Prolog

448 Kata
Maya sudah habis kata dengan musibah yang datang terus menggerus sabar dalam hidup, seperti tak memberi jeda untuk bernapas. Orang tuanya tewas secara bersamaan, memaksa Maya tak pernah siap ditinggalkan hanya bersama Mesya. Kembali ujian dunia menghantam kewarasan kala adiknya, Mesya di hari bahagia kelulusan kuliah malah membawa kabar memilukan. Untuk menopang tubuh sendiri saja rasanya kaki Maya bergetar hebat, seperti tak bertulang. Jika dia saja tak sanggup melihat keadaan Mesya, wajar saja Mesya pas sadar dari masa kritis langsung histeris dapati salah satu kaki indahnya tak lagi bisa berfungsi dengan baik. “Apa ini permanen, dok? Masih ada jalan keluar, kan? pengobatan apa pun, tolong lakukan! Adik saya seorang desainer sepatu, dia akan tertampar dengan kenyataan seorang desainer sepatu tak bisa lagi berjalan” dia benar-benar tak duga ini akan terjadi. Muka Maya tak hanya pucat dan pias, tapi bibirnya mengering. Berulang kali dia basahi dengan lidahnya, sia-sia. Dia masih berusaha mengais-ngais harapan. Semoga saja, semesta masih berbaik hati padanya. Gadis yang selalu memperhatikan penampilan dalam sehari-hari, kini sampai membuat dia tak akan kenali diri sendiri saking kacaunya. Jihan—sahabat sekaligus bos di tempat kerja, merangkul pundak Maya. Sesekali jemari meremas. Berharap bisa bantu menopang tubuh Maya sekaligus beri kekuatan. Walau dia pun tak yakin akan tetap tegar seperti Maya jika berada diposisinya. “Kami perlu observasi untuk memastikan. Kami pasti berusaha lakukan yang terbaik untuk pasien.” Maya tak lagi menuntut penjelasan dokter, dia lalu luruh dilantai dengan tangis asa yang menyesakkan. Jihan memeluknya, erat. Oh Tuhan! Mengapa Kau uji aku bertubi-tubi? “Gue bilang ke Mesya kalau semua akan baik-baik aja. Tapi, sekarang... gue sendiri pun nggak yakin!” bisiknya lirih di tengah derai tangis memilukan. Semesta membiarkan Maya menangung segalanya sendiri. Tanpa orang tua, keluarga apalagi kekasih hati. Semua hanya pernah beri janji untuk selalu ada, nyatanya datang dan pergi adalah hukum alam di dunia yang tak kekal ini. Jihan hanya mengusap punggung Maya tanpa kata, sebab kalimat apa pun tak dibutuhkan Maya selain doa. Beri waktu untuk Maya menangis, percaya setelah ini sahabatnya akan merasa sedikit lega. “Lo kekuatan Mesya sekarang, May.. kalau lo begini, bagaimana Mesya akan hadapi kenyataan sekarang?” Maya mengangkat wajah dan bertemu tatapan dengan sahabatnya. “Apa gue bisa?” “Ya, lo perempuan kuat yang pernah gue kenal! Lo udah pernah menghadapi kehilangan terbesar—orang tua lo. Terpenting, Mesya selamat.” Benar, Maya bahkan sudah berpikir terburuk lihat separah itu kecelakaan yang menimpa adiknya. Maya berjanji pada diri sendiri, mulai sekarang Mesya adalah prioritas dalam hidupnya. Bila suatu hari nanti ada yang mencintai dia, seseorang itu harus paham bahwa Maya tak bisa meninggalkan adiknya seorang diri sampai Mesya benar-benar mampu mencintai dirinya yang baru.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN