MMB - Part 8

2048 Kata
2 jam yang lalu Langkah kaki Rula membawanya melewati lorong kantor yang mulai sepi. Waktu sudah menunjukkan jam pulang kerja dan sebagian karyawan sudah meninggalkan meja kerjanya masing-masing. Rula melewati ruangan Jane, ia buka pintu ruangan itu dan melihat Jane yang masih berkutat dengan komputernya. Rula melangkah masuk ke dalam, "tidak pulang?" tanyanya berdiri di depan meja kerja Jane. "Kau duluan saja, masih ada pekerjaan lagi yang harus aku selesaikan," ucap Jane fokus pada layar komputernya. "Ya, sudah. Aku pulang dulu kalau begitu," Jane menganggukkan kepala, "hati-hati," Rula berlalu dari ruangan Jane, dengan tubuh yang tegap dan langkah kaki yang tampak percaya diri Rula keluar dari lift yang sebelumnya ia naiki. Rula keluar dari gedung Fancy Me, ia melangkah menuju parkiran yang mana bersamaan dengan itu sebuah mobil warna hitam berhenti tepat di depan Rula, dan pemilik dari mobil itu adalah Jay. Ia tersenyum ke arah Rula sesaat setelah menurunkan kaca jendela mobilnya. Rula tidak membalas senyuman itu, ia berniat ingin melewati mobil Jay namun suara pria itu menghentikannya. "Tunggu dulu Rula." ucapnya turun dari mobil. Rula menarik nafasnya dengan panjang, "kenapa?" Rula menatap Jay yang di depannya dengan kedua alis yang bertaut. "Jangan menunjukkan sikap tidak sukamu secara terang-terangan begitu, kau membuatku sedih." Mendengar penuturan Jay, perlahan alis Rula berubah menjadi datar. "Kenapa?" tanya Rula kembali. Jay mengulum senyumannya, "kau mau pulang bersamaku? Sekalian aku mau mengajakmu-" "Tidak bisa Jay. Aku membawa mobil," putus Rula dengan cepat. "Kan mobilnya bisa ditinggalkan di sini, kau pulang bersamaku saja," Jay menyentuh pergelangan tangan kanan Rula. Dan wanita itu menatap sejenak tangan Jay. "Kau tidak perlu menyentuhku-" "Rula?" Tiba-tiba suara yang sangat familiar terdengar oleh Rula. Wanita itu langsung melepaskan tangan Jay darinya lalu melihat sosok yang menyapanya dari balik tubuh Jay yang menjulang di depannya. Jay menggeser tubuhnya sedikit lalu menoleh ke belakang. "Paman Ben?" Paman Bentley melambaikan tangannya sembari tersenyum lebar ke arah Rula. "Hai!!" "H-hai," balas Rula dengan sedikit ragu. Tiba-tiba firasatku tidak enak! "Arthur mana?" tanya paman Bentley mendekat ke arah Rula. Jay yang masih ada di sana mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan dari orang yang tidak ia kenal itu. "A-Arthur masih... di dalam," ucap Rula gugup lalu menggigit bibirnya dengan keras. "Oh, masih kerja toh. Ya sudah, kau pulang bersamaku saja," "Ha?" Rula menyahut ucapan paman Bentley dengan cepat. "K-kenapa aku harus pulang-" "Ya, karena kita satu arah kan?" Iya juga sih, dia kan tinggal di depan unit ku! kesal Rula dalam hati. "Tapi, paman-" "Lagi pula keluarga Domarion mengundangku ke rumah mereka. Kau pasti tau itu kan?" "Ha?" "Ha ho ha ho, kau itu ya, kenapa setiap kali aku bertanya selalu jawabannya seperti itu?! Kau itu tidak perlu gugup ketika berbicara denganku, aku kan juga orang tuamu!" "Ha?" "Sudah, ayo kita pergi. Mereka sudah menunggu kita," "T-tapi, paman-" "Kau bersama temanmu ya?" kedua mata paman menatap Jay yang sedari tadi diam mendengarkan percakapan mereka. "Siapa namamu, kalau aku boleh tau?" tanya paman Bentley mengulurkan tangannya pada Jay. Jay menyambut uluran tangan pria paruh baya itu, "panggil saja Jay, paman." balas Jay dengan tersenyum ke arah paman Bentley. Paman Bentley menatap dari bawah ke atas penampilan Jay. "Kenapa anak muda jaman sekarang sangat pandai bergaya?" "Maaf?" Paman Bentley tersenyum hingga kerut di matanya terlihat jelas, ia lepaskan salamannya lalu perhatiannya kembali pada Rula. "Kenapa kau melamun? Ayo, nanti kita terlambat. Maaf ya, Jay. Aku harus membawa calon pengantin Arthur ini, karena mertuanya sedang mengadakan pesta." Kedua mata Rula reflek membesar ketika mendengar ucapan tidak berdasar dari paman Bentley. Mati aku! "C-calon-" "Permisi ya, Jay." ucap paman Bentley menarik tangan Rula agar masuk ke dalam mobilnya yang mana di sana sudah ada istri dan ketiga anaknya. Jay sendiri masih termangu di tempatnya. Ia tidak salah dengarkan? R-Rula akan menikah? Dengan Arthur? "Siapa Arthur? Banyak kejadian yang aku lewatkan di sini." ucapnya menatap mobil paman Bentley yang berlalu dari hadapannya. *** "Apa yang kalian inginkan itu tidak akan pernah terjadi!" Arthur menatap semua yang ada di ruang makan keluarga Domarion. Olivia yang tadi mengusulkan untuk menetapkan tanggal pernikahan Arthur reflek menoleh ke arah anaknya itu. "Tidak akan ada pernikahan yang kalian inginkan! Aku tidak akan menikah! Baik itu dengan Rula atau pun dengan wanita lain!" ucap Arthur pergi dari sana. Semua yang ada di sana saling pandang kecuali... tiga anak kecil di samping Rula yang memang tidak mengerti permasalahan yang sedang dibicarakan oleh orang dewasa di hadapan mereka dan tetap menyantap makanannya dengan tenang. Sedangkan Rula sendiri menatap punggung Arthur yang perlahan menjauh, tubuhnya yang lesu semakin terlihat lesu ketika mendengar perkataan Arthur. Apa yang membuat pria itu tidak mau menikah? Apa dirinya bukan kriteria yang ia inginkan? Apa Arthur memiliki kriterianya sendiri? Lalu... kriteria wanita yang seperti apa yang Arthur inginkan? Jika pria itu mau mengatakannya, Rula pastikan dirinya akan bisa seperti yang Arthur inginkan. Rula ingin Arthur, tapi Arthur tidak menginginkannya. Kepala Rula tertunduk, ia menarik nafas dengan berat. Olivia yang ada di sampingnya sadar akan perubahan itu. Ia mengusap kepala Rula. "Apa yang diucapkan oleh Arthur tadi jangan terlalu kau pikirkan, okay? Dia hanya sedang kesal, mommy akan coba bicara dengannya nanti," bisik Olivia menggenggam tangan Rula. Rula tersenyum ke arah Olivia, beruntung sekali Arthur memiliki orang tua kandung yang sangat pengertian seperti Olivia. Andaikan saja ia memiliki keluarga kandung, pasti dirinya juga akan di sayang seperti ini. Tapi, hidup bersama keluarga angkat yang juga sangat menyayanginya bak anak kandung sendiri pun sudah membuat Rula sangat bersyukur. Bersyukur karena bertemu dengan keluarga yang sangat baik dan mau menerimanya. Ah.. aku jadi rindu mommy dan daddy. "Kita lanjut makan malam?" tanya Olivia kepada semua yang ada di sana. "Kita lupakan sejenak tentang masalah Arthur, sekarang kita makan dulu." ucap Olivia tersenyum kepada semua yang ada di sana. "Of course, Olivia. Rugi aku jika tidak menghabiskan makanan lezat ini," gurau paman Bentley-membuat semua yang ada di sana tertawa. Witna hanya tersenyum mendengar lelucon paman Bentley. Sedari tadi matanya terus menatap Rula. "Ibu, ayo makan," ucap paman Bentley mengalihkan perhatian Witna. Witna kembali menyendok makanannya dengan mata yang terus memandangi Rula di ujung sana. ^^^ Bibir yang bergerak di atas kulit yang lembut itu, menghisapnya lalu menggigitnya. Tangannya pun tidak tinggal diam, tangan itu bergerak menyentuh pundak, d**a dan turun ke paha- "Aaa!!!" Arthur berteriak dengan suara tertahan di dalam kamarnya, ia acak-acak rambutnya karena ia mengingat kejadian, dimana ia mencium Rula. "Apa yang aku lakukan!! Kenapa aku bisa menciumnya?!" Arthur memegangi kepalanya, ia yang duduk di balkon kamar merasa resah dan gelisah. Resah akan apa yang sudah ia lakukan kepada Rula dan gelisah jika Rula akan berpikir yang tidak-tidak tentang dirinya. "Aaa!! Alkohol benar-benar sudah membuatku gila!" Arthur sibuk dengan kegelisahannya sedangkan Olivia sibuk menguping dan ingin tau apa yang sedang Arthur lakukan di kamarnya sekarang. Dengan telinga yang menempel di pintu kamar wanita paruh baya itu mencoba mendengar apa yang terjadi di dalam sana, ya.. walaupun caranya itu tampak tidak akan berhasil karena ia sama sekali tidak mendengarkan apa-apa. Sedangkan di lantai bawah, keluarga Waverly tampak berpamitan dengan keluarga Domarion karena mereka sudah di undang untuk makan malam bersama dan meminta maaf karena sudah membuat kegaduhan. Di sana juga ada Rula dan anak yang menyebabkan Rula tercebur ke dalam kolam berenang terlihat memeluk tubuh Rula dengan erat dan ia kembali meminta maaf kepada wanita itu. Setelah keluarga Waverly pergi dari hadapan mereka, Lucas hendak mengajak Rula untuk naik ke lantai dua, karena ada yang ingin ia tanyakan tapi Witna lebih dulu meminta Rula untuk berbicara dengannya. Dan Lucas mengalah, ia mengijinkan Witna untuk berbicara terlebih dahulu bersama Rula. Dan di sinilah Rula sekarang, duduk mematung di ruang baca milik Witna. Witna yang duduk di kursi roda menatap Rula yang tampak tegang. "Aku tidak akan memakan mu, jadi kau tidak perlu tegang seperti itu." sarkas Witna. Rula hanya bisa tersenyum canggung kepada Witna dan tubuhnya sedikit rileks mendengar ucapan nenek Arthur itu. "Aku tidak akan basa-basi. Aku hanya ingin tanya, apa benar kau kekasih Arthur?" Senyuman canggung milik Rula perlahan menghilang dari wajahnya. Kekasih? "Aku lihat kalian memang sedikit dekat tapi.. itu tidak terlihat sebagai kekasih, mungkin lebih.. ke teman?" ucap Witna lagi. Ya, kau benar nek. Bahkan hubungan ini tidak bisa di bilang teman. Aku dan Arthur hanya sebatas karyawan dan atasan. Mengingat itu saja sudah membuat tubuh Rula kembali lesu. Realita yang sedang Rula hadapi sekarang lebih pahit ketimbang khayalannya tentang Arthur. Ia yang halu tentang pria itu yang menyukainya, lalu suatu saat bisa hidup bersama dengannya. Ah... di umur yang hampir masuk kepala tiga, ia masih saja suka mengkhayal! Sepertinya aku harus mengubah itu semua. "Rula?" "Ya?" "Kau belum menjawab pertanyaan ku," "Oh, iya," Rula tersenyum tak enak pada Witna. "Aku dan Arthur tidak pernah menjalin hubungan nek." Witna mendengarkan, ekspresinya tidak menunjukkan tanda-tanda terkejut ketika mendengar penuturan dari Rula. "Saat di rumah sakit waktu itu, aku tidak sengaja bertemu dengan paman Ben. Saat itu aku ingin menghubungi Arthur tapi tidak menyebut namanya dengan embel-embel kata, pak," "Maksudmu?" "Aku bawahan Arthur di kantor nek." Witna ber 'oh' ria, "lanjutkan," "Dan di saat itu pula, paman Ben dengar dan tanpa mendengar penjelasanku terlebih dahulu, paman Ben menarik tanganku dan... kesalahpahaman itu terjadi begitu saja," ucap Rula dengan suaranya yang perlahan menghilang dan kepala yang tertunduk. "Ben tidak pernah berubah! Selalu saja seenaknya!" omel Witna lalu kembali menatap Rula, "sepertinya kesalahpahaman itu membuat Olivia menyukaimu," Rula mengangkat kepalanya. "Jarang-jarang aku melihat Olivia tersenyum lepas seperti tadi." Witna mengingat kembali bagaimana ekspresi wajah Olivia saat tau kalau Rula datang bersama keluarga Waverly. Saat itu, Olivia langsung keluar dari dapur dan berlari kecil menghampiri Rula padahal itu baru pertemuan keduanya bertemu dengan Rula. Tapi Olivia tampak sudah sangat menyukainya. "Lalu aku harus apa nek?" Witna menatap Rula dengan wajahnya yang bingung. "Apa yang harus aku lakukan? Arthur tidak menyukaiku dan juga... apa sebaiknya aku beritahukan kesalahpahaman ini pada mommy dan daddy? Mereka harus tau tentang ini, kan?" "Kau yakin ingin memberitahukan semuanya kepada mereka?" "Ha?" "Jika mereka tau, bukannya itu akan merugikan mu? Mereka tipe yang suka mendengarkan, dan jika menurut mereka apa yang terjadi adalah kesalahan maka mereka akan menerimanya begitu saja. Mereka tidak akan melakukan apa pun untukmu. Kau bisa kehilangan Arthur. Apa lagi Olivia, saat ini dia sedang gencar-gencarnya mencarikan jodoh untuk Arthur," "Nenek jangan bercanda," Rula berdiri dari duduknya, kedua tangannya mencengkram pinggiran kaos yang ia kenakan. "Untuk apa aku bercanda, kau tidak lihat pengumuman yang Olivia buat dan dia tempelkan di mading kantor? Itu salah satu contohnya. Bahkan dia menerima calon dari kalangan apa pun untuk anaknya," Dengan ekspresi wajah yang menyiratkan kegelisahan, Rula kembali duduk di tempatnya. "Lalu aku harus apa nek?" "Kenapa kau tanya aku? Tanyakan sendiri kepada dirimu, apa yang harus kau lakukan agar Arthur menjadi milikmu." *** Rula keluar dari kamar Witna, ia berdiri mematung di depan pintu dengan isi kepala yang terus mengingat ucapan Witna. Di saat sibuk dengan isi pikirannya, dari arah tangga terdengar suara Arthur dan Olivia, mereka tampak sedang beradu argumen dan itu dapat di dengar oleh Rula. Wanita itu bergerak menjauh dari kamar Witna. "Apa yang salah dengan Rula? Dia wanita yang baik, dia juga wanita yang mendekati kriteria yang mommy suka," Olivia terus berbicara kepada Arthur sembari menuruni anak tangga. "Arthur," Olivia menahan lengan anaknya itu sesaat mereka sudah di lantai bawah. Arthur menatap Olivia, "mommy bilang, dia mendekati kriteria mommy kan? Ya sudah, mommy saja yang menikah dengannya, toh mommy yang suka dengannya," "Arthur!!" "Mommy," suara Rula mengalihkan perhatian mereka. Dengan tubuh yang tegap, ia melangkah dengan percaya diri ke arah Arthur. Sesampainya di samping Arthur, Rula langsung merangkul tangan pria itu. "Apa yang kau lakukan?" sungut Arthur dan mencoba untuk melepaskan tangan Rula darinya. Rula tidak mendengarkan, "mommy tenang saja, Arthur dan aku akan tetap bersama." Mendengar itu membuat ekspresi wajah Arthur sedikit syok, "what?" "Tapi.. kalau rencana untuk menikah, bisa dibahas-nya nanti-nanti saja? Arthur tampaknya belum siap untuk membawaku ke jenjang yang lebih serius. Iya kan sayang?" ucap Rula tersenyum ke arah Arthur dan merebahkan kepalanya ke bahu pria itu. Di dalam kamar, Witna mengintip mereka bertiga dan melihat semua adegan itu. Dimana Rula mempertahankan kesalahpahaman yang terlanjur sudah terjadi. "Akhirnya kau memilih jalan yang sesuai keinginanku nak," senyuman penuh arti milik Witna muncul di wajahnya. "Dan darimu juga, perlahan-lahan aku bisa membuat anak pungut itu keluar dari rumah ini! Akan ku jadikan kau mainanku, Rula!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN