Jatuh Memang Sakit

1843 Kata
Cinta membuatmu merasakan euforia yang mampu menghancurkan semua sel di dalam dirimu. Jatuh cinta membuatmu melambung tinggi hingga ke angkasa. Membuatmu merasa melayang meski kakimu berpijak pada bumi. Semua kebahagiaan itu membuatmu melupakan kepedihan yang menantimu secara diam-diam. Menunggu saat yang tepat untuk menyerangmu. Kau melupakan fakta paling penting dalam jatuh cinta yaitu tak jatuh yang tak sakit. Kau terlalu menikmati semua kebahagiaan itu dan mengabaikan fakt bila selalu ada akhir untuk sebuah awal. Tak seharusnya kau melupakan semuanya, namun apa daya. Otak dan hatimu telah kehilangan fungsinya. Kau tak mungkin bisa mengendalikan dirimu sendiri saat jatuh hati dan di sini lah kau sekarang. Merutuki kebodohanmu yang melupakan hal penting tentang jatuh cinta. Sebuah fakta bila cinta selalu disiapkan dalam satu paket. Sakit dan juga bahagia. “Mas … maaf, apa aku mengacau?” Perempuan yang kini berdiri di sisi Lian setelah Ayu pergi mencengkram lengan pria itu, sedang Si pria masih asyik menatap mobil Ayu yang kini sudah hilang dari pandangannya, “Aku nggak bermaksud untuk membuatmu semakin susah,” Lanjut perempuan itu dengan penuh penyesalan. Nada suara wanita itu terdengar tulus, hingga membuat Lian tak kuasa untuk mengarahkan pandangannya pada perempuan yang tersenyum lirih itu. Senyum yang juga menular pada Lian, ia mengusap wajah perempuan itu lembut. “Bukan salahmu. Aku memang melakukan kesalahan dan sudah pasti istriku marah besar,” Lian mengacak rambutnya gusar, “Maaf karena aku sedang nggak bisa membantu keuanganmu. Kamu tahu sendiri kalau sebagian besar yang ku miliki adalah milik istriku. Aku juga menyelewengkan uang perusahaan karena kamu nggak memiliki tempat tinggal. Aku sedang berusaha membayar semuanya kembali dan tabunganku nggak begitu banyak. Masih beruntung, aku bisa mengontrak sebuah kamar kecil di perkampungan dekat rumah kami.” Wanita yang tadi menunjukkan wajah sedih dan memelas itu mulai memngerucutkan bibirnya. Ia segera melepaskan cengkramannya pada lengan Lian yang kini dianggapnya tak lagi bisa memberikannya kehidupan mewah dan nyaman. Kini, tak ada lagi alasan baginya untuk mengenakan topeng gadis baik dan menderita untuk menarik simpati pria itu. Ternyata benar apa yang didengarnya, pria itu tak memiliki kuasa ataupun harta. Pria itu hanya sampah tak berguna. “Kalau begitu, nggak ada lagi alasan bagiku untuk terus memepetmu. Keadaanmu sendiri sudah sangat menyedihkan,” Perempuan itu menatap Lian dengan tatapan mengejek, membuat Lian terkejut bukan main. Ia tak menyangka wanita yang tampak lemah dan membuatnya mengiba itu terlihat merendahkannya seperti orang lain, “Sekarang, setelah memastikan semua dengan mata kepalaku sendiri, maka nggak ada gunanya lagi aku bersamamu. Untung saja, apartemen itu kamu beli atas namaku. Sekarang, aku nggak mau tertular kesialanmu, jadi jangan pernah lagi menemuiku,” Lanjut perempuan itu dengan sinis, membuat amarah Lian tersulut. Lian mencengkram kedua kedua bahu perempuan di hadapannya dan menatap perempuan yang masih tersenyum penuh arti itu dengan tatapan penuh amarah. “Apa selama ini kamu sengaja menjebakku? Kamu hanya ingin menguras apa yang ku miliki?” Suara Lian bergetar, tersirat amarah di dalam setiap kata yang ia ucapkan. Lian Si pria desa yang polos dan bodoh, meski sudah lama hidup di kota dan menjalani kehidupan yang mewah, dirinya masih sama seperti dulu. Begitu mudah ditipu. Selalu berpikir bila semua orang adalah orang baik. Wanita di hadapan Lian tak merasa terancam maupun takut, dirinya malah tertawa sinis. “Aku nggak menjebak siapa pun. Yang ku lakukan hanya lah membuat orang sepertimu merasa jika dia sangat baik dan bersimpati pada kehidupan orang lain. Lagipula, kamu nggak merasa dirugikan, bukan? Aku juga mendengarkan semua curhatanmu tentang istrimu,” Wanita itu mengedipkan sebelah matanya, membuat Lian semakin mencengkram kuat pundak kecil Si wanita yang membuat wanita itu mulai merintih kesakitan. Namun Lian tak peduli. Kini, amarah sudah menguasai dirinya. Bagaimana bisa perempuan itu mengatakan semua hal itu dengan mudah, tak terlihat merasa bersalah ataupun terganggu sama sekali dengan memberitahukan Lian tentang dirinya yang sebenarnya. Mereka bertemu saat Lian tengah menghadiri acara makan malam bersama dengan rekan kerjanya. Saat itu ia bertemu dengan Si wanita, Paris, begitulah namanya yang mengingatkan Lian akan kota yang pernah didatanginya bersama dengan Ayu di awal pernikahan mereka. Sebuah perjalanan penuh kebahagiaan. Namun nama itu kini bisa meracuni kenangannya tentang hari itu karena kehadiran wanita itu di dalam kehidupan mereka. Paris tak lagi memberikannya kenangan indah, melainkan kenangan menyakitkan yang mungkin tak mau lagi ia kenang. Apa lagi, dirinya sudah melihat Paris dari sisi lain, melihat kegelapan yang tersembunyi di balik keindahan dan juga kerapuhannya. Miris. Bagaimana bisa dalam sekejap kenangan indah berubah menjadi kenangan terburukmu? Bagaimana bisa kehidupan indah yang penuh kedamaian, harus dihancurkannya hanya demi perempuan yang menangis dan meminta pertolongan darinya. Paris, yang dikatakan wanita itu sebagai nama sebenarnya karen orang tuanya begitu menginginkan menginjak kota Paris tersebut. Paris, wanita muda yang terlihat begitu rapuh, cantik, ceria namun matanya mengandung luka. Wanita yang ingin diberikan perlindungan oleh Lian, menumbuhkan perasaan kelakiannya yang tak pernah dirasakannya saat bersama Ayu yang kuat dan juga mandiri. Malam itu, Lian membawa Paris menuju dongeng yang selalu diidam-idamkannya. Menjadi pemimpin. “Kau keterlaluan. Aku sudah bersikap sangat baik denganmu dan ini balasanmu?” Pria itu masih belum puas dengan jawaban Paris, tak mengerti mengapa ada wanita yang sanggup membalas rasa iba dan kasih sayangnya seperti ini, “Aku memberikan segalanya. Bahkan mengambil uang yang seharusnya nggak ku kacaukan dan aku pikir, itulah yang membuat Ayu mengetahui tentang hubungan kita,” Lian menatap ke dalam manik mata perempuan di hadapannya yang tak menunjukkan rasa bersalah sama sekali, “Aku memberikan segalanya dan begini balasanmu!” Lanjut Lian yang rasanya ingin meledak. Ingin menghantam perempuan itu bila saja ia tak dilahirkan dari Rahim seorang wanita dan begitu menjunjung tinggi wanita, maka ia akan melakukannya. Sejak kecil, wanita yang melahirkannya sudah menanamkan pemikiran bila wanita itu harus disayangi dan diperlakukan lembut, memukul wanita adalah kesalahan yang tak mungkin ia lakukan meski hatinya begitu marah dan juga hancur saat ini. “Kamu mau memukulku?” Wanita itu tersenyum mengejek, “Kamu lemah dan merasa kuat karena bisa menanggung hidupku,” Lanjut perempuan itu dengan tatapan merendahkan. Lian mengeraskan rahangnya dan mendorong perempuan itu. Tak kuat meski dirinya marah. Lian tak ingin melukai fisik perempuan. Ibunya tak pernah mengatakan padanya bila di luar sana ada perempuan seperti Paris. Wanita yang menggunakannya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Perempuan yang ia pikir lemah, malah berhasil membuatnya merasa begitu bodoh. “Kamu akan menyesalinya dan kamu harus segera mengembalikan semua yang ku berikan. Aku nggak peduli lagi,” Pria itu tak tahu bagaimana caranya, namun ia tak ‘kan membiarkan perempuan itu menghancurkannya, “Aku mencintaimu dan perasaanku tulus, meski aku nggak bisa bersamamu. Itu sudah ku tegaskan sejak kita memulai semuanya dan kamu menerimanya.” Wanita itu terbahak, seolah tengah menyaksikan acara komedi secara langsung. “Sayangnya, apartemennya sudah atas namaku dan aku rasa, kamu nggak bisa mengambil,” Perempuan itu tersenyum penuh kemenangan, “Kamu pria malang yang sangat bodoh,” Lanjut Si perempuan seraya menempatkan jari telunjuknya pada dadaaa Lian. Pria itu mengeraskan rahangnya dan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dirinya bergeming karena kebenaran yang perempuan itu sampaikan. Dirinya memang lah Si bodoh yang malang. Perempuan itu tersenyum mengejek dan pergi meninggalkan Lian yang masih berdiri terpaku di tempatnya. Permainan tak lagi menarik dan pria itu tak bisa memberikan apa yang ia butuhkan. Pria itu tak lagi berguna dan tak perlu lagi dipertahankan. Begitulah hidup, mendapatkan dan juag melepaskan hal yang tak lagi bermanfaat, lalu kau kembali melanjutkan hidup. Tak perlu berdiam diri di tempat yang tak lagi bisa membawa kebaikan untukmu. Bibir Lian bergetar, amarah, kebencian, dan rasa dikhianati membuat air mata tak mampu lagi ia bending. Bulir air mata membasahi pipinya. Menghancurkan sanubarinya. Kini, kakinya pun terasa begitu lemah, tak sanggup menahan beban tubuhnya. Setelah semua yang ia lakukan, dirinya harus menghadapi semua kehancuran itu seorang diri. Lian tak boleh kehilangan segalanya. Ia harus mengemis pada Ayu dan membuat perempuan itu tahu kalau dirinya salah. Lian tak lagi ingin menunggu lama. Pria itu bergegas menuju rumah yang dirinya tahu mampu menerimanya kembali. Ayu hanya sedang marah dan perempuan itu masih bisa dibujuk. Lian tahu, bila Ayu mendengarkan semuanya, perempuan itu akan mengiba dan memaafkannya. Manusia mana di dunia ini yang tidak pernah melakukan kesalahan, bukan? Ya, Lian harus segera pergi menemui Ayu. Wanita itu pasti sedang bersedih sendiri di rumahnya. Lian akan menenangkan dan mereka akan berpelukan hangat setelah saling memaafkan. Lian tak ‘kan pernah lagi melakukan kesalahan yang sama. Dirinya yakin Ayu tak sekejam itu padanya. Selang beberapa menit. Lian sudah tiba di rumah dua tingkat dengan perkarangan luas yang sudah ditempatinya bersama Ayu selama dua tahun lamanya. Rumah itu tampak sangat mewah dan untuk masuk ke sana, kau harus melewati beberapa penjaga yang berada di gerbang yang diukir dengan lambang W yang artinya Wijaya. Nama belakang wanita yang memwarisi semua kekayaan keluarganya, Ayu Wijaya. Wanita itu terbiasa hidup bak sultan. Wanita hebat. “Anda tidak diperkenankan untuk datang ke sini, Pak. Bu Ayu yang memerintahkannya langsung,” Ujar seorang kepala pengamanan saat Lian ingin mereka membukakan pagar agar ia bisa masuk dan menemui Ayu, “Sebaiknya Anda segera pergi, sebelum kami mengusir Anda dengan kasar. Bu Ayu nggak mau melihat Anda lagi dan itu perintahnya,” Lanjut Si pria dengan bersungguh-sungguh, namun tubuh besar dan suara baritone pria itu tak mampu membuat Lian gentar. Dirinya harus menjelaskan semuanya pada Ayu agar perempuan itu memaaafkannya. “Ayu adalah istriku dan nggak seharusnya aku diperlakukan seperti ini!” Lian memukul pagar yang tertutup dengan tangannya. Ia akan membuat keributan selama Ayu keluar menemuinya. Ia tak peduli lagi, sedang Si petugas pengaman terus meminta Lian untuk diam dan tak membuat kegaduhan. Tentu saja Lian tak menurut. Ia tak boleh membiarkan masalah mereka terus-terusan dibiarkan begitu saja, ia tak ingin amarah Ayu semakin parah. “Ayu … Ayu … keluar sekarang. Aku harus bicara denganmu!” Lian berteriak seperti orang gila, ia menekan bel yang langsung terhubung ke dalam rumah. Bel yang dilepngkapi dengan kamera yang saat ditekan, orang yang ada di rumah bisa melihat siapa yang menekan bel tersebut. Lian semakin menggila. Ia tak peduli tentang kegaduhan atau mendapatkan pukulan dari petugas keamanan yang kini berjumlah empat orang. Dirinya putus asa dan tak berdaya. Sedetik kemudian, Lian dapat mendengar telpon di pos yang berada di dekat pagar berdering. Pria itu bisa menebak bila panggilan itu pasti dari Ayu. Wanita itu pasti tak tega dan ingin bertemu dengannya. Kali ini, Lian tak ‘kan menyia-nyiakan kesempata keduanya. Selang beberapa menit, pagar terbuka. Tepat dugaannya, para petugas keamanan itu membiarkannya masuk dan mengantarkannya hingga ke depan pintu rumah yang telah terbuka lebar. Hati Lian bergemuruh senang, seolah wanita itu menyambut dan tengah menunggu kedatangannya. “Ayu …” Pria itu segera berlari masuk saat menemukan Ayu yang duduk santai di ruang tamu, wanita itu tampak tengah menikmati kopi yang begitu disukainya. Lian ingat benar, Ayu dan kopi memang tak pernah bisa dipisahkan. Kata Ayu, kopi membantunya berpikir. Tak seperti dugaannya, perempuan itu tampak baik-baik saja, tak ada bekas menangis, dan terlihat santai. Lian segera berlurut di hadapan Ayu dan memeluk erat kedua kaki perempuan itu. Sedetik kemudian, tangisnya pun pecah. “Maafkan aku, Yu. Aku melakukan kesalahan,” Lian mengemis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN