Sampai dirumah aku sempat berhenti di ruang makan buat ambil air dingin, karena haus bandel yang aku rasakan. Bersamaan dengan itu kudengar pintu depan dibuka pasti Dani yang datang. Aku duduk di sudut dengan kulkas.
Ku keluarkan hp ku dan mulai scroll notifikasi pada sosmed ku. Tak terasa aku mulai hanyut menikmati video-video keuwuan para couple di t****k.
"Romeo, save me, I've been feeling so alone
I keep waiting for you, but you never come
Is this in my head? I don't know what to think
He knelt to the ground and pulled out a ring
And said... "
Aku mengikuti lagu yang tengah kudengar dari video mereka tiba-tiba dari tempatnya Dani ikutan nyambung lagu tersebut.
"Marry me, Juliet
You'll never have to be alone
I love you and that's all I really know
I talked to your dad, go pick out a white dress
It's a love story, baby, just say, "Yes" Sambung Dani yang nongol gitu aja didepan ku.
"Gitu kan liriknya." ucapnya kemudian.
"He em..."aku mengangguk sambil melanjutka minumku.
"Kamu gak pingin bikin video gitu?" tanya dia.
"Pingin kalau ada pasangannya."
"Kan ada aku..."
"Asal kamu mau dicoret dari KK."
"Sadizzz..."
"Di kulkas ada apaan?" tanya Dani kemudian, sambil menuju kulkas.
"Nggak tau... liat aja sendiri."
"Ehh ada bahan puding nih, kamu bisa bikin nggak?"
"Bisa... kamu pingin?"
"Iya..."
"Ya udah aku bikinin, aku ganti baju dulu ya."
"Serius kamu mau bikin buat aku?"
"He em..." ucapku, setelah mengganti pakaian dan cuci muka agar lebih fresh aku kembali ke dapur dan mulai beraksi dengan bahan puding.
"Setelah itu nunggu berapa lama bisa dimakan."
"Ehmm nanti kalau udah dingin tuh bisa di masuk kan ke kulkas biar lebih cepet gitu.
"Udahh jangan di liatin mulu, kamu makan sana, belum makan kan?" tanyaku.
"Belum... tapi tadi udah makan disekolah sama anak-anak."
"Minum aja sambil nungguin puding." ucapnya mengambil sebuah gelas yang tadi aku pakai buat minum juga.
"Ehh..." aku menahannya.
"Kenapa?
"Itu tadi bekasku..." tapi dia tetap melanjutkan meneguk air sampai habis.
"Jangankan cuma bekas bibir, bibir kamu pun aku mau." ucapnya sambil mendekat dan bersiap menciumku walaupun aku terus memundurkan kepala, tiba-tiba pintu terbuka dan mbak masuk. Dia langsung gelagapan salah tingkah.
"Ehh mbak sama mas lagi masak apa?"
"Eh anu... ehmm bikin puding." jawabku.
"Mbak ngapain tiba-tiba muncul?" tanya Dani.
"Lahh kan ini emang tempat kerja saya, mas Dani gimana sih." mbak hanya tertawa, nggak tau mungkin tadi sempet lihat atau enggak ya kira-kira.
"Sini mbak biar saya yang bikin, mbak Luna istirahat saja." ucapnya sambil mengambil alih centong yang tadi aku gunakan sebagai pengaduk.
"Lagian bukan ini yang buat ngaduk." katanya kemudian sambil tersenyum.
"Ooh iya... hehehe ya udah saya tinggal ya." pamitku. Dani mengekor di belakangku, kemudian masuk ke kamarnya.
"Maskeran aja, ini wajah udah kusam banget." ucapku sambil duduk depan kaca.
Sebelumnya aku pakai FTE ku dulu yang sisa beberapa mili aja.
"Habiss.. mungkin setelah ini gak bisa beli lagi, tabungan gak cukup, uang saku dari mama semakin turun nominalnya. ya udahlah... lagian gak harus SK II juga kan, masih banyak essence yang lebih terjangkau." lanjutku.
Dani masuk dan dengan santainya duduk di sebelahku sambil melihat ku pakai essence.
"Jangan diliatin jadi salting." ucapku.
"Kenapa? udah mulai cinta beneran?" dia tertawa.
"PD..." elakku.
"Itu buat apa?" tanyanya kemudian, melihatku menepuk-nepuk kedua pipiku dengan lembut.
"Refresh muka aja." jawabku sekenanya.
"Sini aku gantiin yang nepuk-nepuk." kata Dani.
"Enggak tangan kamu kotor."
"Enggak kok... nih bersih kan?" ucapnya kemudian.
"Kamu pakai ini?" tambahnya sambil meraih botol FTE SK II yang tinggal beberapa tetes aja.
"Iyaa..."jawabku.
"Udah habis gini..."
"Iya ini udah yang terakhir, habis ini gak beli lagi, gak ada uang ehehhee."
"Kenapa?"
"Hmmm kamu gak bakalan ngerti, mungkin mama sama papa belum sepenuhnya pulih, uang bulananku dipangkas dari sebelumnya dan semakin kecil nominalnya, tabungan aku... sayang sih, mau buat nanti daftar perguruan tinggi."
"Ohhh gitu... ya udah aku aja yang beliin, belinya dimana?"
"Lagaknya... kayak udah kerja aja, uang masih minta orang tua juga."
"Enggak aku bisa cari uang sendiri kok, udah bilang aja belinya dimana."
"Kak Aurel kan jualan skincare di Shoope jadi aku beli di kak Aurel."
"Ya udah aku beliin..."
"Kamu dapat uang dari mana? aku nggak mau kalau kamu dapat uang dengan cara gak bener."
"Enggak tenang aja... aku pakai uang ku sendiri kok, kan aku udah bilang belajar menafkahi." Ulangnya sambil tersenyum.
"Ya udah kamu simpan aja, sayang buat beli ginian, aku gak pakek gak papa kok, lagian juga harganya lumayan. Dulu gak kerasa beli-beli kaya gini, sekarang sayang, mending ditabung aja."
"Bawel..." ucapnya sambil keluar dari kamarku. Setelah itu aku mengambil satu sheet masker ex boyfriend SK II dari dalam laci. kemudian rebahan sambil mendengarkan musik. Nggak tau berapa lama aku ketiduran tapi yanh jelas maskerku sudah berpindah tempat. Aku bangun dan kulihat Dani sudah ada disana.
"Ya ampunnn..." aku langsung bangun dan merapikan visual ku yang amburadul di matanya.
"Kamu lihat aku tidur dong."
"Enggak aku baru aja nyampek... nih, aku cuma bisa beliin yang 75ml aja nggak papa ya, ntar aku beliin yang kaya kamu tadi." ucapnya sambil menyodorkan sebotol FTE yang baru.
"Kamu beliin aku beneran, ya ampun Dann.. bucin banget sih, harusnya kalau punya uang bisa disimpen, dan kami dapat uang dari mana?"
"Dari jual akun ML ku." jawabnya tersenyum senang.
"Maaf ya aku belum kerja, jadi gak bisa nyenengin kamu." lanjut nya.
"Aku ngga pernah minta Dan... ya Allah kamu ini, emang akun kamu dijual harga berapa?" tanyaku.
"Laku 750 sih hehehhe..."
"Terus kamu mainnya gimana?"
"Lahhh udah itu bukan urusan kamu, jangan dipikirin!" sahutnya.
"Btw... makasihh ya. Harusnya kamu gak usah kaya gini, aku jadi gak enak sama kamu."
"Udahlah... goal aku cuma pingin bikin kamu seneng, bahagia aja udah."
"Sebagai gantinya..." ucapnya mendekatiku setelah mengunci pintu.
"Kamu mau ngapain???" aku menahannya.
"Cium doang, beneran gak lebih." jawabnya tanpa malu-malu dan semakin mendekat bahkan aku bisa mendengar helaan nafasnya. Kupejamkan mata, lalu bibir kami bertemu.
"Bibir kamu kering, kenapa, sariawan atau kamu sedang gak enak badan?" tanya Dani usai kami berciuman.
"Enggak aku nggak papa kok..." jawabku.
"Tadi lupa nggak pakek lipbalm aja.." tambah ku.
"Kamu... nggak lagi bohong kan?"
"Enggak lahh... ngapain aku bohong sama kamu." jawabku.
"Kalau boleh tau waktu dimobil malam itu kamu minum obat, itu buat apa, kamu sakit?" sepertinya dia masih ingat ketika aku panic attack dan buru-buru minum obatku.
"Sebenarnya aku sering ngalamin panic attack, ya kaya waktu itu, nggak Ding... kayanya aku harus periksa lagi, soalnya udah semakin parah, dulu durasinya gak selama itu kok, mungkin udah gangguan kecemasan kali ya." jelasku.
"Terus?"
"Ya aku konsumsi obat untuk gangguan kecemasan itu, tapi efek sampingnya juga pasti ada, kaya mulut kering, mual, gemetaran, bahkan sampai pingsan." jelasku.
"Kalau obatnya dihentikan?"
"Kayanya nggak bisa, aku masih bergantung sama obat itu. dan itu juga bisa buat antidepresan jadi sewaktu-waktu aku kerasa kaya depresi mayor aku minum obat itu ngefek kok."
Dia mengusap rambutku dan berakhir memegang kedua pipiku.
"Maaf, selama ini aku nggak tau keadaan kamu kaya gimana. Aku janji aku akan jagain kamu."
"Ahh lebay... udah biasa aja lah, aku nggak sakit secara fisik juga kali, cuma mental aja." jawabku.
"Kondisi seperti apa yang bisa memicu gangguan kecemasan, ehh gangguan kecemasan atau panic attack sih?"
"Aku belum kedokter lagi tapi dua-duanya bisa berkaitan kok, pokoknya pada situasi yang tiba-tiba ramai sesak, banyak orang, stres banget, ketakutan yang tanpa alasan tiba-tiba muncul gitu aja."
"Mau kuantar ke dokter?"
"Enggak lahh nggak usah.."
"Aku yang akan bayar biaya periksa nya, kamu jangan pikirkan itu!"
"Enggak Dan... kalau aku bilang enggak ya enggak, aku nggak papa kok, lagian kenapa sih, kamu malu punya pacar suka ketakutan gak jelas gini."
"Enggak gitu sayangggg... aku kasihan aja lihat kamu tersiksa, belum lagi dapat efek samping obatnya."
"It's okay... aku nggak papa beneran. Udah kamu tenang ajalah... nanti kalau aku butuh bantuan aku bakalan bilang kok." ucapku.
"Beneran ya..."
"Iyaaa... dah kamu keluar sana, nanti Taku Tante tiba-tiba datang lihat kamu dikamar kau bahaya tau." ucapku mengantarnya keluar sampai pintu.
Huukkk... aku menutup mulutku dan buru-buru menutup pintu. Tiba-tiba mual, mungkin beneran ini udah efek jangka panjang dari obat-obatan yang aku konsumsi.
Dani membuka pintu lagi dari luar dan mendapatiku tengah berusaha berdiri merapat ke dinding agar tidak jatuh, karena pandanganku seudah gelap, dan aku tidak bisa merasakan kaki ku menapak lantai dengan benar.
Huukkk... sekali lagi mual tapi gak bisa muntah. Dani memegangi tubuhku yang sempoyongan.
"Sya... kamu nggak papa?"
Aku mengangguk, namun tubuhku tidak bisa diajak kompromi, dia menunjukkan ke Dani bahwa aku sedang tidak baik-baik saja.
"Kita harus kedokter."
Keringat dingin membasahi sekujur tubuhku, aku sudah tidak bisa berdiri lebih lama lagi, seakan lumpuh gitu aja aku terjatuh dan tidak ingat apa-apa. Begitu aku membuka mata Dani masih berada di dekatku, aku sudah berbaring diranjangku dengan selimut hangat yang nyaman.
"Kamu udah sadar?"
"Barusan dokter periksa kamu, dibilang itu emang efek Fluoxetine, kayanya obat-obatan harus dihentikan dan mulai dari awal di psikiater lagi sayang, kalau kamu terus menerus minum obat itu juga gak akan baik, malah kondisi fisik kamu memburuk."
"Aku udah pernah Dan... ke psikiater, dan itu justru membuatku makin stres."
"Tapi kamu nggak bisa bergantung terus sama obat itu sayang."
"Iya aku tau kok, kamu tenang aja, aku yang paling tau kondisiku kaya gimana, kamu jangan mikir macem-macem ya."
"Aku nggak mau kamu sakit."
"Iya aku tau .. jangan bilang om sama Tante ya, aku nggak mau nyusahin."
"Sama sekali nggak ada yang direpotin disini."
"Pokok nya aku nggak mau kamu bilang sama om dan Tante, atau kita putus." ancam ku.
"Iya... iya okke aku gak akan bilang kok, ya udah makan dulu ya, ini tadi aku bikin super bubur buat kamu."
"Ehmmm makasihh..." aku bangun perlahan untuk makan.
"Sebenarnya aku gak suka bubur, tapi kamu udah susah-susah bikin ya udah nggak papa." ucapku.
"Kenapa ngga suka?"
"Nggak tau lembek aja..."
"Dokter bilang kamu halus makan bubur dulu sampai beberapa waktu karena lambung kamu masih rawan."
"Iya aku makan kok, gimanapun kalau pacar yang bikin pasti enak" ucapku.
"Iya dongg... apalagi sambil disuapinn sini... aaaaaa" ucapnya.
Aku berusaha makan bubur yang ada di mulutku walaupun susah buat nelen.