Bab 4

1492 Kata
Sky memeluk boneka unicorn barunya erat. Menciumi boneka gemas, sesekali tangannya menarik tanduk unicorn kemudian tertawa. Ini bukan pertama kalinya Julian memberikannya boneka. Sudah ada Teddy bear dan Melody serta Hello Kitty di tempat tidurnya. Hanya saja ini adalah boneka unicorn pertamanya dari Julian. Ia memang sudah mempunyai tiga boneka unicorn sebelumnya. Satu dari Daddy, satu dari Atta, dan satu lagi dari Om Bara. Om Bara memberikan saat ulangtahunnya yang ke lima belas sebulan yang lalu. Sementara Julian memberikannya gelang perak yang tak pernah dia lepas dari tangannya sampai sekarang. Sky tersenyum. Julian memang selalu memberikannya hadiah. Seminggu sekali. Ada saja yang dibelikan pemuda itu untuknya. Apalagi kalau Julian habis jalan-jalan dengan Rere atau Rachel atau Anggi atau siapa lagi. Perempuan berambut pendek yang dia tidak tahu namanya. Kata Julian hadiah dari gadis-gadis itu. Sky tidak pernah mempermasalahkan teman-teman perempuan Julian yang datang berkunjung ke rumah pemuda itu. Meskipun setelahnya mereka pergi atau mendekam di dalam kamar. Kata Julian mereka mengerjakan tugas. Bukankah dia dan Jesline kalau mengerjakan tugas juga selalu di dalam kamar? Bang Juan juga seperti itu. Kadang kalau Emma, pacarnya, datang juga sering mendekam di dalam kamar atau kalau tidak mereka keluar. Hidung mungil Sky mengerut. Memikirkan apa yang dikerjakan Julian bersama teman gadisnya di dalam kamar. Apakah sama seperti yang dikerjakan Bang Juan dan Kak Emma, ataukah sama seperti yang mereka lakukan? Julian mengajarinya bermain gitar, kadang juga membantunya mengerjakan pekerjaan rumah. Entahlah. Sky mengangkat bahu. Setelahnya beranjak dengan tangan memeluk boneka unicorn-nya. Ia akan pergi ke rumah Jesline. Toh Bunda masih belum pulang dari luar kota. Daddy juga beberapa hari lagi baru pulang dari perjalanan bisnisnya. *** Suara petikan gitar mengalun memenuhi kamar bernuansa hitam putih itu. Julian mengurung diri di dalam kamar setelah pulang dari nonton bersama Sky tadi sore. Bertemu Om Bara yang mengantarkan Jesline pulang membuat moodnya memburuk. Sungguh rasanya ia ingin menghajar Om-nya itu kalau mengingat apa yang dikatakan Sky beberapa waktu yang lalu. Julian tak habis pikir, gadis di luaran sana sangat banyak. Tapi kenapa Om Bara justru memilih Sky untuk disukai. Dasar p*****l! "Abang!" Julian menoleh. Jesline berdiri diambang pintu. "Mau boneka sama kayak punya Sky!" Julian memutar bola mata. Kembali memetik gitarnya. Tapi, kenapa Jesline tahu soal boneka baru Sky? Jangan-jangan... Julian meletakkan gitarnya tergesa. Melangkah keluar kamar, meninggalkan Jesline yang berkacak pinggang di depan pintu kamarnya. Apa mungkin Sky disini? Celaka! Om Bara belum pulang dan kemungkinan Sky akan bertemu dengan Om Bara kalau gadis itu ke sini. Julian mengerang. Entah kenapa tangga rumahnya terasa lebih panjang dari sebelumnya. Pemuda itu mempercepat langkah begitu terdengar suara khas yang sudah sangat familiar dengan telinganya bercampur dengan suara baritone seorang pria dewasa sedang bercanda. Julian mengepal, Sky-nya duduk di sofa ruang tengah sambil tertawa bersama dengan Om Bara. Cepat Julian menghampiri mereka. Duduk tepat ditengah-tengah mereka sebelum tangan besar Om Bara sempat membetulkan rambut pirang Sky yang tersibak. "Julian!" Pekikan kaget Sky dan Om Bara yang bersamaan terdengar sangat menggangu di telinga Julian. "Don't you dare to touch my gurl, Unc!" Julian memberikan tatapan membunuh pada Om-nya. Dan tersenyum manis pada Sky. "Hi, baby." Julian mengacak sayang rambut gadisnya. "Why don't you tell me that you here?" "Mau bilang tadi. Kan ke sini mau ketemu kamu. Tapi, Om Bara bilang duduk sini dulu. Temani Om Bara ngomong dulu. Om Bara bentar lagi pulang katanya." "Gitu?" tanya Julian dengan senyum yang dibuat sewajar mungkin. Padahal di dalam hati Julian sangat ingin meninju Paman kurang ajarnya. Sky mengangguk polos. Alisnya berkerut melihat Om Bara mengibas-ngibaskan tangan menyilang dengan cepat selama dia bicara tadi. Dan sekarang pria itu menepuk pelipisnya. "Om Bara kenapa? Sakit kepala ya?" tanya Sky polos. Matanya mengerjap-ngerjap dalam keingintahuan. Julian cepat berbalik menghadap Om-nya. Melihat Om Bara yang gelagapan dan salah tingkah, pemuda itu tahu kalau Om Bara memberi kode pada Sky agar tidak mengatakan apa-apa padanya. Tatapan dingin terpancar dari mata hitam Julian. Senyum sinis dan mengejek tersungging dibibir sexy-nya. Om Bara tidak tahu sepolos apa Sky. Gadisnya tidak akan pernah berbohong pada siapa pun apalagi padanya. Sky akan selalu mengatakan semuanya tanpa ditutup-tutupi. "Om Bara emang sakit kepala kok, baby." Julian menatap Sky sekilas. "Makanya dia harus pulang. Sekarang!" Menekankan kata sekarang Julian menggertakkan giginya. Bara menyipitkan mata. Julian mengusirnya. Secara halus. Dari tatapan mata hitam itu yang seolah ingin mengulitinya hidup-hidup, Bara sadar kalau Julian sudah mengetahui semuanya. Kalau dia telah jatuh cinta pada kekasih keponakannya itu dan berniat merebut Sky dari Julian. Bara mengembuskan napas. Perang terbuka akan berlangsung mulai sekarang. Dia yakin akan memenangkan pertempuran, mengingat reputasi Julian sama buruknya dengannya. Bara berdiri. Memberikan senyuman paling memikat pada Sky, kemudian meraih kunci kontak mobil di meja. "Om pulang dulu, Sky." Sky mengangguk. Gadis itu juga tersenyum, melambaikan tangannya. "Bye, Om!" "Julian!" Bara mengangguk begitu tatapan iris hitam itu jatuh padanya. Setelahnya pria tampan itu menemui Ibunya di kamar wanita itu untuk berpamitan. Julian mengembuskan napas lega. Menggenggam tangan Sky erat, membawa gadisnya naik ke kamarnya. "Om Bara mana?" tanya Jesline yang berpapasan di tangga. "Udah pulang?" Julian menghiraukan pertanyaan itu, malas menanggapi adiknya. Pemuda itu meneruskan langkah tanpa menghiraukan Jesline yang menatapnya dengan mulut melongo. Untung Sky sempat mengangguk mengiakan sebelum pintu di tutup dengan keras dari dalam. Sky berjengit kaget, bonekanya hampir terlepas dari cengkeraman tangannya. Menoleh cepat pada Julian yang membanting tubuh pada ranjang. Sky mendekatinya perlahan. Duduk hati-hati di sebelah Julian yang memejamkan mata. Tangannya memeluk boneka unicorn erat. Menggigit bibir, Sky mulai mengajak Julian bicara. "Julian?" "Hn?" Sky mengerucutkan bibir melihat Julian yang masih memejamkan mata. "Ngantuk ya, kok mejamin mata?" tanya Sky lirih. Takut kalau Julian marah. Bukankah Julian sudah melarangnya dekat-dekat Om Bara? Dan tadi ia bicara akrab dengan Om Bara. Julian menggeleng, terlalu enggan membuka mulut. ia perlu menormalkan napasnya yang memburu, sekaligus menurunkan emosinya yang terlanjur meningkat karena kejadian tadi. Julian mengepal mengingat bagaimana Om Bara berusaha menyentuh gadisnya. Sky cemberut, Julian menghiraukannya. Julian terus saja memejamkan mata tanpa menghiraukan dirinya yang duduk menunggu pemuda itu. "Julian?" "Hn?" Jawaban ambigu itu lagi. Sky makin cemberut. Sepertinya Julian memang tidak berniat untuk mengajaknya bicara. Lalu, untuk apa Julian mengajaknya ke kamarnya? Sky menusuk-nusuk kasur empuk yang didudukinya bosan. "Aku mau pulang!" Sky berdiri dengan sebelah tangan masih memeluk boneka unicorn pemberian Julian, sebelum sebelah tangan yang lain dihela Julian. Sky berbalik, menatap Julian yang ternyata masih memejamkan mata. Sky mengernyit, heran bagaimana Julian bisa menangkap tangannya sementara pemuda itu masih belum membuka mata. "Jangan pulang!" Onix itu perlahan terbuka. Julian bangun dari rebahannya, duduk di sisi ranjang. Menarik Sky perlahan sampai gadis itu duduk di pangkuannya. Julian langsung membenamkan wajahnya diceruk leher gadisnya. Menghirup aroma bedak bayi yang selalu menenangkannya. "Jangan pulang dulu. Stay please!" bisik Julian parau. Sky mengejang sesaat. Bibir Julian menyusuri leher putihnya, mengecup-ngecup tak beraturan. Meninggalkan jejak basah dan dingin yang tak sengaja membuat Sky menggigil. Pegangan pada boneka unicorn terlepas, boneka malang terjatuh ke lantai. "Ju-Julian..." Sky berusaha mendorong d**a Julian menjauh dengan kedua tangannya. Dia membutuhkan ruang yang lebih luas untuk bernapas. Julian membuatnya sesak. Julian membingkai wajah cantik itu. Onix sekelam malam menghunjam mata biru Sky. "Promise me!" bisik Julian di depan bibir Sky. "Jangan deket-deket apalagi sampe ngomong sama Om Bara lagi!" Sky mengerjap beberapa kali. Benar apa yang dipikirkannya tadi, Julian marah karena dia bicara dengan Om Bara. Sky mengulum bibir. "I'm sowwy," cicitnya lirih. Julian mengembuskan napas berat melalui mulut. Berusaha mengurangi rasa membakar di paru-parunya. "It's okay. But please..." Julian menarik tengkuk Sky dan melumat bibir peach itu beberapa saat sebelum meneruskan. "Please don't do that again! It's hurt me." Sky mengangguk patuh. Mata birunya menatap Julian polos. Menjatuhkan kepalanya di bahu kekar itu, Sky memejamkan mata. "Ngantuk." Sky menguap. "Ya udah tidur aja." Sekali lagi Sky mengangguk. Rasanya dia tak dapat bicara lagi. Membuka mata pun rasanya berat. Kantuk mengambil alih kesadarannya. Samar masih dirasakannya Julian yang mundur ke tengah tempat tidur. Berbaring perlahan dengan dirinya yang masih di pangkuan pemuda itu. Dengan perlahan juga Julian memiringkan tubuhnya, mendaratkan tubuh mungil Sky di sisinya. Menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka, Julian memeluk gadisnya erat. Mengecup pucuk kepala bersurai pirang itu lama. Julian memejamkan mata, membiarkan mimpi menariknya. Membawanya ke alam bawah sadar dengan Sky yang berada dalam pelukannya. Sungguh keadaan ini menyiksa. Julian harus mati-matian menahan diri agar tidak menerkam gadisnya. Mereka memang sudah sering seperti ini, dan setiap itu juga Julian harus tersiksa. Tapi dia tetap tak ingin menyentuh gadisnya lebih intim. Sky berbeda dari barisan para jalang yang menawarkan diri mereka selama ini padanya. Sky terlalu muda dan polos untuk dirusak. Dia tak ingin menyakiti gadis yang dicintainya. Tidak ada yang tahu kalau dia mengencani jalang-jalang itu hanya untuk menyalurkan kebutuhannya. Oh ayolah, dia pemuda normal yang membutuhkan pelepasan saat kebutuhan biologisnya mendesak untuk dipenuhi. Dan tidak ada seorang pun laki-laki normal menolak perempuan yang mendatangi mereka bukan?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN