Kinar melongo.”Kakak tahu nama lengkap saya?”
Bara terkekeh.”Ya iyalah tahu. Kan mau disebut pas akad nikah.”
Wajah Kinar merona seketika.”Kak...”
“Nanti saya datang ke rumah kamu. Kamu nggak keberatan kan?”tanya Bara.
Kinar menggeleng pelan. Sebenarnya ia bingung dengan apa yang terjadi saat ini. Pasalnya ia sedang dirasuki 'setan' tiba-tiba mengajak Bara menikah. Lebih bahayanya adalah, ia tidak begitu mengenal Bara secara pribadi. Ia hanya tahu Bara adalah seniornya di pekerjaan.
Bara melihat jam tangannya.” Sebenarnya Saya mau meeting, jadi...saya tinggal dulu ya? Kalau kamu masih mau di sini...nggak apa-apa juga kok.”
Kinar cepat-cepat berdiri.”Saya balik ke ruangan saya, Kak. Maaf mengganggu.”
Bara berdiri, kemudian berjalan membuka pintu.”Ayo...kita keluar.”
Kinar mengangguk, ia berjalan keluar. Bara pun berjalan mensejajarkan langkahnya dengan Kinar.
“Kak, soal tadi...maaf, jangan dianggap serius,”kata Kinar saat mereka sudah berada di depan ruang meeting.
Bara menyelipkan kedua tangannya di kedua kantong celananya.”Hmmm...kita lihat saja nanti.” Pria itu mengedipkan sebelah matanya.”Selamat kerja.” Diusapnya puncak kepala Kinar sebelum ia benar-benar masuk ke dalam ruang meeting.
Kinar memegang kedua pipinya yang kini terasa panas. Apa yang sudah ia lakukan barusan? Ia pun cepat-cepat kembali ke ruangannya. Suara derap langkah Kinar yang seperti sedang terburu-buru itu membuat Dita dan Yuni terheran-heran.
“Kenapa, Kin?”
Kinar menggeleng cepat, tapi jelas terlihat di wajahnya ia sangat cemas perihal ucapannya tadi pada Bara.”Nggak apa-apa kok.”
“Yakin? Kayak habis ketemu setan gitu.” Yuni tertawa.
“Iya nggak apa-apa, yuk kerja lagi.” Kinar pun berusaha bersikap tenang.
Yuni dan Dita kembali ke pekerjaan mereka masing-masing. Suasana hening. Kinar masih berusaha menenangkan diri. Tapi, sayangnya pikirannya justru semakin tidak tenang. Bagaimana kalau Bara menceritakan yang ia lakukan pada teman-temannya, kemudian semua orang menertawakan. Atau bagaimana jika setelah ini Bara akan menjauh dan menghindar kalau tidak sengaja bertemu dengannya. Kepala Kinar semakin pusing saja. Saat ini ia benar-benar menyesal sudah melakukan hal konyol tadi. Bagaimana ia bisa mengajak orang asing menikah dan langsung diterima. Ah, sudahlah, akhirnya Kinar memilih untuk pasrah dengan kemungkinan yang akan terjadi setelah ini.
**
Bara menghentikan mobilnya tepat di depan rumah bewarna putih. Ia melihat alamat di ponselnya sekali lagi, memastikan bahwa nomornya sama. Ia sedikit menyemprotkan sedikit parfum ke lehernya, lalu keluar. Tak lupa membawa bungkusan martabak yang ia beli di perjalanan menuju ke sini. Pria itu memencet bel dua kali. Lalu menunggu sekitar satu menit sampai pintu dibuka. Tidak ada yang membuka pintu, ia memencetnya sekali lagi. Beberapa detik kemudian, seorang wanita bertubuh sedikit gemuk muncul di hadapan Bara.
“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam, cari siapa ya?”
“Saya ingin bertemu dengan pemilik rumah ini, Mbak,”jawab Bara dengan sopan.
“Kamu...?” Qiana memperhatikan penampilan Bara dari atas sampai ke bawah. Rapi, bersih, dan terlihat berasal dari kalangan keluarga berada.
“Perkenalkan saya...”
“Bara!”tebak Qiana dengan setengah berteriak.
Bara mengangguk.”Iya, Mbak. Saya Bara....”
“Ya ampun, ayo masuk...masuk!” kata Qiana bersemangat. Wanita itu langsung menarik Bara ke dalam rumah.
Bara terlihat kebingungan.”Ini rumahnya Kinara kan, Mbak?” Bara memastikan, sebab ia takut salah rumah.
“Iya. Masa rumah pacar sendiri enggak tahu sih. Kamu itu kebangetan banget tahu enggak.” Qiana terus menyeret Bara sampai ke ruang keluarga.
Begitu mendengar suara derap langkah, semua mata orang yang sedang berada di sana tertuju ke arah sumber suara. Mereka terlihat bingung melihat Qiana menarik paksa tangan seorang pria asing.
Bima langsung berdiri dan menatap Bara dengan tajam.”Siapa dia?”
“Ini Bara, pacarnya Kinar,”jelas Qiana.
“Wah...akhirnya kamu berani juga datang ke sini,”kata Bima dengan nada dingin. Terdengar sedikit menyeramkan. Tapi, bukan masalah bagi Bara.
“Ah, Iya. Sebelumnya saya minta maaf karena tidak pernah datang ke sini. Sebab Kinar enggak kasih izin.” Bara membungkukkan badannya sebagai permintaan maaf.
“Ya udah, silahkan duduk, Nak Bara,”kata Anaya.
Bara tersenyum, kemudian ia menjabat tangan semua orang yang ada di sana. Setelah itu si duduk di sofa yang masih kosong. Kini, semua orang yang ada di sana tengah menatapnya. Seolah-olah ia adalah seorang terdakwa.
“Saya bawakan martabak. Semoga suka.” Bara meletakkan martabakya ke atas meja dengan sopan.
Wah, enak nih kalau makannya sambil minum teh atau kopi ya.” Citra meraih bungkusan martabak.”Yuk, Ran, bikin minum.”
“Terima kasih ya, Bara, sudah dibawain martabak. Itu makanan favorit keluarga ini,”kata Anaya. Matanya tampak berbinar-binar melihat sang calon menantu.
“Alhamdulillah kalau begitu, Ibu. Saya senang dengernya.”
“Leon, panggil Kinar sana,”perintah Bima.
“Oke.” Leon segera menuju kamar Kinar. Pria itu mengerutkan keningnya saat melihat adiknya itu malah sedang tidur.”Lah, kenapa malah tidur.” Ia pun mengguncangkan tubuh Kinar.”Dek...”
Kinar tidak terusik dengan kehadiran Leon.
“Kinar!!”teriak Leon.
“Kenapa...,”jawab Kinar dengan nada malas dan mengantuk.
“Bangun!”
Kinar membalikkan badannya, membelakangi Leon.”Kak, Kinar itu capek...ngantuk, makan malam aja duluan.”
“Siapa yang ngajakin makan malam. Pacar kamu tuh di bawah!”Leon menarik badan Kinar supaya berbalik ke arahnya lagi.
Kinar tertawa dengan mata terpejam.”Pacar dari Hongkong!”
“Iya, dari Hongkong! Ya udah, dia udah datang tuh lagi ngobrol sama Kak Bima!”
Kinar pun akhirnya bangun karena sepertinya Leon sedang bicara serius.”Pacar mana sih, Kak. Kan Aku enggak punya pacar.”
Leon menyentil telinga Kinar.”Pacar bayaranmu itu, si Bara!”
Kinar tersentak.”Bara? Seriusan dia datang?”
Leon mengangguk.
Kinar tertawa keras, Leon sampai terheran-heran dibuatnya.”Bangun tidur kesambet apa sih.” Ia pun menarik Kinar secara paksa agar keluar dari kamar.
“Kakak ih...apaan sih,”protes Kinar. Namun, Leon tidak peduli. Ia terus menarik Kinar sampai ke ruang keluarga.
“Astaga!!” pekik Diana.
Semua mata tertuju pada Kinar yang diseret paksa oleh Leon. Pandangan Kibar langsung tertuju pada pria tampan yang sedang duduk.
“Astaga! Kak Bara!!” Kinar memegang kepalanya.
“Kan aku dah Kate...tak mau dengar,”kata Leon menirukan bahasa di sebuah film kartun animasi anak-anak. Kemudian ia duduk kembali.
Bima melotot.”Kamu...belum mandi?”
Kinar menggeleng. Kemudian ia melihat bayangan dirinya di lemari kaca yang tak jauh dari sana. Muka, rambut, dan bajunya lusuh.”Ki...Kinar mandi dulu. Permisi!” Wanita itu berlari cepat ke dalam kamar sampai ngos-ngosan.
“Tadi, beneran Kak Bara? Ngapain dia di sini...astaga!” Kinar panik sendiri.”Apa jangan-jangan dia mau lamar aku? Eh...memangnya aku siapa? Atau dia mau nuntut karena aku sudah melakukan hal yang membuat dia enggak nyaman?” Kinar mondar-mandir di dalam kamar mandi.
“Ah, nggak tahu ah. Mandi!” Kinar segera mandi agar ia bisa segera menemui Bara, ia sungguh khawatir seandainya Bara bicara yang tidak-tidak pada keluarganya. Bisa-bisa kebohongan Kinar terbongkar dan justru membuat Bara menjauh dan ia malah dijodohkan dengan orang lain.