Bab 3 : Rencana Akhir Bulan

1283 Kata
Malam terasa panjang bagi Akram yang sulit memejamkan mata. Hingga pagi akhirnya datang ia terbangun dengan rasa lesu akibat kurang tidur. Akram bahkan nyaris terlambat saat sampai di Betamart tepat pukul 06.58 WIB. "Tumben telat!" seru Rios seraya menepuk punggung Akram. Karibnya itu sudah lebih dulu berjaga di toko. "Kesiangan." "Seorang Akram kesiangan? Kok bisa?" Rios tak pernah mendengar alasan semacam itu sebelumnya. Seingatnya Akram hampir tidak pernah bangun siang. "Iya. Kemarin acara ultah ibu. Dirayain di rumah nyampe malem." Akram menaruh tas miliknya di loker. Mengambil name tag serta mengenakannya. "Wajar, wajar kalau kayak gitu. Ibu kamu kan paling konsen soal ultah dari dulu, ya.” Rios mengingat beberapa momen perayaan ulang tahun Akram yang dirayakan. Saat kelas satu SMP bahkan di rumah Akram masih mengadakan pertunjukan badut. Akram menyugar rambut. Memastikan penampilannya sudah rapi sebelum nantinya bertemu dengan para pengunjung toko. Ia menggerakkan bibirnya. Berusaha mengukir senyum meski perasaanya sedang tidak pasti. Perayaan hari ulang tahun ibunya kemarin malam, tidak boleh memengaruhi performanya. Terlebih ada satu misi yang sedang ia jalani. “Ngomong-ngomong, kamu ngado apa, Kram? Dari kemarin nggak nanya ke aku soal kado yang cocok." Bukan Rios namanya kalau jiwa keingintahuan tidak melekat pada dirinya. Apa saja tentang Akram bagi Rios cukup menarik untuk dikulik. Mereka sudah dekat sejak masih di bangku SMP. Akram mendesah. Ia jadi teringat akan kado yang harus ia siapkan tahun ini. Itu terlalu berat untuknya. Tanpa menjawab, Akram berjalan ke bagian etalase toko. Berniat melakukan pekerjaannya seperti biasa. Namun, getar ponselnya di saku celana menginterupsi langkahnya.   [Nasha : Maaf baru bales Kram. Aku habis ikut kegiatan fakultas. Akhir bulan baru pulang.]   Seulas senyum terbit dari wajah Akram yang sempat muram. Nasha Tahirah gadis seumuran dengannya yang kini menjadi pemilik hatinya. Nasha sapaan akrab gadis itu, tengah menempuh pendidikan Strata satu di sebuah kampus negeri di ibu kota provinsi. Lewat jalur SNMPTN, Nasha berhasil masuk ke program studi Ahli Gizi.   [Akram : Aku jemput seperti biasa di terminal atau gimana?]   [Nasha : Ya ]   Selanjutnya tampak Nasha sedang mengetik. Akram menunggu lebih dulu lanjutan dari jawaban singkat itu. Pasti ada informasi tambahan yang akan disampaikan Nasha. Akram tak sabar menanti. Namun, jam di dinding minimarket sudah menunjuk angka tujuh lebih. Akram harus segera berjaga di bagian kedatangan barang. Tanpa memerhatikan langkah, Akram berlari kecil di antara etalase berisi makanan ringan. Brakkk!!! Snack berbagai merek yang sedang dibawa seorang pembeli dengan kedua tangan jatuh berserakan. "Maaf, Mbak. Maaf.” Refleks Akram berjongkok. Memungut satu per satu snack itu. “Tidak apa-apa, Mas,” ujar pembeli itu. Ia ikut berjongkok, mengambil snack lain yang lebih dekat dari jangkauannya. “Mau saya ambilkan kranjang, Mbak?” tanya Akram begitu snack-snack itu berada di kedua tangannya yang ia gabungkan. Akram cukup kesulitan. Ia berpikir harusnya jika ingin membeli banyak barang calon pembeli menggunakan troli atau minimal keranjang belanja. Tidak membawanya begitu saja. Tangannya saja cukup susah untuk menopang, apalagi tangan perempuan muda berjilbab ini. “Tidak perlu, Mas. Tolong bawa ke kasir saja. Kebetulan sudah selesai.” Perempuan muda itu menunduk. Menghindari pandangan Akram yang menatapnya langsung. “Oh, begitu? Baik, Mbak. Biar saya bawa.” Akram berdiri. Ia melangkah ringan menuju kasir yang dijaga oleh rekannya. Tanpa diikuti perempuan berkerudung tadi. “Punyanya Mbak-mbak yang pakai kerudung pink muda. Kayaknya masih muter ambil snack lain,” ujar Akram pada Tiara. “Oke, Mas. Aku singkirin dulu berarti?” Tiara bersiap mengalihkan barang-barang itu agar tidak membuat tumpukan antrean di meja kasir. “Tidak perlu, Mbak. Saya sudah selesai.” Perempuan berkerudung pink muda yang disebutkan oleh Akram sudah berdiri tepat di belakang laki-laki itu. Kembali menunduk untuk menghindari pandangan saat Akram menoleh. Akram mengangguk canggung. Ia tahu diri kalau perempuan itu tidak mau sampai ditatap langsung. Dari penampilannya dengan gamis berwarna gelap serta kerudung segitiga yang cukup lebar, Akram pun paham. Akram menggeser posisi, membiarkan perempuan itu melewatinya. Bagian kasir sudah bagian Tiara. Ia melangkah pergi sembari mengangguk kecil pada perempuan berkerudung pink muda itu. Ponsel di saku celananya kembali bergetar. Akram menilik sebentar setelah sampai di bagian penyimpanan barang. Hari ini ia bertugas memberi label setiap barang-barang yang akan dijual.   [Nasha : Sebenarnya lebih seneng kalau dijemputnya langsung ke Semarang. Enak gak perlu ngebis. Tapi, aku yakin kamu gak bisa. So ... gak masalah kalau di terminal. ]   Akram mendesah. Nasha selalu lugas dalam berbicara. Hubungan mereka yang bermula sejak kelas dua SMP sudah terbilang lama. Namun, Akram belum juga berani menunjukkannya secara jelas. Ia masih takut saat ketahuan mengencani Nasha yang memiliki masa depan lebih cerah dibandingkan dirinya. Akram pun menutup icon home pada ponselnya. Pesan semacam itu tidak perlu ia balas. Kesibukan bekerja bisa menjadi sebuah alasan. “Full cek barang, Kram?” tanya Mas Danang yang tiba-tiba datang ke gudang barang. “Eh, Mas. Iya. Hari ini jatah ngasih harga. Gantian sama Rios, Mas.” “Udah dipertimbangin tawaran saya? Kamu berminat nggak, Kram?” Mas Danang adalah Chief of Store di Betamart. Sehari-hari tugasnya mengontrol pergerakan swalayan itu. Mas Danang juga orang yang merekomendasikan Akram agar diterima di Betamart. Tanpa bantuan Mas Danang mungkin sulit bagi Akram bisa bekerja. “Saya baru enam bulan, Mas. Apa enggak apa-apa?” tanya Akram sedikit ragu akan tawaran Mas Danang. “Nggak masalah. Semua berdasarkan kinerja. Nanti juga ada tahapan tes, Kram. Hasil tes yang akan menentukan.” Mas Danang bersedekap. Menyandarkan tubuh di tiang penyangga bangunan. “Kayaknya Rios lebih pantas, Mas. Kalau saya masih anak bawang,” ujar Akram merendah. Rios masuk dua bulan lebih awal dibandingkan dirinya. “Sama aja. Kalian sama-sama seangkatan. Rios juga nanti ikut, Kram. Cuma kalau kamu mau nanti biar rekomendasi saya jatuhnya ke kamu aja, bukan dia.” “Kenapa begitu, Mas?”  “Semua juga tahu alasannya, Kram. Kamu lebih bisa diandalkan dibandingkan yang lain yang ada di store ini.” Mas Danang mengedarkan pandangan. Menatap tumpukan barang-barang. Awal minggu masih sangat penuh, di akhir minggu sudah ludes karena banyaknya peminat. Betamart menawarkan harga yang jauh lebih murah. “Kamu obrolin dulu sama bapak juga ibu kamu. Seleksi awal dimulai akhir bulan ini. Kalau oke kamu ambil formulir di saya. Rios juga udah ngambil.” “Akhir bulan, Mas?” tanya Akram cukup sangsi dengan frase akhir bulan. Hari ulang tahunnya tepat di akhir bulan ini. Bersamaan dengan rencana pertemuan dua keluarga yang disusun ibunya. Kepulangan Nasha juga akhir bulan serta seleksi sebagai Chief of Store Betamart juga sama. “Sayang kalau dilewatin, Kram. Lumayan gajinya nambah. Katanya mau buat modal nikah, Kram?” Mas Danang terkekeh. Dulu saat Akram pertama kali bertanya soal pekerjaan di Betamart, alasan lulusan SMA itu memilih bekerja dibandingkan kuliah karena ingin belajar mencari nafkah. Mas Danang pun berdiri tegak. Mendekatkan posisi pada Akram yang sedang duduk di atas box plastik berwarna kuning. “Saya udah harus pindah ke store lain. Saya Nggak pingin Betamart malah jadi sepi kalau gak dipegang sama orang yang bener. Dari semua karyawan, kamu punya poin plus, Kram. Kamu yang paling jujur sejauh ini.” Mas Danang sedikit berbisik. Penilaian subjektifnya tidak boleh sampai terdengar karyawan lain. Bagaimanapun dia seorang atasan. Akram terdiam. Aktivitasnya terhenti lagi.  “Nggak pakai lama mikirnya, ya.” Mas Danang menepuk bahu Akram cukup keras. Akram mengangguk. Meski sedikit sakit ia tidak melawan. “Baik, Mas. Saya pikirkan dulu.” Tumpukan box berwarna kuning belum separuhnya ia lihat. Pekerjaannya masih sangat banyak. Namun, tenaga Akram seperti menguap di udara. Ia tak semangat seperti biasanya. Ponsel di saku celananya kembali bergetar.   [Nasha : Kebiasaan gak ada balasan. Intinya If you really love me, prove it! ]   Akram tak bodoh untuk mengartikan susunan huruf yang dituliskan oleh Nasha. Ia berusaha mencari padanan kata yang paling tepat untuk membalasnya.   [Akram : Semarang? Siapa takut.]   ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN