PART 3 - IDE BARU

1285 Kata
Sinar matahari menelusup lewat gorden jendela yang sengaja Khansa sibak, agar cahayanya masuk mengenai wajah Rayhan. Dengan tersenyum Khansa kembali melangkah ke arah dapur. Setelah sholat subuh berjamaah, Rayhan kembali melanjutkan tidurnya, sebelum beraktifitas. Biasanya ia berolahraga pagi. Tapi kali ini sepertinya suaminya lelah sekali. Bunyi sendok dan piring terdengar ketika Khansa mengatur menu sarapan pagi ini. Dua piring nasi goreng sudah tertata rapi. “Kamu sarapan dulu saja Tuti.” Khansa menoleh ke arah asisten rumah tangganya yang terlihat sibuk di dapur. Padahal Khansa ingin memasak sendiri. Tapi wanita berusia tiga puluh tahun ini memang tak bisa dipercaya, selalu saja ikutan membantu. Padahal awalnya ia hanya ingin melihat majikannya memasak. Ujung-ujungnya tetap saja Tuti ikutan sibuk. “Sayang bu, jari ibu kan biasa ngetik laptop. Nanti kasar kalau buat masak. Biar urusan masak urusan Tuti.” Dan kembali Khansa mengalah. Ia menyerahkan urusan dapur pada ahlinya. Hingga kini aroma rempah-rempah yang sudah tercampur ke dalam dua piring nasi mampu menghadirkan rasa lapar di perut. “Sayang, kok kamu gak bangunkan aku?” Rayhan menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya di sana. Ia menyendok nasi goreng dan memasukkannya ke dalam mulut. “Hmm lezat.” “Ibu yang masak Pak.” “Tuti bohong dosa,” ucap Khansa kesal. “Saya gak bohong kok, saya kan cuma bantu.” Lalu Tuti melangkah ke dalam untuk membereskan dapur. “Siapa yang masak?” Alis Rayhan terangkat satu. “Aku empat puluh persen, sisanya Tuti.” Khansa menopang dagu. Lalu mereka melanjutkan sarapan pagi berdua. “Kamu jadi ketemu sahabat kamu itu?” Rayhan meneguk air miliknya. “Hmmmm.” “Sama Faisal ya. Aku gak mau kamu menyetir sendiri.” “Iya sayang.” Khansa tersenyum bahagia. Melihat bagaimana suaminya begitu khawatir, bahkan sudah menyiapkan seorang supir pribadi bernama Faisal. ** Khansa meraih tas milik suaminya. “Sayang sebentar deh.” Khansa mendekati suaminya, dan membetulkan simpul dasi. Setelah yakin rapi. Khansa menyerahkan tas pada Rayhan. Mengapit lengan suaminya melangkah ke luar rumah. Pemandangan yang indah untuk siapa saja yang melihat keduanya. Pasangan suami istri sempurna. Tinggal menunggu datangnya si buah hati, yang sudah tiga tahun ini belum juga datang di usia pernikahan mereka. Seorang lelaki bertubuh sedikit gempal, terlihat sedang sibuk mengelap sebuah mobil Mercedes Benz C200, yang biasa membawa Rayhan berangkat ke kantornya. “Faisal!” Teriakan Rayhan menghentikan gerakan lelaki itu dari melap mobil yang sebenarnya sudah berkilau. Lalu dengan tergopoh ia menghampiri majikannya. “Selamat pagi Pak Bos, Ibu Bos.” Dengan memasang senyum, lelaki yang menjadi supir Rayhan mengangguk hormat. “Hari ini kamu antar ibu keluar ya. Dia mau ketemu temannya. Kamu tunggu saja sampai ibu beres, gak usah pikirkan saya. Saya bisa pulang dengan mobil kantor.” “Siap Pak Bos.” Faisal menerima tas yang di angsurkan ke hadapannya. Kembali berlari untuk membuka pintu mobil. Rayhan memandang ke arah istrinya. “Hati-hati di rumah, kabari aku kalau ada apa-apa.” Ia mengecup kening Khansa, membelai pipi istrinya sebentar sebelum beranjak ke arah mobil yang sudah dibukakan oleh Faisal. “Bu Bos nanti mau pakai mobil yang mana?” Faisal kembali menghampiri Khansa. “Expander hitam saja Sal, yang gampang kamu keluarkan.” “Siap Bu Bos. Saya antar Pak Bos dulu ya.” “Hati-hati Sal, jangan ngebut.” “Siappp Bu.” Teriakan Faisal terdengar walau ia tidak menoleh lagi pada Khansa. Khansa melambaikan tangannya pada Rayhan ketika mobil keluar dari gerbang rumah mewahnya. Melangkah lagi ke arah dapur, Khansa menemui Tuti. “Hari ini saya makan siang di luar ya, kamu masak buat kamu aja sama Pak Satpam di depan.” “Untuk makan malam saja, kamu baru masak untuk saya dan suami saya. Sesuai menu yang saya kasih ya Tut.” “Iya bu.” Khansa menuju kamarnya. Ia melirik jam di tangannya. Ia akan bersiap-siap sebelum bertemu kedua sahabatnya hari ini. Senyum mengulum membayangkan bagaimana hebohnya mereka bertiga nanti. Tangannya meraih ponsel yang terus saja berbunyi. Alisnya terangkat ketika melihat chat di group ceriwis yang hanya berisi dirinya, Fitri dan Vina. Mereka bersahabat dari SMA hingga sekarang. Bedanya Fitri sudah memiliki putri dan Vina tengah berbadan dua. Padahal Khansa lebih dahulu menikah dari Vina. Tapi tampaknya Vina lebih beruntung karena kini tengah hamil muda. ** Khansa melihat lambaian tangan sahabatnya. Segera ia menghampiri meja yang sudah di isi Fitri dan Vina. “Hayyy sorry ya telat.” Khansa cium pipi kedua sahabatnya. “Duh gimana kabarnya si baby.” Ia membelai perut Vina. “Semoga nular,” ucapnya bahagia. “Amin, pasti nular kok tunggu saja.” Fitri kembali mendudukkan putrinya ke kursi baby. “Hallo cantiknya Tante. Ih kamu imut banget sih.” Khansa mencubit pipi Kayla yang berusia tiga tahun. “Selamat Khansa, sudah sukses euy sekarang.” “Iya gak nyangka punya teman penulis hebat. Ih bangga deh gue.” Fitri dan Vina ikutan bahagia atas karir Khansa. “Terima kasih. Semua berkat doa kalian.” “Bangga dong Bos Ray sama istrinya.” Senyum Vina mengembang. “Ah biasa aja kali. Eh ngomong-ngomong kita pesan ini aja nih?” Khansa melihat ke arah hidangan di meja. “Tenang aja, ini baru pembuka. Masih pagi, baru jam sepuluh, kita belum lapar.” Fitri mengibaskan tangannya. “Pokoknya hari ini spesial kita minta traktir banyakan.” “Sippp.” Tengah mereka berbincang dan sesekali diselingi tawa, terdengar keributan tak jauh dari meja yang mereka duduki. “Papah keterlaluan! Bilang sama Mama mau ketemu klien, justru sama perempuan p*****r ini!” Seorang wanita berpenampilan rapi mengenakan pakaian biru tosca dan masih terlihat cantik terlihat memasang wajah emosi. Sementara perempuan lainnya, kini tengah bersembunyi di belakang tubuh sang lelaki, yang di yakini suami dari wanita berbaju biru toskah itu. “Jangan buat keributan di sini Mah, malu. Sebaiknya Mamah pulang.” “Dia yang seharusnya malu, bukan Mamah. Papah tega khianati Mama, setelah Mama dampingi papah dari nol?” “Dan kamu! p*****r sini hadapi aku.” “Mah sudah.” Lelaki itu tampaknya kesulitan mengendalikan amarah istrinya. Karena sang istri terlihat ingin sekali mencakar wanita selingkuhan suaminya itu. “Kita pulang Mah.” Walau emosi sudah di ambang batas, akhirnya wanita berbaju biru itu bisa juga ditarik ke luar dari restoran. Sementara wanita selingkuhan itu, ikut keluar dari pintu yang berbeda. “Wow.” Vina meminum tandas air di dalam gelasnya. “Hari gini, kayak lelaki cuma satu aja di dunia, helooo.” “Laki sih banyak, yang tajir dikit, keles.” Vina dan Fitri saling mengangguk, lalu mereka saling menatap sambil melirik ke arah Khansa yang terdiam. “Jangan bilang lo mau buat novel tentang selingkuhan!” Fitri langsung menuduh. “Anda pintar.” Khansa menjentikkan jarinya. “Astaga Khansa!” Vina memijit pelipisnya. “Apa aja lo jadiin novel. Coba kek persahabatan kita lo buat novel.” Khansa melipat keningnya. “Bisa sih.” “Serius?” Fitri terlihat antusias. “Lo mau gue buat cerita tentang kita?” “Mauuuu.” Vina bersorak. “Tapi lo lupa gue genre romantis, dan harus ada kisah yang menjual.” “Ya lo jual aja kisah kami berdua.” Mata Fitri ikutan berseri. “Betul.” Vina meraih gelas minumnya. “Oke, gue buat novel Fitri selingkuh sama laki lo Vin.” Vina menyemburkan air yang baru saja hendak ia telan. Membuat Fitri menganga. “Ya ampun Vina!” “Gila lo! Ya kali, gak buat cerita Fitri selingkuh juga ama laki gue.” Khansa tergelak. Itulah, dia paling malas mengangkat kisah para sahabat atau kerabat dalam novelnya. Satu-satunya yang ia angkat berdasarkan kisah nyata, hanya kisah nyata dirinya dengan Rayhan suaminya. Itupun berakhir happy ending. Sayang dalam novel pasangan yang diciptakan memiliki bayi kembar sepasang. Sementara dia dan Rayhan masih belum dikaruniai momongan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN