PART 1

2022 Kata
PART 1    Denis baru saja turun dari panggung kecil yang ada di cafe, cafe yang sudah dirintis saat Denis masih berusia satu tahun oleh sang mami untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka . Setiap satnight seperti ini Denis selalu menghibur pasangan muda-mudi yang mengunjungi cafe . Di kalangan remaja seusianya , Denis memang dikenal sebagai vokalis dan banyak sekali penggemarnya dari kalangan remaja putri . Bersama Rama dan Devan , Denis membuat band bernama The Begundals . Band indie asal Semarang ini sudah berkeliling dari cafe ke cafe , membuat nama mereka melejit meski hanya beberapa bulan di bentuk . Lagu-lagu the Begundals banyak cerita tentang anak-anak korban broken home seperti Denis , menurut Denis ia dapat menyalurkan kekesalannya terhadap seorang lelaki yang seharusnya ia panggil ayah . Namun Denis sama sekali tak ingin menganggapnya sebagai anggota keluarga , baginya cukup mami dan kakaknya Adam saja lah keluarganya. “Nih minum , pasti Lo berdua capek kan “ Denis menyodorkan dua gelas milk shake kepada Devan dan Rama , ia tahu dua sahabatnya itu kehausan . Devan mengaduk minumannya , lalu menyeruputnya sedikit. “Satnight besok manggung di MIKO’S CAFE kan ?” Kata Devan . Denis mengedikkan bahu. “Iya , tapi kayaknya gue sibuk deh . Mau UTS. “ Rama menyonyor kepala Denis “Sok-sokan Lo , emang dari kelas satu Lo pernah belajar ?” Denis mengeluarkan cengiran kuda andalannya “Ya enggak sih , tapi kan gue selalu ranking satu . Hahaa” Ucap Denis bangga. Memang , remaja kelas XI di SMA 3 SEMARANG itu selalu juara kelas meskipun ia malas belajar . Entah dapat ilmu dari mana dia , padahal ia juga sering sekali tidur dalam kelas . “Percaya deh , elo mah memang gini ..” Rama mengangkat kedua jempolnya. “Kalian berdua gak mau balik sekarang ? Gue mau sekalian kumpul sama anak-anak nih , ikut gak ?” Kata Denis . “Boleh deh , numpang mobil Lo ya. “ kekeh Devan . “Iya , gue pamit sama mami dulu.” Denis menuju tempat Felicia , maminya terlihat sedang sibuk di depan mesin kasir. “Mam , Denis ngumpul sama anak-anak ya . Sekalian ambil sovenir, biar besok aku kirim ke mas Adam.” Pamit Denis . “Jangan pulang malem-malem , tidur di mana malam ini?” Tanya Felicia. “Di rumah mam , besok aja Denis nginep di rumah mami ya . Denis pamit. “ Felicia terlihat mengangguk dan fokus kembali dengan pelanggan yang ingin membayar pesanan mereka . _____ Setelah mengantar Devan dan rama , disinilah Denis berada , di sebuah rumah petak berukuran 4x6 meter . Rumah yang ia buatkan untuk anak-anak jalanan , ia merasa iba dengan anak-anak itu . Sekitar lima belas anak tinggal di sini , mereka anak putus sekolah dan korban brokenhome seperti Denis . Merasa senasib , Denis akhirnya menampung mereka . Kebanyakan dari mereka berusia sama dengan Denis (16tahun ) , ada juga yang dua tahun lebih muda darinya ,rata-rata putus sekolah. Sehingga ia menyewakan guru  homeschooling bagi mereka , agar mendapat pendidikan yang layak katanya . Denis juga mengajarkan membuat kerajinan tangan berupa gantungan kunci dan beberapa kerajinan lainnya , hasilnya ia kirim ke Adam sebagai sovenir hotel milik papa Adit . Ada juga yang Denis pasarkan sendiri misalnya kepada teman-teman sekolahnya , dan juga beberapa toko sovenir di sekitaran kota Semarang. Hasilnya Denis pakai untuk kebutuhan sehari-hari mereka , tak jarang juga Denis menambahkan uang sakunya untuk keperluan Mereka. Denis merasa lebih beruntung daripada mereka , ia masih punya mami masih punya Adam. Sedangkan mereka , tak punya siapa-siapa. Kebanyakan mereka kabur dari rumah karena tidak tahan dengan perceraian orang tua mereka , jadi mereka memilih kabur ke luar kota sampailah mereka di Semarang. Denis banyak menemukan anak-anak itu di jalanan , di lampu merah. Denis dekati mereka , dan diberinya pengertian. Hingga timbul lah ide dari Denis untuk menampung mereka , di rumah petak yang kini jadi rumah singgah. Felicia juga mendukung keputusan anaknya itu , apapun yang Denis lakukan selama itu baik Felicia selalu siap mendukung. “Kak , ini hasil kita selama seminggu. Totalnya tiga ratus lima puluh.” Ucap Anto , salah satu anak yang menjadi anak asuh Denis . “Oke , ada keperluan yang habis gak ?” tanya Denis. Anto menggeleng “Masih semua kak. “ “Baiklah , kakak pulang dulu .Kalian jangan tidur malam-malam , jangan lupa kunci pintu.” Titah Denis . “Siap kak! “ Denis membawa mobilnya pulang ke rumah , rumah yang diberikan Miko sang ayah untuk maminya . Awalnya ia sempat menolak , namun sayang juga kalau rumah sebesar itu tidak ia tinggali . Pernah ia mengajak Felicia tinggal di sana ,tapi Felicia lebih memilih tinggal di rumah kecil miliknya . Sampainya di rumah , Denis membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Lelah , perlahan mata Denis mulai terpejam . _____ “Den , Aden . Sarapannya sudah siap. “ Teriak bi Parni , bibi yang sudah bekerja di rumah ini selama belasan tahun bahkan sebelumnya ia sudah bekerja saat Miko ayah Denis masih kecil . Denis yang masih bergelung di dalam selimutnya itu pun dengan malas turun dari ranjangnya , kemudian membuka pintu kamarnya . Ada bi Parni di depan kamar “Nek , Denis masih mengantuk “ Denis biasa memanggil bi Parni nenek , karena memang bi Parni seusia dengan Bu Rahma neneknya. “Tapi Den , maminya Aden tadi nelpon suruh bangunin sarapan “ ucap bi Parni. “Denis nek ,bukan Aden. “ Ralat Denis . “Gak sopan lah panggil nama saja sama majikan .” Lirih bi Parni. “Sopanin aja nek , udah ya . Denis mau bobo ganteng lagi , nanti biar Denis yang nanganin kalau mami marah .” Ucap Denis , kemudian menutup pintu kamarnya lagi . Bi Parni menghela napas pasrah , memang anak majikannya itu susah sekali jika disuruh sarapan apalagi hari Minggu seperti ini. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke dapur , membereskan pekerjaannya. ***** “Mam , Denis bukan anak kecil !” Ucap Denis sembari menyingkirkan tangan Felicia yang hendak menyuapkan sesendok makanan ke mulutnya . Denis sekarang ada di rumah Felicia , maminya itu menerornya dengan puluhan panggilan di ponsel Denis meminta Denis ke rumahnya . Felicia sejak tadi memaksa Denis agar mau makan , ia takut anak bungsunya akan sakit perut. “Kamu itu susah kalau disuruh sarapan , nanti kena magh! “ Ucap Felicia kesal . “Mam , mami doain Denis kena magh ya ?” ketus Denis . Felicia menyentil pelan kening Denis , membuat Denis meringis. Bukan karena sakit , ia kaget saja dengan sentilan mendadak maminya . “Dibilangin ngeyel aja , kutuk nih jadi batu !” Omel Felicia. “Ampun mam , iya makan. “ Ucap Denis patuh . Ia mengambil alih piring di tangan Felicia , dengan berat hati ia memasukkan makanan itu ke mulutnya . “Anak pintar !” Felicia mengusap kepala Denis . “Mam..akhu thu buhan aak lima taun Agi! “ Ucap Denis dengan makanan yang memenuhi mulutnya . “Makan jangan sambil ngomong!” Denis pun mengangguk patuh . Setelah sarapan , Denis dan Felicia bercengkrama di ruang televisi. Denis menidurkan tubuhnya dengan menjadikan paha Felicia sebagai bantalannya , kebiasaan Denis sejak kecil ia memang sangat manja kepada maminya itu . Mereka menikmati acara kartun , dengan tokoh utama dua ekor ulat. Denis tertawa terbahak-bahak melihat tingkah konyol ulat-ulat itu , terkadang ulat itu bertingkah sangat bodoh . Sesekali Felicia mengelus rambut Denis , menyisirnya dengan jari-jari lentik miliknya. Denis , anaknya kini sudah remaja . Tak terasa ia sudah bertahun-tahun melewati hidupnya dengan menjanda , namun Felicia tetap bahagia selama Denis dan Adam masih menyayanginya. “Mam, “ “Mam, “ ulang Denis . “Eh , ya ?” “Mami ngelamun ya ?” selidik Denis , ia tak suka jika maminya melamun pasti hal yang dilamunkan maminya tak jauh dari Miko . “Enggak! “ Elak Felicia. Denis menangkap kebohongan di mata maminya , ia mengubah posisinya menjadi duduk tegap di samping Felicia. Ia memeluk erat maminya. “Mam , jangan ingat-ingat lagi. Denis gak mau Mami sedih ,” Denis menumpukan kepalanya dileher Felicia , Felicia mengusap tangan Denis yang melingkar di bahunya. “Kamu jangan ngarang, mami sudah gak apa-apa . Jangan khawatir.”Ucap Felicia menghibur diri . “Tetaplah jadi strong mam  buat Denis ya mam.” Felicia mengangguk pelan. ***** Hari ini jadwal Denis berada di cafe peninggalan dari Miko , ia mengecek kondisi cafenya . “Tante !” Sapa Denis saat melihat Natasha , teman maminya yang kini jadi kepala cafenya . “Denis , baru nyampe?” Denis mengangguk . “Ada masalah gak Tan ?” “Alhamdulillah enggak sih , malah sekarang tambah rame . Banyak yang nanyain kamu , kebanyakan cewek-cewek cantik. Ciee , yang udah famous. “ Natasha mencolek dagu Denis , menggodanya . “Apa sih Tan , geli ah !” Ucap Denis bergidik . Denis melangkah keruangan yang dulu menjadi ruangan Miko , kini ruangan itu mutlak milik Denis . Tak ada yang berubah, mungkin Denis harus merombaknya sedikit agar sifat dominan Miko yang tercetak jelas di ruangan ini agak memudar . Denis menelpon kenalan maminya untuk merenovasi ruangan ini , ia ingin menjadikan ruangan ini nyaman tanpa bau-bau lelaki itu . Denis menaikkan kakinya ke atas meja , ia terkikik geli dengan tingkahnya sendiri . Sudah seperti bos besar , batinnya . Ya , bukan seperti lagi . Bahkan dia sudah menjadi bos dengan usianya belum genap dua puluh tahun , ia sudah memiliki cafe yang ramai dengan omset puluhan juta setiap bulannya . Namun baginya itu bukan sesuatu yang “WAH” , karena semua itu ia dapat dari warisan Miko bukan dari hasil keringatnya sendiri. Jika saja daddy-nya itu bukan orang yang b******k , pasti ia sudah mengagumi sosok itu dan menjadikannya panutan . Denis segera menepis pikirannya itu , semakin mengingat daddy-nya semakin terasa sesak di dadanya . Jika ada orang yang ingin ia lupakan dalam hidupnya , satu-satunya adalah Miko . Berbagai cara telah ia lakukan, namun nihil . Ia justru semakin teringat dengan Miko , karena memang hubungan darah tak dapat dipisahkan. Denis beranjak dari duduknya , ia harus secepatnya keluar dari ruangan ini agar ingatannya tentang Miko bisa hilang . Lebih baik ia ke rumah singgah saja , bermain dengan anak-anak di sana . ***** “Denis , Lo di mana ?” terdengar suara Devan saat Denis mengangkat panggilan di ponselnya . “Gue di tempat anak-anak, kenapa ?” “Elah , Lo lupa ? Kita latihan hari ini , bege ih !” Omel Devan . Denis menepuk jidatnya. “Astaghfirullah!!! Gue lupa Dev, oke gue ke studio sekarang.” Hari ini jadwalnya the Begundals latihan , karena mereka akan perform setelah UTS. Dengan cepat Denis memacu mobilnya ke tempat biasa mereka latihan , ia sudah ditunggu Devan dan Rama . Karena jaraknya yang tidak jauh dari rumah singgah , Denis dengan cepat bisa sampai di studio . Untung saja jam mereka belum dimulai , hampir saja akan terbuang sia-sia uang yang mereka pakai untuk menyewa tempat itu . “Sorry gue lupa , abis mami tadi nyuruh gue ke rumah . Terus gue gak tau mau ke mana , jadi gue ke tempat anak-anak.” Jelas Denis , tak lupa dengan cengiran kuda khasnya. Penjelasan Denis hanya dijawab dengan anggukan dari Rama dan Devan , mereka sudah hapal dengan Denis yang selalu lupa dengan jadwal latihan mereka . Namun keduanya memaklumi , kegiatan Denis yang banyak membuatnya sering pontang-panting. Beruntung Denis anak yang kuat , jika tidak ia akan tumbang . Kini giliran mereka yang latihan , mereka mengambil posisi masing-masing. Perlahan , suara merdu Denis memenuhi ruangan kedap suara itu . Denis sangat menghayati saat bernyanyi , apalagi jika lagu itu bercerita tentang ayah . Kadang Denis sampai menangis , terlalu meresapi lagu yang ia nyanyikan . Semua itu menjadi kesenangan diri bagi Denis , ia dapat meluapkan emosinya . Emosi terhadap Miko daddy-nya. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN