10 Menit!

1018 Kata
"Mana angkot sih ini?!" mendecakan bibirnya, di bawah dahi berkerut kesal, gadis berkulit putih itu terus melirik kanan kiri ke sisi jalan. Ia tidak mendapati angkot melintasi jalanan tersebut. Naila Taletha--gadis berusia 24 tahun, terus mengangkat jam yang melingkar di tangannya. Hari ini, hari pertama ia masuk kerja di suatu perusahaan milik Asian group, namun kesialan malah ia temui di pagi ini. Lupa mengatur alarm ketika hendak tidur, Naila terbangun saat jam sudah menunjukkan pukul 06.30 menit. Naila terperanjak dari tempat tidur, matanya membeliak penuh melihat di luar jendela sinar sang surya mulai merangkak naik. Cuaca di pagi hari ini sangat cerah, namun Naila harus tergesa-gesa mengejar waktu yang ia rasa cukup singkat. Gadis itu menuruni tempat tidur, dan bergegas menuju kamar mandi. Naila juga tidak sempat sarapan. Hanya menggigit roti yang sudah di beri selai coklat, lalu meneguk air. Ia pun keluar dari kos--an setelah pamit pada Marsya--sahabatnya untuk ke kantor. Setelah Naila bersiap berangkat ke kantor, kini ia malah terkendala dengan kendaraan yang akan ia naiki. Sedangkan waktu terus berjalan. "Tumben sih! biasanya juga banyak angkot yang lewat," gerutu Naila, seakan ia di persulit hari ini. Tidak melihat angkot, manik mata Naila mendapati ojek yang akan melintasi tempat ia berdiri."Nah, itu ada ojek. Naik ojek aja kali, ya?" batinnya. Naila membentangkan tangan, memberhentikan ojek tersebut."Pak, kejalan sudirman, ya!" Terlepas dari kendaraan, Naila masih di buat panik. Saat kini deringan ponsel menambah kegusarannya. Sedangkan ia masih berkutat dengan kemacetan di jalan. "Ya Pak," sahut Naila seraya mengigit bibir bawahnya. Sorotan matanya terus mematri jalanan beraspal. "Kamu di mana? Ini sudah jam berapa, Naila! Bos sudah menunggumu di ruangannya," cerca Ardian--kepala HRD perusahaan Asian group, yang di tugaskan mencari sekretaris baru, menggantikan sekretaris lama. "Ini sudah di jalan. Palingan sepuluh menit lagi nyampe. Ini sudah ngebut banget, Pak!" "Saya tunggu kamu secepatnya atau kamu kehilangan pekerjaan ini, Naila!" Ardian menegaskan pada gadis itu untuk segera tiba tepat waktu. Ia pun sudah di desak oleh sang direktur. Sambungan telepon pun di matikan. "Pak buruan!" Naila mendesak ojek agar menambah kecepatannya. Wajahnya semakin gusar dan panik. Ia takut jika pekerjaan barunya ini di batalkan sepihak oleh sang direktur nanti. Sedangkan posisi sekretaris ini, cukup baik untuk pekerjaannya. Banyak yang menginginkan posisi ini. Tetapi, dengan mudahnya Naila bisa mendapatkan berkat bantuan orang yang ia kenal di kantor itu. Naila yang sangat bersenang hati mendapatkan pekerjaan ini, ia sampai sulit memejamkan mata. Hanya karena merasa sangat bahagia, dan tidak sabar untuk menyambut pagi hari. Pada akhirnya, ia lupa menyetel alarm. Di lain sisi ... Seorang lelaki berumur 28 tahun, memakai kemeja biru muda, dasi merah tua melingkar di lehernya, serta jas hitam membaluti tubuh dan celana bahan senada dengan jas, menutupi kaki jenjang lelaki itu. Melangkah lebar mencari sosok lelaki dengan jabatan HRD di kantor tersebut. Alis hitam tebal dengan bagian ujung melengkung mengatup penuh, mempertegas sorotan mata. Hidung bak burung beo bertengger baik serta mulut tipis, seksi menambah kharisma lelaki itu. Tampan, kata yang pantas menggambarkan sosok lelaki bernama Miko Andreas Setiawan, anak pengusaha hebat dari lelaki berusia 52 tahun bernama Bagus Setiawan. Seiring kakinya melangkah lebar mencari keberadaan Ardian, sorotan tajam Miko terus mencari sosok lelaki itu. Ia sudah tidak sabar lagi, sedari tadi menunggu sekretaris baru, yang katanya sudah di dapati Ardian. Namun, tak kunjung menampakkan batang hidungnya juga ke hadapan Miko. Tidak bisa lagi menunggu di ruangannya, Miko keluar dati ruangannya. Setibanya di luar, Miko melihat Ardian sedang mondar-mandir. Pandangannya mengedar jauh ke depan. Entah siapa yang sedang di tunggu oleh lelaki itu, yang pasti Miko tetap menghampirinya. "Ardian!" seru Miko mengudara, sontak membuat Ardian terperanjak kaget. Mendapati sang direktur menghampirinya. Dengan air wajah menuntut kejelasan atas sekretaris baru yang juga belum menampakkan diri ke ruangannya. "Jam berapa ini, ha?" Mengangkat jam yang melingkar di tangannya, Miko bertanya."Mana sekretarisnya, belum datang-datang juga!" Ardian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Maaf Pak, sudah di jalan kok. Sebentar lagi sampai." Seraya pandangan tertunduk. "Sebentar lagi sampai, sebentar lagi sampai! Gini ya, Saya kasih waktu sepuluh menit. Kalau dia sudah sampai langsung suruh keruangan saya. Tapi, kalau dia telat ... Suruh dia pulang! cari yang baru!" tekan Miko, sembari jari telunjuknya mempertegas ke wajah Ardian. Miko sosok pemimpin yang tidak suka dengan jam molor karyawannya. Dia sosok orang yang tepat waktu dan tidak ingin menunggu. Namun, hari ini rongga dadanya membengkak mendengar sosok sekretaris barunya belum juga menampakkan batang hidungnya. "Baik, Pak!" jawab Ardian singkat, umurnya tidak jauh berbeda dari Miko. Juga mempunyai wajah berkharisma, memikat hati seorang perempuan. Namun, di hatinya sudah ada sosok perempuan yang ia sukai. Miko meninggalkan Ardian, setelah mendapatkan jawaban dan memberi penegasan pada kepala HRD itu. Ia kembali ke ruangannya. "Naila!!" gerutunya kesal, Ardian menggusar wajahnya. Ia sangat berharap kesempatan ini tidak akan di sia-siakan oleh Naila. Sebab, tanpa melalui seleksi yang ketat, Ardian meloloskan posisi Naila sebagai sekretaris di kantor tempat ia bekerja. Tidak lama kemudian, ia melihat ojek memasuki kantor. Tepat di depan Ardian, ojek itu berhenti. Tentunya penumpang yang di antar ojek itu, tidak lain ialah Naila. Sosok gadis yang semenjak tadi di tunggu Ardian dan Miko. Naila bergegas turun dari motor, memberikan helm pada si ojek tersebut. Mengeluarkan sejumlah uang, lalu memberikan pada ojek tersebut."Terima kasih, Pak!" "Sama-sama, Neng," timpal ojek, ia pun meninggalkan halaman kantor. Naila dengan panik, rambut masih berantakkan, ia mendekati Ardian."Maaf, Pak, saya telat! Tadi di jalan macet banget." "Ini sudah jam berapa, Naila!" Ardian memukul pelan jari telunjuknya pada jam yang melingkar di tangan, dengan posisi tangan terangkat."Hari pertama kamu sudah telat." Ardian cukup kecewa atas keterlambatan yang di lakukan Naila. Ia cukup menaruh harapan pada gadis itu. Sampai-sampai Ardian terus menyebutkan pada Miko, potensi apa yang di miliki Naila. Sampai memutuskan Naila pantas menduduki jabatan sebagai sekretaris di kantor ini. Miko yang menaruh kepercayaan pada kepala HRD itu, mendengar pendapat Ardian mengenai sekretaris barunya itu, membuat Miko menyerahkan sepenuhnya pada Ardian. Namun, hari ini Ardian cukup malu di depan Miko. Pada hal sang direktur sangat disiplin dengan waktu. "Sekali lagi saya minta maaf, Pak!" ujar Naila, bersalah. Ardian menarik napas dalam-dalam berusaha mengendalikan rasa emosinya kembali."Ya sudah, sekarang kamu segera ke ruangan bos. Lantai delapan, sebelah kanan."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN