Aku sampai dirumah lebih dari setengah jam setelah Dani. Kebetulan angkot yang aku naiki tadi mengalami masalah pada mesin, jadi telat pulang kerumah. Aku melihat Dani masih menunggu ku di ruang tamu. Sambil maen game.
"Kok baru nyampe Sya?"
"Iya tadi angkotnya macet gitu."
"Harusnya pulang bareng sama aku kan."
"Mau cari mati?"
"Iya sih..."
"Ya udah makan yuk, aku nungguin kamu dari tadi." ajaknya.
"Kamu belum makan?" aku balik bertanya.
"Belum, aku sengaja nungguin kamu."
"Ya udah... aku ganti baju dulu ya." aku menuju wastafel untuk mencuci tangan usai membuka sepatu, kemudian pergi ke kamarku. Setelah mengganti baju, aku pergi ke belakang untuk naruh baju di loundry room, aku lihat ada kaos Dani, juga, kalau nunggu mbak nyuci pasti nggak keburu, karena besok masih dipakai kaosnya. Aku masukkan mesin cuci kemudian aku cuci kaos kami berdua.
"Sya..." panggil Dani ruang makan.
"Ya.. " jawabku.
"Kamu ngapain?"
"Nyuci kaos kita, besok dipakai lagi kan?"
"Udah sini makan biar mbak yang nyuci."
"Nggak keburu, mbak nya gak ada." sahutku sambil menuju kearahnya di ruang makan.
"Rajin banget pacar aku." aku hanya tersenyum.
Selesai makan aku melanjutkan untuk menunggu cucian di mesin. Dan Dani juga melanjutkan game nya. Namun dia main di dekat ku sambil nunggu cucian.
cklek, mesin berhenti aku lanjut menguras dan mengisi untuk membilasnya. Ponsel Dani berdering, mungkin ada telpon masuk.
"Nadia... ngapain vc?" katanya.
"Iya Nad, ada apa?"
"Haiiii Dan.. kamu lagi ngapain, sibuk nggak?"
"Enggak sibuk, lagi maen game tadi terus kamu nelpon? ada apa?"
"Nggak papa sih, keluar yuk, kemana gitu?"
"Sama aku?"
"Iya sama siapa lagi."
"Aku nggak bisa Nad?"
"Kenapa? kamu sadar nggak sih, aku tuh suka sama kamu Dan."
"Sorry Nad, kamu kan tau aku udah punya pacar."
"Ya emang kenapa? pacar doang kan bukan istri, lagian dia juga gak akan tau kalau kita jalan."
"Sorry Nad, aku nggak bisa."
"Kenapa sih, aku juga cantik, body goal, gak bakal malu kamu jalan sama aku."
"Enggak gitu, soalnya pacar aku ada disini."
"Halahh kamu pasti bo ong, alasan aja kan nolak aku."
"Nih aku kasih liat, nih dia lagi nyuci seragam aku, buat MPLS besok." ucap dia berputar berada di depanku memelukku dari depan dengan ponselnya di
belakang ku."
"Tuh kan... dia ada disini, dan gak mungkin aku jalan sama kamu Nad."
"Coba suruh nengok aku pingin kenalan." kata Nadia. Dani melepaskan pelukannya lalu menatapku. Aku menggelengkan kepala.
"Dia nggak mau, yah emang agak pemalu gitu." jawab Dani.
"Kenapa insecure, karena dia jelek, atau jangan-jangan matanya ada 3, atau dia begitu bourique, atauuu bibirnya sumbing, pacaran cuma buat guling aja." kata nya kemudian dengan nada mengejek.
"Ehh jaga ya mulut kamu, aku udah berusaha baik dengan nolak kamu secara halus tapi kamu malah ngelunjak."
"Jangan kepancing emosi." bisikku padanya.
"Gimana nggak emosi, dia ngaco ngomongnya, kamu liat kan aku nolak dia dengan bicara baik-baik."
"Ya kasih tau kenapa kamu nggak suka sama aku, aku cantik, d**a ku juga gede, body goal lah masih ditambah tajir pula jadi nilai plusnya. Terus kenapa kamu nggak mau?"
"Ya karena emang aku nggak suka sama kamu, aku nggak pernah ada perasaan apa-apa ke kamu."
"Iyaaa kenapaa? aku bersedia kasih apapun ke kamu, aku bahkan mau kok tidur sama kamu, asal kita jadian, kurang apa coba?"
"Kamu tau kalau cinta sekedar bercinta, p*****r diluar sana juga cinta."
"Halahhh jangan sok suci kamu Dan. kamu juga nggak akan nolak kan kalau ada yang ngasih secara cuma-cuma."
"Terserah..." dan baru kali ini aku lihat Dani begitu marah.
"Kamu mau tau pacarku kan, ini...." dia langsung berbalik dan mengangkat wajahku menunjukkan ke Nadia.
"Syaluna??"
"Serius kamu Dan?"
"Iyaaa... serius, dia pacar yang ku sembunyikan identitasnya."
"What, kukira kalian cuma temenan." kata dia kemudian.
"Nggak mungkin, ini cuma bercanda kan, nggak mungkin kamu sama Syaluna pacaran, nggak mungkin, ya kali aku kalah sama cewek cupu gitu." aku hanya mencoba tersenyum, aku baru tau ternyata begitu penilaian dia terhadap ku, nggak lebih dari cewek cupu.
"Sya I Will give you a... kiss." bisik Dani, emosi nya belum turun karena denger aku dikatain lagi sama Nadia.
"Nggaak.." elakku. Tapi aku kalah cepat darinya, tangan sebelahnya yang bebas dari pegang ponsel langsung merangkul dan menahan leher serta kepala bagian belakangku kemudian bibirnya menyentuh bibirku perlahan, Dani buru-buru mematikan video call dari Nadia, karena dia sadar masih on call dengan Nadia.
Dia merapatkan ku ke dinding dan melanjutkan ciumannya sampai turun ke leher, sebelum dia buat kissmark di sana aku buru-buru menghentikannya.
"Dan udah... aku tau kamu emosi, atau kamu bakal menyesalinya karena kelewat batas ngelakuin itu ke aku." cegah ku.
"Maaf Sya, iya sorry aku emosi, terbawa suasana tadi."
"Kira-kira dia sempat ngerekam nggak sih?" tanyaku padanya.
"Nggak tau Sya, semoga aja dia nggak nekat bikin ulah sih."
"Bisa kena masalah kita di sekolah dan di keluarga."
"Aku takut Dan, kamu sih..."
"Udah tenang aja aku bisa atasin." kata Dani.
"Kita cari kelemahan Nadia, kita jadiin itu kunci buat ngancem dia kalau memang dia beneran sempat ngerekam dan mau nyebarin." lanjutnya.
"Rumor yang beredar diantara cewek-cewek dia itu suka di calling om om buat nemenin karaoke, nggak tau bener apa nggak."
Disaat kami sedang sibuk membahas Nadia, tiba-tiba hp Dani mendapat pesan masuk, sewaktu dia buka ternyata berisi video sangat pendek yang menunjukkan kami berciuman, walaupun sangat pendek tapi terlihat jelas kalau itu muka kami berdua. Dan ini akan jadi bom saat masuk wa keluarga.
"Mau kamu apain video itu?" tanya Dani.
"Kalau sampek nyebar ke sekolah bakalan jadi hot news nih." balas dia.
"Jangan macam-macam kamu Nad."
"Sorry aku nggak jamin loh, aku bisa jaga sikap."
"Udah Dan, jangan pancing emosi Dia."
"Ok... ok aku tahan emosi, ehmm kamu dirumah aja ya, aku mau ngurusin ini bentar, kamu tau nggak di mana biasanya dia ketemu sama om" yang dimaksud anak".
"Nggak tau, ya udah nggak papa biar aku yang cari tau."
"Hati-hati ya, lagian kamu sih, pake acara manas-manasin dia segala jadi runyam kan." Dia justru tersenyum.
"Tapi kamu suka kan." sahutnya.
"Tapi jadi masalah kan."
"Tenang aja aku bisa atasin kok."
Dani kembali ke ruang tengah mengambil jaket kemudian keluar meninggalkan ku sendirian.
"Dia mau ngapain?" kataku dalam hati, melihat kepergiannya.
Mungkin Dani emang suka bercanda, tapi dia tau kapan harus serius kapan harus bercanda. Seperti saat ini, wajahnya yang baru saja berlalu sangat serius.
Dan sampai malam aku nungguin dia sambil duduk di balkon, tapi lampu kamarnya belum juga nyala. Ada rasa cemas juga, takut dia kenapa-napa. Aku ambil ponsel dan kutelepon nomornya. Beberapa saat terdengar jawaban.
"Nih aku udah pulang kok, masih nyetir, bentar lagi nyampek." jawabnya dan langsung mematikan panggilanku.
Sekitar 15 menit kemudian, terdengar pintu kamarku diketuk. Aku segera melompat dan membuka pintu. Benar saja ternyata memang Dani.
"Kamu dari mana aja, sampek malam gini, udah berhasil cari informasi Nadia?"
"Tenang aja, udah kamu nggak perlu mikir macem-macem biar aku yang atasin, udah beres kok." jawabnya sambil merebahkan diri di tempat tidurku.
"Yang bener, kamu nggak bohong, kan nggak cuma nenangin aku aja?"
"Aduh bawel... iyaaa." ucapnya sambil mengambil bantalku dan menutup wajahnya.
"Iihhh jorok banget, kalau masuk kamar jangan pakai kaos kaki dong, bau tau, kemana-mana."
"Udah terlanjur." jawabnya.
"Ya udah kamu pergi aja ke kamar kamu."
"Capek banget, udah kamu jangan cerewet napa, numpang tidur bentar doang." balasnya.
"Ya tapi kaos kaki dilepas dulu itu, terus cuci kaki."
"Daripada banyak omong udah kamu aja yang kerjain."
"Diihh... kamu siapa kamu siapa." ucapku sambil berlalu dan duduk dekat cermin.
"Awass ya..." dia bangkit lalu main loncat-loncat diatas kasur dengan kaos kakinya yang bau keringat.
"Hmmm pasti sedepp banget nih habis ini tempat tidur kamu."
"Tanteee... Dani jorok banget Tante."
"Apa siihh kalian berdua dari tadi ribut Mulu, udah kaya pasar pagi." kata Tante Maya yang langsung muncul di depan pintu.
"Tuhhh Tante Dani main di kasur ku pake kaos kaki kotor."
"Dani udah turun..."
"Habisnya dia bawel banget ma." ucapnya sambil duduk dan melepas kaos kakinya.
"Ya emang kamu yang salah." kata Tante Maya. Dani berjalan mau meninggalkan kamar ku namun masih sempat meninggalkan kaos kakinya di di genggamanku. Kemudian berlari sambil menjulurkan lidahnya.
"Daniiiiii." teriakku, kesel banget rasanya ngelawan satu anak aja gak pernah berhasil. Aku kejar dia sampai di kamarnya kemudian kulempar kaos kaki kearahnya.
"Udahh Syaluna, Dani sini kalian berdua." kata Tante Maya. Kami berdua mendekat.
"Bisa nggak kalian nggak ribut sehari aja, tadi kalian sekolah, suasana langsung adem, begitu kalian berdua ketemu lagi dirumah udah kaya, aduh nggak ngerti mama mau ngomong apa."
"Udah... Dani minta maaf sama adek kamu."
"Tapi ma sebenarnya dia yang mulai duluan."
"Nggak pakek tapi-tapi, kamu cowok harus ngalah."
"Iyaaaa...." jawab Dani.
"Maaf ya." ucapnya asal-asalan ke aku.
"He em... lain kali kalau masuk kamar ku jangan pakai kaos kaki."
"Iyaaaa...."
"Ya udah... kalian berdua makan sana, mama mau ke butik lagi, barusan ditelpon ada yang mau fitting."pamit mama Dani kemudian keluar.
"Ini udah jam 8 malem Lo ma, mama mau pulang jam berapa?"
"Bentar doang, paling cuma sejam an lah."
"Mau Dani anter?"
"Enggak perlu, mama berangkat sendiri, udah kau ajak Syaluna makan."
"Iya ma hati-hati ya."
"Hati-hati Tante."
"Iyaa.."
Aku juga berniat kembali ke kamarku. Namun Dani lebih cepat menghalangi jalanku dan mengunci pintu nya.
"Mau kemana?"
"Mau balik ke kamarku lah."
"Udah jangan sensi lagi, aku beneran minta maaf soal yang tadi."
"Iya udah aku maafin, sekarang buka pintu dong, aku mau keluar." ucapku.
"Bentar sini dulu deh." ucapnya sambil ngajakku duduk di sofa depan tv.
"Kamu tau nggak enaknya pacaran sama saudara sendiri?" tanya dia.
"Apa?" serius aku nanya ke dia.
"Habis fighting..." jawabnya masih terputus k
kemudian dia dengan cepat melingkarkan tangannya di pinggang ku, sebelah tangannya memegang belakang leherku dan langsung menciumku. Untuk beberapa saat aku terdiam. Lalu melepaskan diri darinya.
"Langsung kissing..." lanjutnya sambil tertawa.
"Hmmmmm" gumamku datar.
"Dan..." panggilku.
"Ya...."
"Aku kangen banget sama mama, mama kenapa ya, nggak pernah nelpon aku lagi, nggak pernah main kesini, aku telpon gak diangkat, di pernikahan kak Aurel juga nggak datang kan, papa juga."
"Mereka seakan melupakan ku." tambahku.
"Mungkin mereka lagi sibuk banget. Dan udah aman kamu disini sama kita jadi yaudah nggak kepikiran yang gimana-gimana." jawab Dani.
"Tapi udah hampir setahun Dan, apa nggak aneh? kamu bayangkan deh, kamu ditinggal dirumah saudara gitu aja, tanpa kabar tanpa pernah ketemu lagi, gimana rasanya."
"Cuma beberapa kali aja mama nelpon pas aku disini awal-awal. Sekarang nggak pernah sama sekali."
Dani memegang kedua tanganku lagi seakan ingin mengatakan sesuatu. Namun dia tahan.
"Kenapa? kamu pasti tau sesuatu kan, katakan padaku Dan!"
"Nggak kok, kamu yang sabar aja ya, mungkin mereka masih sibuk banget jadi gak ada waktu buat say hi ke kamu."
"Aku tau kamu bohong, aku tau kamu nyembunyiin sesuatu. Please kasih tau aku."
"Enggak aku nggak nyembunyiin apapun."
"Jangan bohongin aku, aku nggak suka dibohongin."
"Iyaa... Sayanggggg."
"Kapan-kapan mau nggak anterin aku pulang kerumah?"
"Ngapain?"
"Aku kangen banget sama mama, aku rasa pasti ada sesuatu sama mama, aku nggak tau itu apa, makannya aku pingin mastiin."
"Iya nggak papa, aku temenin, hari Minggu gimana?"
"Hari Minggu ini?"
"Iya..."
"Memangnya nggak jadi ikutan tour?"
"Ohhh iya, Minggu depannya lagi deh ya." kata dia kemudian.
"Makasiih."
"Sama-sama."
"Keluar yuk, kemana gitu." ajakku.
"Boleh, emang kamu pingin kemana?"
"Jalan-jalan aja deket sini aja."
"Iya ayok, kamu ambil jaket dulu sana, dingin diluar." perintahnya.
"He em." jawabku.
Aku kembali menemui Dani saat aku sudah siap. Dia terlihat sangat keren dengan Hoodie hitamnya.
"Udah?" tanya dia, aku mengangguk.
"Kamu pernah ke stadion nggak?"
"Enggak, aku nggak suka bola." jawabku.
"Okke kita rubah mindset kamu bahwa stadion gak melulu tentang bola kok, kita kesana ya." ajaknya.
"Iya terserah aku ngikut aja."
Kami berangkat, tidak lupa dia mengencangkan helm. dan merapatkan jaketku.
"Pegangan dong." ucapnya sambil memacu motornya dengan kencang.
"Dannn jangan kenceng-kenceng, aku udah bilang kan aku phobia kecepatan."
"Oh iya lupa sorry sorry..." ucapnya.
"Makanya pegangan." lanjutnya sambil meraih tanganku dan meletakkan di pinggangnya.
"Yang satu mana?" tanya kemudian. Aku melingkarkan kedua tangan ku dan memeluknya dari belakang.
"Udah mulai pinter nih." katanya sambil tertawa.
"Andai kita bukan saudara, pasti menyenangkan sekali, pacaran tanpa sembunyi-sembunyi."
"Kamu ingat-ingat pesanku malam ini ya!" perintahnya.
"Apa?"
"Apapun yang terjadi, no matter what, aku bakalan nikahin kamu nanti, aku nggak pernah ngerasain jatuh cinta separah ini, dan baru kali ini aku punya mimpi nikah sama cewek."
"Seandainya gak direstuin, gak diizinin?"
"Aku nggak peduli, pokoknya apapun yang terjadi di masa yang akan datang, aku bakalan selalu ada buat kamu, jagain kamu, dan satu-satunya goal ku ya bisa nikah sama kamu, dan aku bakal ngelakuin apa aja buat ngewujudin itu" terangnya.
"Makasiih." ucapku.
"Asal kamu janji, kamu gak akan ninggalin aku, gak akan pergi dari hidupku, kita akan berjuang bersama-sama."
"Iya..." Jawabku
"Janji dong."
"Iyaaa janjiii..."
Hampir setengah jam kemudian kami sampai di stadion, dan suasana disini begitu membuatku terpukau. Baru kali ini aku pergi ke stadion, ternyata saat tidak ada pertandingan, Stadion beralih fungsi sebagai wisata malam, banyak sekali permainan anak berada disana dengan hiasan lampu berwarna-warni, pedagang yang menjajakan dagangannya bak pasar malam, dan banyak lagi lainnya.
"Rame banget ya..." ucapku.
"Iyaa emang gini tiap hari kalau gak ada pertandingan, kalau ada justru tambah rame." terang Dani.
"Udah kamu mau makan apa, tinggal pilih, atau pingin beli apa?"
"Ayo temeniin.." pintaku.
"Iya ayo... sepertinya lagi kambuh nih manjanya." ucapnya sambil merangkul pundak ku. Kami berjalan keliling melihat-lihat. Sampai aku melihat penjual telur putar.
"Bentar Dan, aku pingin beli ini..."
"Ya udah kamu beli. ehh iya kamu tunggu sini ya, aku mau beli sesuatu tadi liat sih, bentar doang kok, kamu tunggu disini jangan kemana-mana."
"He em."
Akhirnya setelah menginginkan nya sejak beberapa bulan yang lalu, keturutan juga makan telur gulung. aku beli udah nambah sampai 15rb sambil nungguin Dani.
"Udah puas?" tanyanya muncul gitu aja dari belakang.
"Puas banget anjiir aku Sampek habis 15 ribu"
'Itu kepingin apa ngidam."
Aku hanya ketawa mendengarnya. dia mengeluarkan sesautu dari jaketnya, kemudian meraih tangan kiri ku dan memaikan cincin polos di jari manisnya.
"Maaf ya cuma bisa kasih ini, aku janji suatu saat aku ganti pakek yang beneran." ucap nya kemudian.
Aku kaget bercampur haru, kuperhatikan cincin rhodium polos yang melingkar di jemariku.
"Makasiihh... rasanya mau nangis." ucapku dan benar aja mataku kedip langsung menitik tuh air mata.
"Loohh kenapa? jelek ya nggak suka?"
"Nggak kok... aku suka sekali..." jawabku.
"Makasiih..." ucapku sekali lagi.
"Sama-sama."