Hidupnya Sudah Tidak Tertolong Lagi

1068 Kata
Aku tersenyum, tapi aku yakin kalau kakek akan tetap mematuhi perintah dokternya dengan sangat baik dan bijaksana. Demi memiliki umur yang lebih lama lagi berada di tengah-tengah keluarganya. “Devan paling menginap di rumah temannya, Kek. Anak lelaki tidak perlu dikhawatirkan. Dia sudah besar.” “Hidupnya sudah tidak tertolong lagi. Kalau tidak memikirkan darah tinggiku, mungkin aku sudah mengamuk sepanjang hari karena anak itu.” “Tapi Devan cukup baik. Hanya kehidupannya saja yang kurang benar sedikit.” Yah, Devandra memang baik-baik saja, minus kelakuannya yang suka membolos saat kuliah. Sering mendapatkan nilai paling buruk diantara para mahasiswa. Ketika aku menunggu kelulusanku tahun ini, aku yakin sekali jika Devan akan mengulang satu atau dua tahun lagi. Dosen mana yang mau meluluskan anak yang kurang pintar dan kurang rajin, serta sering melakukan hal-hal yang kurang terpuji. Devan dan gerombolannya memang sangat terkenal di kampus. Kadang aku resah dengan sikap baiknya akhir-akhir ini kepadaku. Apa dia berniat membeliku agar mau membuatkan judul sekaligus skripsinya? Bermimpi saja. Aku tidak akan mau melakukannya. Kecuali jika aku hanya membimbingnya, mungkin aku akan memikirkan ulang. “Kalea, kau suka dengan cucuku? Kau selalu mengatakan yang baik-baik soal dia. Apa kau dibayar olehnya?” Aku menganga, yang benar saja. “Kakek, aku tidak terlalu dekat dengan Devan. Dia malah sering sinis kepadaku karena sok akrab dengan keluarganya.” “Hah? Bukannya memang kenyataannya akrab?” “Memang. Tapi di mata cucumu itu, aku seperti seorang yang sudah mencuri perhatian orang-orang terdekatnya. Meskipun dia masih bersikap baik kepadaku.” “Aku tidak keberatan jika kau suka dengannya. Berharap anak kalian kelak memiliki gen rajin dari ibunya. Gen ayahnya begitu meresahkan masyarakat.” Aku ingin tertawa, tapi kenapa harus aku yang dijadikan contoh? Masih banyak wanita-wanita di luar sana yang mengantri hanya demi menjadi pacar Devan. Meskipun Devan tampan dan memiliki rekening yang maha gendut, aku tidak tertarik. Alasannya sederhana, dia bukan pria yang tepat untuk dijadikan pasangan hidup. Benar kata kakek, bisa saja anakku kelak memiliki gen pemalas seperti induknya. “Kenapa wajahmu jelek sekali? Cucu lelakiku tampan meskipun bodoh. Apa aku perlu mencari guru kepribadian, ya? Bagaimana kalau kau kujodohkan dengan Devan. Paling tidak aku akan bahagia di akhir hayatku.” “Devan sudah memiliki pacar, Kek.” Aku memberitahu kakek. “Iya, aku tahu soal itu. Selama mereka belum menikah masih bisa diupayakan. Banyak pasangan yang berpindah ke lain hati saat mereka sudah menikah.” Aku menghela napas, cukup logis. “Aku tidak berharap rumah tanggaku hancur di masa depan atau aku menjadi perebut suami orang, Kek.” “Kau sangat susah diyakinkan.” “Suruh Devan yang meyakinkanku, Kek. Aku rasa dia tidak akan mau melakukannya. Devan punya pacar banyak sekali di kampus.” Aku cekikikan sendiri melihat wajah Kakek Sasmitha yang tidak percaya kalau cucunya punya banyak pacar di kampus. “Aku dulu terkenal, tapi pacarku hanya ada satu sampai menikah dan istriku meninggal aku masih tetap setia.” Ungkap Kakek Sasmitha. “Devan tidak berbuat yang tidak-tidak, kan?” “Maksudnya berbuat yang tidak-tidak?” Aku memusatkan perhatian kepada kakek. “Ya, seperti … aku susah menjelaskannya.” Kakek Sasmitha tampak frustasi. “Aku tidak tahu, Kek. Hidupku penuh dengan kegiatan. Selain kuliah aku bekerja sambilan di toko bunga. Kakek juga tahu dengan sangat baik kalau aku jarang sekali berinteraksi dengan Devan atau teman-temanku yang lain.” “Lalu aku harus bagaimana? Devan harapanku, tapi sepertinya dia lebih memilih hidup bersenang-senang dan menghamburkan uang. Ketika kartu debit dan kreditnya kublokir dia malah masuk rumah sakit.” Aku tersenyum, mengingat betapa panik dan takutnya kakek ketika Devan masuk rumah sakit gara-gara tidak makan selama dua hari. Bocah itu memang sungguh keterlaluan. Sejak saat itu keluarganya sudah bertobat untuk membuat Devan kembali ke jalan yang benar. Mereka lebih baik membiarkan Devan hidup begitu saja dengan kenakalan-kenakalan yang ia perbuat daripada harus melihat Devan masuk ke dalam kuburan menyusul kakak perempuannya. “Andai kecelakaan itu tidak pernah terjadi, mungkin cucu perempuanku masih hidup dan kamu tidak perlu merasakan hidup tanpa kedua orang tua. Maafkan Kakek, Kalea.” “Kecelakaan itu tidak disengaja, Kek.” Aku tahu sekali bagaimana sedihnya Kakek Sasmitha ketika cucu perempuannya meninggal. Awalnya mobil yang dikendarai keluarga mereka menabrak mobilku. Mobil papa melewati jalur dan dihantam oleh truk yang melintas dari arah yang berlawanan. Aku tahu sekali bagaimana kejadiannya, karena aku ada di dalam mobil bersama kedua orang tuaku. Menyaksikan sendiri ketika kedua orang tuaku merenggang nyawa. Hanya ada sopir keluarga Sasmitha dan Tante Sava yang sedang membawa anaknya untuk pergi ke dokter saat itu. Sayangnya, anaknya meninggal satu hari setelah dirawat di rumah sakit. Tante Sava sangat terpukul karena anaknya meninggal. Sedangkan aku masih terlalu kecil untuk mengerti dengan segalanya. Setelah kecelakaan itu, aku dibawa ke panti asuhan dan beberapa tahun kemudian Kakek Sasmitha datang dan selalu menghiburku. Katanya aku adalah pengganti cucunya yang sudah tiada. Di saat aku mulai masuk sekolah menengah atas aku pindah ke rumah Kakek Sasmitha, hanya berlangsung dua bulan dan aku memilih pindah ke asrama yang memang disewakan khusus bagi pelajar. Kakek Sasmitha menanggung semua biaya kehidupanku. Awalnya aku sedikit sinis dengannya, tapi aku mulai paham kalau sebenarnya itu bukanlah salah mereka. “Aku sudah tidak sedih lagi soal kecelakaan itu.” Kata Kakek Sasmitha. “Aku sudah bisa merelakan, tapi tidak untuk melupakan kehadiran cucu perempuanku.” “Jangan dilupakan.” Aku menyahut. “Kek, jangan ingat kenangan yang menyedihkan jika itu hanya membuat sedih. Ingat yang indah-indah saja.” “Aku mengerti.” Kakek Sasmitha mengambil cangkir tehnya dan meminum sedikit demi sedikit. Aku mengintip apa yang sedang kakek itu lakukan sambil menikmati es krimku. Aku tidak tahu bagaimana rasanya dicintai setelah kedua orang tuaku meninggal. Orang yang paling dekat denganku mungkin hanya diriku sendiri. Interaksi antara diriku dan kakek tua di depanku hanya sebuah hubungan yang tidak begitu dekat meskipun aku banyak terbantu oleh kebaikannya. “Kalea, apa yang harus kulakukan untuk cucuku? Umurku semakin tua dan kematian pasti tidak bisa kuhindari suatu hari nanti.” Kakek Sasmitha tampak bersedih. “Kakek akan berumur sangat panjang.” Aku tersenyum menenangkan. Aku memang selalu berharap kalau Kakek Sasmitha memiliki umur yang panjang. Tidak bisa kubohongi kalau hanya kakek tua di depanku ini yang paling dekat denganku. Ada harapan aku ingin membalas semua budi baiknya yang sudah ia tanamkan untukku. Aku tidak mempermasalahkan lagi apa yang sudah terjadi. Semua orang memiliki jalan hidupnya masing-masing, termasuk bagaimana ketika dia meninggalkan dunia yang fana ini.   

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN