Bab 3. Saya Masih Perjaka

1903 Kata
Marco dan supir yang ketakutan karena sudah mengerem dadakan makin dibuat terkejut karena Brian, bos mereka menjerit dan menyebutkan satu kalimat yaitu hantu. "Mana hantunya?" tanya Marco yang langsung menoleh ke belakang. Marco terpaku karena Brian yang tadinya menjerit karena hantu kini wajahnya seperti hantu. "Tu-tuan. Are you ok?" tanya Marco dengan terbata-bata. "Menurutmu?" tanya Brian lagi dengan suara yang tak kalah menakutkan seperti hantu. "Mati aku," gumam Marco wajah pucat dan dia tahu kalau dirinya dalam masalah besar. "Kenapa ada wanita di mobilku? Siapa yang membawanya?" tanya Brian. "Maksud tuan apa?" tanya Marco kepada Brian. "Kamu tidak lihat siapa yang disamping saya ?" tanya Brian dengan suara yang datar. Marco melihat ke samping tuannya dan dia langsung menjawab apa yang ditanyakan oleh tuannya. "Bukannya tadi Anda katakan untuk letak di samping Anda. Tapi kenapa Anda malah tidak menyadarinya dan malah bertanya kepada saya. Apa Anda lupa?" tanya Marco yang membuat Brian menahan amarahnya. Maksudnya Brian di samping jalan yang posisinya seperti dirinya bukan di samping tubuhnya. "Marco!!! Cepat pindahkan dia dari saya. Ayo cepat!" Brian meminta kepada Marco untuk memindahkan wanita yang ada di sampingnya. Dengan cepat Marco membuka pintu belakang dan perlahan menarik wanita yang tadi mereka tabrak. Namun saat wajah Olla terlihat, Brian terkejut karena Olla adalah wanita yang dia cari. "Eh, tunggu sebentar. Bukankah dia wanita yang kita cari ? Bagaimana bisa dia ada di sini?" tanya Brian yang benar-benar tidak menyangka kalau dia bisa menemukan wanita yang malam itu tidur dengannya. Marco pun juga ikut terkejut karena ternyata wanita yang dicari oleh tuannya adalah wanita yang saat ini ada bersama dengan mereka. Dan wanita ini yang mereka tabrak. "Benar tuan. Apa yang harus kita lakukan sekarang? Apa dia meninggal, Tuan ? Apa kita memanggil dokter saja ke sini agar bisa diobati?" tanya Marco memberi saran untuk memanggil dokter pribadi. "Cepat panggil," perintah Brian. Marco segera memanggil dokter untuk datang ke Penthause milik tuannya. "Aku tidak ingin berurusan dengan pihak lain. Sudah ditelpon? Kalau sudah sekarang kamu bawa dia. Eh, tidak perlu biar saya saja yang bawa," jawab Brian yang segera turun dan menggendong Olla dan masuk ke dalam rumah mewahnya. Semua para pelayan terkejut melihat kedatangan dari tuannya yang membawa wanita. Mereka langsung menundukkan kepala. Dalam hati mereka semuanya bertanda tanya siapa wanita yang digendong oleh tuannya itu. Karena baru kali ini ada wanita yang datang ke rumah Brian. Brian segera membawa ke kamar pribadinya. Dan saat di kamar Brian meletakkan Olla di atas ranjangnya. "Dia beda sekali," gumam Brian yang terkejut melihat penampilan dari Olla. "Kenapa dia bisa kumuh sekali apa yang membuat dirinya seperti ini ? Apa dia dijual oleh orang tuanya? Apa dia bekerja sebagai pemulung? Terus dijual?" tanya Brian penasaran. "Maaf tuan. Dari informasi yang saya dapatkan dia dijual oleh ibu tirinya dan kakak tirinya. Kami masih mencari keberadaan keduanya. Dan belum kami dapatkan." "Sedangkan mucikari tersebut tidak ingin mengatakan di mana keduanya tinggal tapi Anda jangan khawatir anak buah yang sudah saya kirim kini mencari keberadaan keluarga wanita ini. Dan mereka belum menghubungi saya." "Jika mereka sudah menghubungi saya maka saya akan beritahukan kepada Anda nanti. Oh, ya dokternya akan datang sebentar lagi. Anda jangan khawatir." Marco memberitahukan kalau mereka belum bisa mendapatkan keberadaan dari keluarga Olla. Sedangkan, dokter yang dihubungi oleh Marco dalam perjalanan menuju ke Penthause Brian. "Baiklah kalau begitu. Minta beberapa pelayan untuk menggantikan pakaiannya dan membersihkan luka-lukanya sebelum kedatangan dokter." Brian memerintahkan kepada Marco untuk memanggil pelayan yang ada di rumahnya untuk membersihkan tubuh Olla yang terlihat kucel dan luka yang ada di keningnya serta tangannya diminta Brian untuk dibersihkan terlebih dahulu. "Baik, Tuan. Saya akan perintah kan kepada para pelayan untuk menjalankan perintah Anda, tunggu sebentar tuan." Marco bergerak ke luar untuk memanggil beberapa pelayan. Dan tidak lama pelayan datang, mereka pun segera membersihkan tubuh Olla. Brian dan juga Marco menunggu di luar bersama kepala pelayan yang mengurus Penthause miliknya. Tidak lama dokter datang dan para pelayan pun keluar. Brian mempersilahkan dokter pribadinya masuk ke dalam. Marco juga ikut masuk bersama dengan Brian. "Apa yang terjadi dengan dia ? Apa kamu menabraknya? Dan kenapa tidak bawa ke rumah sakit malah dibawa ke rumahmu? Apa dia korban tabrak lari hingga kamu takut untuk membawanya ke rumah sakit?" tanya dokter Joni kepada Brian. "Ck, tidak perlu banyak bicara Dokter Joni. Periksa saja dan jangan terlalu bertanya ini dan itu. Aku pusing mendengar suaramu. Ayo cepatlah dan jangan terlalu dekat sedikit menjauh untuk memeriksanya." perkataan dari Brian membuat Dokter Joni menaikkan alisnya. Dia tidak mengerti bagaimana caranya menjauh dari korban padahal dia ingin memeriksanya. Dan jika ingin periksa posisinya harus dekat dengan korban bukannya menjauh. "Bagaimana caranya aku mau memeriksa dia jika aku harus jauh dari dirinya. Kamu fikir aku ini cenayang yang tahu dari kejauhan sakitnya aoa. Sudahlah kamu saja yang menjauh jangan mendekat. Ayo sana menjauhlah," omel dokter Joni yang kesal karena Brian memintanya untuk tidak dekat dengan Olla tapi dia malah mendekat. Brian mendengus kesal dan dia masih tetap duduk di sebelah dokter Joni hingga dokter Joni yang memeriksa Olla sedikit kesulitan. "Bisa sedikit menjauh tidak, Brian? Jangan terlalu mendekati aku. Aku tidak bisa memeriksa dan mengobati luka- lukanya. Ayo mundurlah. Marco bawa dia mundur aku tidak ingin pergerakanku terhalang oleh dia. Ayo cepat bawalah dia kemana saja kamu ingin membawanya. Ke kutub juga boleh. Ayo ... Ayo." dokter Joni mengibaskan tangannya ke arah Brian untuk menjauh darinya. Brian yang melihat dirinya lagi-lagu diusir kesal. Brian bergerak dan kini dia berpindah tempat. Tadinya di samping kini di depannya. Dan lagi-lagi membuat dokter Joni hanya bisa menghela nafas. Disuruh menjauh Brian malah semakin dekat posisinya. Brian berada di atas tempat tidur dan dia melihatnya dengan intens. Dokter Joni memeriksa Olla dan setelah diperiksa, Dokter Joni menatap ke arah Brian. "Dia baik 'kan?" tanya Brian penasaran saat melihat dokter Joni mengobati luka Olla. "Hmm." Dokter Joni hanya berdehem. Dokter Joni tidak peduli dengan Brian. Dia masih fokus untuk mengobati luka Olla dan membalut luka Olla. Baru setelah itu menuliskan resep untuk Brian tebus. "Ambil ini dan belikan obat untuk dia. Dan jangan lupa kasih dia minum kalau sudah bangun. Dan jangan lupa kasih makan dulu kalau bisa bawa ke rumah sakit untuk periksa keseluruhan tubuhnya. Takutnya dia ada patah tulang at ...." Dokter Joni terdiam karena Brian menyahut. "Patah tulang bagian apa?" tanya Brian dengan panik. Dokter Joni menghela napas mendengar Brian katakan patah tulang bagian apa. Dia saja tidak tahu hanya bisa prediksi saja. "Kamu cek ke dokter makanya maksudnya ke rumah sakit biar tahu. Kenapa kamu ini cerewet sekali. Apa kamu mau saya suntik?" tanya Dokter Joni. "Itu saja marah. Marco, tebus obatnya tanyakan juga kalau orang sakit makannya apa?" Tanya Brian yang menyerahkan resep ke Marco. "Makannya ya nasi dan kalau bisa sup kamu pikir dia makan batu. Kasih makanan bergizi itu lebih baik" jawab Dokter Joni lagi. Brian menganggukkan kepala dan mengingat apa yang dokter Joni katakan. Dokter Joni segera pergi setelah selesai memeriksa Olla. Brian berjalan ke arah kepala pelayan. "Besok masakan sup khusus untuk dia jangan lupa," jawab Brian ke Paman Jo. "Baik, Tuan. Apa lagi yang harus saya masak?" tanya Paman Jo ke Brian. "Itu saja," jawab Brian. Brian masuk kembali dan duduk di sebelah Olla dengan kursi digeret tepat di sisi Olla. Brian terus memandang ke arah Olla dan dia tidak sedikitpun berpaling. "Wanita ini yang sudah bermalam dengan aku. Kenapa aku bisa puas dengan dia. Apa dia wanita baik-baik?" tanya Brian penasaran dengan kehidupan Olla. Brian yang tengah asyik termenung mendengar suara telpon berdering. Brian tersentak dan segera mengambil ponsel di dalam saku celananya. "Kenapa dia telpon?" tanya Brian yang segera menjawab panggilan telpon. "Halo, ada apa?" tanya Brian. "Aku mau pulang. Jemput aku, sekarang! Nggak pakai lama. Paman sudah lelah ini. Dia sudah tua, cepatlah datang," jawab seorang wanita dari ujung telpon yang meminta Brian untuk menjemputnya. "Masih lama sampainya bukan? Jadi, sabar saja. Nanti dijemput," ujar Brian mengakhiri panggilan telpon dan tidak menunggu jawaban dari si penelpon. Perlahan mata Brian tertutup, Brian yang lelah akhirnya tertidur sampai pagi. Pagi harinya, Brian mendengar suara orang bicara. "Siapa yang menganggu tidurku?" tanya Brian yang membuka mata dan memandang ke arah Olla yang sudah bangun dan terlihat Olla memandang dirinya. Brian yang dipandang gugup. Dia seolah-olah menjadi penjahat yang tertuduh sudah mencuri sesuatu. "Sudah bangun!" Hanya itu yang Brian ucapkan dan Olla menganggukkan kepala. "Mau makan tidak?" tanya Brian lagi. Olla lagi-lagi menjawab dengan anggukkan kepala. Brian berdecih karena Olla hanya menjawab dengan anggukkan kepala tidak dengan suaranya. "Kamu bisu?" tanya Brian dengan kesabaran setipis tisu. "Tidak," jawab Olla. "Akhirnya bisa menjawab juga dia. Aku pikir bisu setelah malam itu. Ah, apa yang aku pikirkan. Memang otakku kurang waras." Brian menyalahkan otaknya karena berpikiran negatif. "Saya di mana? Dan apa mau Anda tuan?" tanya Olla dengan ketakutan. Olla melihat Brian dengan wajah yang menyeramkan dan dia tahu kalau Brian adalah pria yang waktu itu karena aroma parfum Brian sangat kuat terlebih lagi wajah Brian sangat dia kenali. "Kenapa pergi? Apa kamu tidak mau bertanggung jawab?" tanya Brian ke Olla. Olla mendengar Brian berkata seperti itu terkejut. Tanggung jawab? Bukannya terbalik harusnya dia yang bertanggung jawab padanya bukan sebaliknya. Brian menatap Olla lekat tanpa sedikitpun berpaling. Wanita ini benar-benar berbeda dari wanita yang suka mengejarnya dan dia tidak marah jika Olla ada di depannya. "Kenapa diam? Apa kamu bisu lagi?" tanya Brian sekali lagi mengatai dirinya bisu. "Tidak. Saya tidak bisu. Hanya saja saya bingung mau jawab apa. Saya di sini korbannya. Bukan Anda. Kenapa Anda katakan saya harus bertanggung jawab. Atas dasar apa?" tanya Olla yang makin penasaran kenapa pria ini ngotot untuk meminta dia tanggung jawab harusnya dia karena dia sudah kehilangan kesuciannya. "Atas dasar perjaka. Maksudnya, saya masih perjaka malam itu. Dan kamu merebutnya. Jadi, wajar saya katakan itu," jawab Brian sekenaknya. Olla melotot dia tidak percaya Brian berkata seperti itu. Bagaimana dengan dia yang masih perawan. Mana bisa dibalikkan lagi jadi perawan. "Anda salahkan saya karena malam itu Anda masih perjaka. Bukannya saya yang harusnya menuntut Anda tapi saya. Saya masih perawan. Bagaimana bisa saya harus bertanggung jawab atas kehilangan perjaka Anda. Anda ini aneh sekali. Apa Anda masih waras? Menyebalkan sekali," kesal Olla yang mendengar Brian katakan seperti itu. Brian tersenyum karena Olla masuk jebakan dia. "Baiklah, saya tanggung jawab." Brian mengatakan kalau dia akan bertanggung jawab. "Tanggung jawab apa?" tanya Olla lagi. Brian bangun dan berjalan mendekati Olla. Brian mencondongkan tubuhnya agar lebih dekat dengan Olla dan posisi kepalanya ke kuping Olla. "Tanggung jawab saya itu simpel. Apa kamu mau mendengar apa tanggung jawab saya?" tanya Brian lagi. "Saya tidak mau menikah dengan Anda," sahut Olla lagi. "Apa kamu pikir saya akan menikahimu?" tanya Brian membuat Olla menoleh ke Brian dan posisi keduanya begitu dekat hingga napas keduanya bisa tercium. "Tidak." Olla dengan tegas menjawab tidak. Karena dirinya yakin pria seperti Brian tidak mungkin mau dengan dia yang miskin ini. Brian mengepalkan tangannya mendengar jawaban Olla. Dia pikir Olla mengatakan iya. Tapi, nyatanya tidak. "Yakin tidak?" tanya Brian lagi. "Iya. Dan saya akan tuntut Anda karena sudah menabrak saya. Anda harus tanggung jawab ke saya. Kalau tidak ...." Olla menghentikan ucapannya sejenak. "Kalau tidak apa?" tanya Brian. Olla sebenarnya takut dengan Brian karena wajahnya menyeramkan dan juga dia begitu asing untuk berbicara dengan orang yang tidak di kenal tapi karena diajarin sahabatnya Isaya untuk tidak takut, Olla berusaha untuk terlihat barbar padahal nyatanya Olla wanita lemah dan lemah lembut juga polos gampang di tipu seperti malam itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN