Lusi berdiri canggung di depan pintu kamar Yunita, memandangi tubuh ringkih Nyonya Yunita yang terbaring tanpa gerakan kecuali hembusan napasnya yang pelan dan teratur. Matanya berkaca-kaca ketika dokter kembali memeriksa kondisi wanita itu dengan teliti, mencatat sesuatu di clipboard, lalu menghela napas panjang. Dokter berbicara dengan nada hati-hati, seolah tidak ingin memukul harapan putra satu-satunya pasiennya. "Kondisinya masih tetap sama. Tidak ada perkembangan signifikan. Kita masih melakukan yang terbaik, tetapi… kondisi seperti ini memang sulit untuk kembali pulih." Kalimat itu terasa seperti pisau dingin yang menancap tepat di d**a Lusi. Ia menurunkan pandangan, menatap jemari Yunita yang kurus, pucat, dan tak lagi memiliki kekuatan untuk menggenggam siapa pun. Di belakangn
Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari


