MMB – Part 2

2086 Kata
“Sampai kapan ibu akan bersikap seperti itu kepada anakku?” Witna menolehkan kepalanya ke arah Olivia yang duduk di sampingnya. “Setiap pagi selalu mengajak aku dan Lucas beradu argumen dan topiknya selalu membahas Arthur yang bukan siapa-siapa dari keluarga ini. Ibu lupa atau memang melupakannya? Arthur anakku dan Lucas, ibu tidak berhak memperlakukannya seperti orang asing-“ “Buktinya dia memang orang asing, kan?” Olivia memutar kepalanya ke arah Witna yang menatapnya. “Kau memungutnya dari panti asuhan-“ “Ibu!” Olivia memperingati, “kau orang yang berpendidikan, bukan? Apa pantas seseorang yang memiliki gelar profesor berbicara seperti itu? Arthur cucumu-“ “Darah Domarion tidak pernah mengalir di tubuhnya! Dia bukan cucuku! Dia cucu dari orang lain yang entah dimana keberadaannya sekarang! Dia juga mengetahui fakta kalau dirinya hanya anak pungut dari panti asuhan! Dia bahkan bisa mencari tau keberadaan orang tua yang sudah membuangnya tapi tidak pernah dia lakukan! Kenapa? Karena jika dia melakukan itu yang ada dia akan menyesal, menyesal karena sudah meninggalkan keluarga kaya yang sudah mau memungutnya-“ “Ibu, stop! Berhenti mengatakan Arthur anak pungut!!” teriak Olivia berdiri dari duduknya dan menatap marah Witna yang tampak santai. “Cukup hanya diriku yang pernah kau hina karena tidak bisa memberikan keturunan untuk Lucas! Tidak untuk Arthur yang tidak pernah membuat kesalahan apa pun kepadamu! Di sini hanya kau yang sangat sulit menerima keberadaannya, suamimu bahkan menyukainya, jangan lupakan itu! Ingat satu hal, bu. Tatapan dan sorot mata Arthur sangat mirip dengan Ayah! Bahkan kau pun tau! Jangan terus bersembunyi dibalik rasa benci jika kau sendiri diam-diam menatap anakku ketika merasa rindu dengan suamimu!” Mendengar ucapan yang Olivia lontarkan membuat Witna menutup kedua matanya sejenak, ia menarik nafas dengan pendek. “Kau selalu membahas suamiku jika sudah marah seperti ini,” ujar Witna sesaat setelah membuka matanya. “Duduklah, kau membuat semua pelayan melihat ke sini. jangan sampai Lucas tau kalau kita bertengkar dari mereka.” Olivia menoleh ke arah beberapa pelayan yang memang saat ini sedang menatap ke arahnya dan Witna. Saat ini mereka sedang duduk di teras rumah setelah sarapan. Jika sudah bertengkar dengan ibu mertuanya itu, Olivia memang tidak bisa menahan emosinya dan reflek berteriak dan itu mengundang perhatian pelayan mereka. Dan beberapa dari mereka akan mengadu pada Lucas. Ketika tau pun, Lucas hanya akan memperingati Olivia agar tidak terlalu keras pada Witna karena mengingat penyakit yang ibu mertuanya itu idap. Dan Olivia pun membela diri, jika ia tidak akan pernah bisa menahan emosinya kepada Witna yang selalu saja memperlakukan Arthur dengan buruk. Respon Lucas pun santai, terkadang suaminya itu juga selalu mencoba untuk tetap sabar menghadapi sikap ibunya yang memang sangat sulit menerima keberadaan Arthur di tengah-tengah mereka. “Aku mohon padamu, bu. Jika tidak bisa menerima Arthur di keluarga ini, setidaknya kau tidak memperlakukannya dengan buruk. Setiap pagi selalu mengajak kami bertengkar dan topiknya selalu sama. Apa ibu tidak bosan-“ “Aku tidak akan berhenti sampai anak itu keluar dari rumah ini.” Mendengar jawaban yang keluar dari mulut Witna membuat kepala Olivia kembali menoleh ke arahnya. Dengan tatapan mata terkejut ia kembali berteriak kepada ibu mertuanya itu. “ibu mencoba untuk mengusir anakku?!!” ⁎⁎⁎ Pandangan mata yang datar dan tampak tidak tertarik Arthur berikan kepada Lucas yang saat ini sedang menjelaskan tentang apa saja yang harus ia lakukan selama bekerja di kantor. Ia menggaruk lehernya ketika merasa apa yang Lucas terangkan tidak bisa tersimpan lama di kepalanya. “Dad, apa aku harus melakukan ini?” “Harus, son.” balas Lucas sembari menyerahkan beberapa map ke tangan Arthur. “Daddy tau kan kalau aku tidak mudah percaya dengan orang lain? Kalau aku menggantikan posisimu apa itu tidak akan merugikan perusahaan yang sudah kau dirikan ini?” ujar Arthur menatap jijik map yang Lucas berikan untuknya. Lucas tersenyum mendengar penuturan anaknya itu. “Malahan itu akan bagus. Kau bisa memilih siapa saja investor yang benar-benar serius bekerja sama dengan perusahaan kita. Jika kau sudah melihat para petinggi-petinggi itu dari dekat kau akan tau betapa kotornya pekerjaan yang mereka bangun. Semua kemewahan yang kau dapatkan sekarang, itu tidak mudah aku jalani, son. Banyak tantangan yang aku lalui dan itu menyangkut kejujuran dan kepercayaanku terhadap orang lain.” Lucas menyentuh pundak Arthur. “Kau anakku, calon pewaris ku, jadi tidak boleh ada kata tidak yang keluar dari bibirmu untuk pekerjaan ini. Kau harus melakukannya.” Arthur tidak menjawab. Tidak boleh ada kata tidak. Gumam Arthur dalam hati dengan tatapan yang terarah pada map yang Lucas berikan tadi. Jika itu keinginan daddy, maka aku harus menjalaninya. Daddy membutuhkan aku dan mungkin dari sini pula, nenek akan mau menerimaku. Dia akan bisa melihat keseriusanku untuk mengurus semua ini. Arthur menarik nafasnya dengan panjang lalu tersenyum ke arah Lucas yang sedang menatapnya. “Baiklah dad. Aku harus mulai darimana?” ^^^ “Oh my god!! Kau tau tidak, Arthur tadi melihat ke arah ku!!” Rula tampak bersemangat menceritakan tentang kejadian singkat beberapa saat yang lalu pada Jane yang saat ini memperhatikannya sembari memakan cemilan yang ada di tangannya. “Aku harus bisa menarik perhatiannya, Jane. Ibunya sendiri yang mengumumkan kalau siapa yang bisa menarik perhatian anaknya akan menjadi menantu dari keluarga-“ “Kau terlalu percaya diri Rula.” Rula dan Jane serentak menoleh ke arah Wein yang berdiri tidak jauh dari mereka, dengan kedua tangan yang terlipat di depan d**a, Wein mendekat ke arah mereka. “Tampaknya kepercayaan dirimu terlalu tinggi! Hanya karena Arthur melihat ke arahmu, jadi kau berpikir akan bisa menarik perhatiannya?” Wein berucap dengan ekspresi wajah mengejek ke arah Rula. Rula yang mendengar itu memutar matanya dengan bosan. Wein rekan kerja yang tidak ia sukai. Bukan dirinya saja yang tidak menyukai wanita itu namun sebagian besar karyawan wanita di kantor ini memang tidak menyukai wanita itu karena sikapnya yang suka seenaknya dan egois. Sepengetahuan Rula, Wein tidak memiliki teman selama bekerja di sini. entah wanita itu sadar atau tidak tapi ia masih saja tidak mengintropeksi diri agar mau berubah. “Lalu apa masalah mu?! Kalau aku sangat percaya diri kenapa? Kau tidak suka?!” balas Rula dan Jane yang mendengar itu berusaha untuk menahan senyumannya. Wein tersenyum sinis ke arah Rula, ia merendahkan sedikit tubuhnya, menatap wajah Rula dengan datar lalu berbisik tepat di depan wajah wanita itu. “Ya, aku tidak suka kalau seseorang mencoba merebut apa yang seharusnya menjadi milikku! Kau pikir, dirimu pantas untuk Arthur? Kau lupa darimana asalmu?” tangan Wein bergerak menyentuh rambut hitam panjang milik Rula. “Apa perlu aku mengingatkannya? Kau bukan berasal dari keluarga kaya, kau hanya seorang perempuan yang hidup di panti asuhan, lalu ada keluarga yang mau mengadopsi mu dan menjadikanmu bagian dari keluarga mereka! Kalau bukan karena mereka, kau tidak akan bisa hidup mewah dan mampu untuk bekerja di sini sekarang!” Mendengar perkataan yang Wein lontarkan membuat Rula mengepalkan kedua tangannya di atas paha dan menatap marah wajah Wein yang ada di depannya. “Kenapa? Marah mendengar ucapanku? Apa ada yang salah dengan ucapanku?” Jane yang sedari tadi masih di tempatnya, mencoba mendengar apa yang Wein katakan kepada Rula. Namun ia tidak bisa mendengar satu kata pun yang wanita itu ucapkan kepada temannya. Mata Wein melirik Jane yang tampak ingin tau percakapannya bersama Rula. “Camkan ucapanku, Rula. Aku tidak pernah main-main, jika aku melihatmu mencoba untuk mendekati Arthur maka kau akan melihat apa yang bisa ku lakukan kepadamu.” setelah mengucapkan itu Wein pergi dari hadapan Rula. “Apa yang dia katakan Rula?” tanya Jane menatap wajah Rula yang tampak memerah. “Are you okay?” tanya Jane kembali, namun Rula tetap tidak menggubrisnya. Kau pikir aku akan takut dengan ancamanmu?! Semakin kau melarangnya akan semakin gencar pula aku mendekati Arthur! Kita lihat saja Wein! Kau akan terkejut ketika melihat diriku bisa menaklukan Arthur! Dan kau tidak akan bisa menghina diriku seenaknya lagi! ⁎⁎⁎ Langit perlahan bergeser menjadi gelap, Arthur yang sedari pagi tidak henti-hentinya berkutat dengan kertas-kertas yang diberikan oleh Lucas tampak lelah, tubuhnya terasa kaku karena terlalu lama duduk, bahkan lehernya terasa sakit karena terus menunduk. Ah.. sepertinya pekerjaan ini benar-benar tidak cocok untuknya! “Kau akan terbiasa dengan kegiatan ini, son.” Lucas tersenyum ke arah Arthur yang sibuk menggerak-gerakkan tubuhnya. Semua pekerjaan masih belum selesai dan itu akan mereka lanjutkan besok mengingat waktu yang sudah larut. Arthur hanya balas tersenyum. Mereka keluar dari ruangan itu, suasana kantor sudah sepi. Arthur dan Lucas masuk ke dalam lift, pria dua puluh delapan tahun itu memilih menyandarkan punggungnya di dinding lift dan menatap punggung Lucas. “Apa setiap hari daddy seperti ini?” Lucas reflek menolehkan kepalanya ke belakang ketika mendengar pertanyaan Arthur. “Tidak terlalu sering, hanya saat pekerjaan benar-benar banyak maka aku akan semalaman di kantor.” ujarnya kembali menghadap depan. Arthur berpindah ke sisi kiri Lucas, “dad, apa menurutmu aku tinggal sendiri saja?” Pertanyaan itu tiba-tiba keluar dari bibir Arthur, Lucas bahkan langsung menatap matanya dan tampak terkejut. Sebenarnya ini sudah lama Arthur pikirkan, lebih baik ia tinggal sendiri daripada harus melihat adegan pertengkaran orang tuanya dengan sang nenek setiap pagi karena terus membela dirinya. “Jangan membual, Arthur.” ujar Lucas menyebut namanya dengan lengkap dan menatapnya dengan serius. Lucas jarang menyebut atau pun memanggil nama Arthur karena pria itu sering memanggil anaknya dengan sebutan son. Arthur cukup tertegun melihat raut wajah Lucas, apa dirinya salah bicara? “Aku tidak akan mengijinkan mu, kalau pun kau meminta kepada mommy-mu maka responnya pun akan sama. Kau tidak boleh tinggal jauh dari kami. Jika kau mempertimbangkan itu karena nenek, jangan terlalu anggap serius ucapannya, dia hanya masih tidak menerima kepergiaan kakekmu. Matamu sangat mirip dengan kakek, apalagi ketika kau sedang menatap sesuatu itu persis sama seperti tatapan suaminya.” Lucas mengulas senyuman, ia elus wajah Arthur dengan lembut. “Jangan pernah berbicara seperti itu lagi dan jangan pernah menyinggungnya di hadapan mommy-mu, mengerti?” Arthur langsung menganggukkan kepalanya, tampaknya dirinya memang sudah ditakdirkan untuk bersama selamanya dengan keluarga Domarion. Arthur dan Lucas keluar dari lift, melangkah menuju basement. “Oh iya, sehabis sampai nanti, kau langsung masuk saja ke kamarmu, jangan hiraukan panggilan mommy-mu, okay.” Mendengar suruhan yang tiba-tiba Lucas lontarkan, membuat kening Arthur berkerut tidak mengerti, namun ia juga tidak mempertanyakan kenapa ia harus melakukan itu. ia masuk ke dalam mobil dan duduk di balik kemudi lalu membawa kendaraan roda empat itu keluar dari area kantor. ^^^ Rula terbaring terlentang di atas ranjang kamar miliknya yang serba putih, ia menghela nafasnya dengan lelah dan kembali mengingat ucapan Wein kepadanya. Wanita itu memang sering menyinggung perasaannya terlebih lagi tentang dirinya yang hanya anak angkat keluarga Rayburn. Ya, itu lah nama keluarga yang sudah berbaik hati menjadikannya bagian dari mereka. Hidup di keluarga yang berkecukupan tidak membuat Rula manja, ia tidak mau dibilang hanya menumpang hidup bersama keluarga Rayburn dan tidak melakukan apa pun. Rula anak ketiga dari pasangan Rayburn yang sebenarnya sudah dikaruniai dua anak laki-laki yang jarak umurnya cukup jauh dari Rula. Alasan ia di angkat jadi anak mereka karena ibunya ingin memiliki anak perempuan. Keinginan itu tidak terwujud karena sang ibu tidak boleh mengandung kembali, yang Rula tau alasannya karena kesehatannya. Dulu, pasangan Rayburn itu sudah sepakat untuk cuma memiliki dua anak tapi sang istri ingin anak perempuan yang bisa ia dandani. Karena masalah kesehatan yang tidak memungkinkan untuk sang istri hamil kembali, maka suaminya memilih mengadopsi anak. Dari banyaknya anak di panti asuhan mereka memilih Rula untuk menjadi bagian dari keluarga Rayburn. Saat itu Rula masih berusia satu tahun dengan nama Agatha. Pengurus panti asuhan sendiri yang memberikan nama itu dan mereka menemukan Rula di depan pintu yang sengaja di tinggalkan oleh orang tuanya. Nama Rula sendiri dipilih oleh ibu angkatnya dengan alasan, nama itu terdengar bagus dan jarang digunakan oleh kebanyakan orang. Rula yang mengetahui alasan dibalik pemberian nama itu hanya bisa menatap wajah ibunya dengan sorot mata keheranan. Ia pikir akan ada artinya tapi ternyata tidak. Dan lagi pula ia yakin pasti ada orang lain yang juga memiliki nama yang sama seperti dirinya hanya saja itu tidak di diketahui oleh sang ibu. Rula mengubah posisinya menjadi duduk, ia jangkau tasnya lalu mengeluarkan ponselnya dari dalam sana. “Lebih baik aku menghubunginya,” gumamnya sembari melangkah menuju balkon kamar. Ia tempelkan ponselnya ke telinga dan menunggu seseorang yang ia hubungi itu untuk mengangkat panggilannya. Kedua mata Rula reflek membesar dan ujung bibirnya tertarik ke atas. “Akhirnya kau mengangkat teleponku, Kakakku tercinta.” To be continued ---- Thurs, 08 Sep 2022
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN