Part 1- Sebelum Pertemuan

1227 Kata
Setelah kejadian dikejar oleh wartawan-wartawan yang sangat mendadak, Ethan melihat berita-berita tentang dirinya yang kebanyakan terlalu dibesar-besarkan. Dalam beberapa artikel tertulis jika dirinya suka memesan wanita di club malam dan menghabiskan malamnya di hotel-hotel mewah, menghabiskan uangnya yang tak berseri. Sungguh berlebihan. Padahal itu adalah pertama kalinya Ethan tidur bersama wanita malam. Dulu ia memang pernah sampai tinggal bersama dengan kekasihnya. Tapi itu sudah lama sekali. Saat ia masih kuliah di luar kota. Hubungannya pun kemudian kandas satu tahun setelah wisuda kelulusannya. Mantan kekasihnya kemudian meneruskan kuliah S2-nya di Aussie sementara ia melanjutkan kuliahnya di kampus yang sama. Setelah lulus dengan gelar magister bisnisnya, Ethan mulai membangun bisnis bersama sang Ayah. Sebelumnya, Jonathan Alberich adalah pemilik Restoran Alberich yang mengusung pada menu makanan nusantara. Tapi setelah Ethan ikut berkecimpung dalam bisnisnya, ia pun memadukan restoran itu dengan Café dan menu yang lebih beragam. Ia juga memperketat standar makanannya di restoran yang sudah berbintang lima itu. Ethan adalah pria perfectionis, persis seperti Ayahnya. Dalam dunia bisnis yang telah Ethan pelajari sejak masih kuliah, ditambah sampai hari ini itu berarti sudah hampir sembilan tahun. Dari restoran masih sederhana hingga memiliki lima cabang besar di Indonesia sekarang. Sudah dua tahun terakhir ini Jonathan mempercayakan jabatan CEO yang sebelumnya milik salah satu orang kepercayaan Ayah untuk ia teruskan setelah CEO sebelumnya mengundurkan diri dan membangun bisnisnya sendiri. Ayahnya sekarang hanya menjadi owner dan penasehat atas semua tindakan yang Ethan lakukan untuk bisnisnya. Selama dua tahun itu pula Ethan seakan lupa diri. Dengan jabatannya ditambah ia yang sudah sejak lama menjadi Brand Ambassador dengan ketampanan dan pendidikannya yang bagus pun membawanya menjadi Selebgram ternama. Hingga namanya makin dikenal dan restoran miliknya pun ikut naik daun. Tapi itu membuatnya merasa seperti di atas angin. Apalagi kemudian ia sering mengunjungi club malam atau pergi ke luar kota hanya untuk bersenang-senang. Jonathan tak mempermasalahkannya asalkan semua tugas yang Ethan punya terselesaikan dengan sempurna. Bagi Jonathan, bersenang-senang saat muda memanglah sebuah keharusan. Sayangnya begitu banyak orang yang mengenal Ethan sehingga apapun yang dilakukan dirinya menjadi bahan perbincangan yang tak ada habisnya. Ethan harus menjaga sikap di hadapan kamera maupun orang-orang. Saking lelahnya, ia sampai butuh hiburan yang berbeda. Apalagi kalo bukan wanita? Lillian. Wanita pertama yang Ethan temui di club elit daerah pusat Ibukota itu membuatnya tertarik pada pandangan pertama. Apalagi dengan balutan mini dressnya yang berwarna hitam dan nyaris memperlihatkan seluruh lekuk tubuhnya membuat Ethan menelan ludahnya sendiri. Tentu saja Lillian tak menolak ketika Ethan ajak ke sebuah hotel yang berada dalam satu gedung yang sama dengan club yang mereka kunjungi. Hingga pertemuan pertama mereka berlanjut ke pertemuan-pertemuan dan malam-malam selanjutnya. Hanya sekedar partner tidur. Itu yang Ethan pikirkan soal Lillian. Tapi wanita itu rupanya berharap lebih. Dia seakan ingin Ethan menjadi miliknya. Ditambah ia tahu dengan kedekatannya bersama Ethan, akan mudah mendapatkan ketenaran di media social. Semua orang akan dengan mudah mengenalinya jika berdampingan dengan Ethan. Tapi pria berpendidikan, tampan dan kaya raya seperti Ethan apakah mau dengan wanita seperti Lillian? Wanita yang menghabiskan seluruh waktunya di club malam. Melayani pria-p****************g. Meski sejak bertemu Ethan, pria itu membayarnya penuh agar tak ada pria lain yang menidurinya selain Ethan. Lillian merasa diistimewakan. Hal itu membuatnya semakin besar kepala. Hingga kejadian pengejaran wartawan saat itu. Adalah hari terakhir Lillian dan Ethan bertemu. Karena sampai saat ini Ethan memilih untuk menghindari media social maupun lingkungan luar. Segala pekerjaan dan meeting yang diperlukan ia handle melalui laptop dan internet. Bahkan ia tak ingin membuka email pribadinya selain email khusus pekerjaannya karena ia akan banyak melihat undangan konfrensi pers maupun acara-acara televisi. Hal itu membuat kebebasan Ethan sedikit berkurang. Setidaknya sampai skandalnya tenggelam dengan sendirinya. Tapi itu jelas butuh waktu yang lama. Ia tidak bisa terus menerus bersembunyi seperti ini. Ia butuh hiburan. Tapi jika bertemu lagi dengan Lillian, hanya akan membuat kasusnya semakin panas dibicarakan. Ethan mengambil gelas berisi wine favoritnya lalu meminumnya perlahan. Saat ini pengalihannya hanya melalui minuman alcohol. Atau film-film di TV yang membosankan. Ia benar-benar butuh udara segar. Ethan meletakkan gelas winenya yang telah kosong kemudian mengambil ponsel yang berada di sebelah botol winenya. Ia pun mencari kontak yang ia butuhkan dan memanggilnya.” Ya. Tolong siapkan villa pribadiku. Aku butuh istirahat di sana beberapa hari. Semua pekerjaan kirim saja ke emailku. Secepatnya. Aku ingin berangkat besok pagi. Pastikan tidak ada wartawan atau orang lain yang tahu. Jika sampai bocor, lebih baik kamu kuganti saja dengan kucing peliharaanku,” ucapnya dengan nada angkuh pada orang di sebrang sana. Ia pun mengakhiri teleponnya tanpa menunggu jawaban lagi. Seperti biasa. Ethan membuka social media dengan akun samarannya. Tak lama muncul beberapa artikel pemberitaan dirinya yang dibilang bersembunyi karena tak bisa melakukan konfrensi pers sehingga membuat orang-orang semakin berspekulasi jika ia memang suka bermain bersama wanita di club malam. “Cih!” Ethan berdecih,” dasar pada sok suci. Memangnya mereka tidak suka bermain wanita juga? Ah! Wanita mainan mereka jelas tak selevel denganku.” Tak lama Ethan menscroll layarnya lagi hingga sampai di sebuah foto wanita dengan rambut hitam terurai dan senyumnya yang merekah. Wanita itu berfoto dengan pria dan mengenakan baju pengantin yang sangat cantik.” Mantan gak tahu diri. Menikah saja diam-diam. Dia pasti malu karena suaminya hanya manajer biasa.” Ia menggeleng-gelengkan kepalanya.” Andai kamu lebih bersabar, mungkin sekarang kita bersama dan kamu bisa menikmati hartaku yang tak terhitung ini.” Ia akhirnya melempar ponselnya ke Kasur dan ia menyandarkan punggungnya pada sofa, memejamkan matanya perlahan demi menghilangkan pening pada kepalanya yang semakin menjadi. …………… Vio menatap amplop di tangannya dengan nanar. Hanya beberapa detik saja ia bisa memegang uang gaji dari pekerjaan paruh waktunya ini. Karena setelah ini ia harus menyetorkan uang ini pada Pak Restu, rentenir yang meminjamkan uang pada keluarganya dulu. Bukan Vio yang mau tapi keadaan yang memaksanya harus meminjam uang dari rentenir jahat seperti Pak Restu. Karena saat itu Ibunya sakit kanker p******a yang parah dan harus menjalani berbagai pengobatan sementara Ayahnya hanya karyawan biasa. Biasa besar tentu tak akan mudah mereka dapatkan. Sampai mereka terjebak dalam hutang yang tak berujung, juga nyawa Ibunya yang tak terselamatkan satu tahun yang lalu. Tapi hutang tetaplah hutang. Semakin lama bunganya semakin membengkak, mencekik keadaan Vio dan Ayahnya yang sudah sulit sejak dulu. Srek! Tiba-tiba amplop di tangan Vio sudah berpindah tangan. Pria bertubuh tegap dengan pakaian serba hitam dan kacamata hitam itu memberikan amplop yang barusan direbutnya pada Pria berkemeja putih dan memakan kacamata coklat. Pria yang bernama Restu itu tersenyum miring saat menghitung lembar demi lembar uang dari dalam amplop yang ada di tangannya.” Ini baru lunas bunganya aja. Hutangnya belum.” “Loh. Kok gitu? Kami kan sudah mencicil sejak lima tahun yang lalu. Bahkan Ayah saya pun juga ikut membayar.” “Kamu lupa hutangmu berapa banyak?” Restu menepuk amplop di tangannya ke kening Vio sampai gadis itu mengernyit kaget. Mungkin dia takut dipukul. Jelas Restu tak akan main tangan secara langsung, pasti melalui para bodyguardnya.” Dua ratus juta. Ingat itu. Dalam dua bulan kamu harus melunasinya atau aku akan menyita rumahmu.” Vio mengepalkan tangannya dengan kesal. Meski ia hapal begitu banyak gerakan silat, juga sering latihan dan memenangkan berbagai kejuaraan. Tapi melawan bodyguard Restu adalah sia-sia. Mungkin bodyguardnya bisa ia lumpuhkan sedikit tapi hutangnya tak akan pernah bisa lunas. “Dua bulan.” Restu menunjukkan angka dua dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.” Jika kamu gak bisa melunasinya, rumahmu akan saya sita!” Vio melotot tak percaya,” gak begitu dong.” Ia tampak tak terima tapi Restu hanya tersenyum sinis sambil memberi kode bodyguardnya untuk segera pergi dari sana meninggalkan Vio yang berdiri sendirian di halte bus. Ia menutupi wajahnya dengan frustasi.” Bagaimana ini?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN