza yang terletak tak jauh dari apartemennya. Hanya dua blok, lima belas menit berjalan kaki maka dia akan mendapati salah satu kedai pizza terenak di Las Vegas. Hanya saja dia tak ingin melakukannya. Lebih baik dia menjaga hati dan telinganya dari omongan orang-orang di sekitar. Selain itu, dia juga tak ingin menambah dosa orang lain dengan memunculkan diri dan membuat mereka mengejeknya. Lagipula, dia tak ingin keluar, terlalu malas. Dia lebih memilih pizza beku dibandingkan bertemu orang-orang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN