Chapter 47. Sebuah Janji

1875 Kata

“Kamu mau teh atau kopi?” tanya Violet sambil menghampiri pantry kecil di sudut kantor. “Tidak, terima kasih, Bu,” tolak Nero dengan sopan. Ia tidak akan bisa minum apapun bahkan sekedar air putih. Duduk di sini membuatnya merasa gugup. Ia menunggu hingga Violet selesai membuat teh untuknya dan suaminya, dan Erlangga bergabung di sofa. “Ada hal penting apa yang membuatmu datang kemari pagi-pagi?’ tanya Erlangga setelah menyesap sedikit tehnya. Pria itu duduk di samping istrinya dengan satu tangan menggenggam tangan Violet. Itu adalah hal kecil dari banyaknya sentuhan kasih sayang mereka di muka umum. Erlangga tidak pernah malu untuk menunjukkan kepada seluruh dunia bagaimana ia begitu mencintai istrinya. Dan hal itu tidak pernah berubah sejak Nero mengenal mereka berdua, hingga detik in

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN