Bab 2

1434 Kata
Julian menekuk muka. Jengkel dengan kelakuan Atta yang selalu saja rusuh dan heboh. Tapi kalau tidak ada Atta juga rasanya sepi. Julian mengembuskan napas kesal. Ingin rasanya melemparkan Atta ke kutub Utara, tapi nanti dia tidak punya sahabat lagi. Suara berisik dari depan membuat Julian berdiri dan berjalan menuju ruang tamu. Adiknya, Jesline dan si imut Skyla yang notabene kekasihnya sedang bergosip. Entah apa yang dibicarakan kedua gadis remaja itu, terlalu berisik baginya. "Shut up, Jes!" Julian melemparkan bantal sofa pada adiknya yang membuat gadis berambut coklat kepirangan itu memelototinya. "You too noisy!" Kesal, Jesline balas melempar bantal yang tadi mengenai kepalanya itu. "Abang aja rese!" Gadis itu menjulurkan lidahnya. "Benerkan, Sky?" Jesline menatap sahabatnya meminta dukungan. "Kita kan nggak ganggu dia ya?" Sky hanya mengerjap bingung. Kedua kakak-beradik itu selalu saja ribut kalau mereka bertemu. Kebiasaan yang membuat Sky tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan Jesline. Julian tersenyum menang. Melangkah ke arah gadisnya, pemuda itu memeluk gadisnya dari belakang dan mencium pipi yang kemerahan. "I miss you, baby. How you doin'?" "I miss you too." Sky tersenyum manis. Jesline cemberut melihat pemandangan mesra di depannya. "Ingat kali ada jomblo di sini!" sindirnya. Julian terkikik geli. Tanpa memedulikan adiknya yang misuh-misuh tak karuan, Julian menarik gadisnya menuju kamarnya di lantai dua. "Abang, Jes mau ngerjain PR sama Sky!" *** "Julian, digantungin tuh apa?" Julian yang asyik memetik gitar kesayangannya berhenti. Fokusnya teralih pada gadis mungil di depannya. "Kayak gimana?" Julian mengerutkan keningnya bingung. "Maksudnya?" Sky membetulkan duduknya supaya lebih nyaman sebelum menjawab. "Tadi Om Bara bilang dia sakit karena aku gantungin ia kayak taro snack yang dijual di warung depan komplek." Mulut sexy Julian terbuka membentuk huruf O, kemudian menutup dengan rahang mengeras. Niat untuk tertawa diurungkannya. Dasar Om sialan! makinya kesal dalam hati. Bisa-bisanya dia terus mencoba menikung keponakannya sendiri. Fvck uncle! "Julian..." Sky menggoyang-goyangkan lengan pemuda itu. "Kok nggak jawab sih?!" Gadis mungil itu cemberut. Julian tersenyum kaku. "Emang Om Bara ngomong apa sih, kok bisa pake gantung-gantung segala?" Skyla mengerjap beberapa kali kemudian angkat bahu. Julian menggaruk pelipisnya sambil meringis. Susah bertanya pada Sky, harus ekstra sabar. Julian mengembuskan napas melalui mulut. Sabar, July. "Maksud aku...." Julian berpikir sejenak sebelum meneruskan, mencari kata-kata yang akan mudah dicerna oleh otak polos Sky. "Om Bara ada ngomong apa sama kamu, kok tiba-tiba jadi gantung-gantung kayak gitu?" Julian bersedekap. Sky memiringkan kepala dengan bibir mengerucut, berusaha mengingat. Hidung mungilnya mengerut lucu. "Nggak ngomong apa-apa," jawabnya sambil menggeleng polos. Sekali lagi Julian mengembuskan napas dari mulutnya, kali ini lebih keras dari sebelumnya. Sampai-sampai perhatian Sky yang fokus pada gitar Julian yang bersender manis di tempat tidur pemuda itu teralihkan pada wajah tampan di depannya. Tetap sabar, July. Orang sabar banyak pacar. "Om Bara nembak kamu?" tanya Julian dengan menyabarkan diri. "Nembak?" ulang Sky kaget. Mata birunya melebar. Julian mengangguk. Sky cemberut, bibirnya mencebik. "Julian gimana sih, kok pengen aku mati?" Julian melongo tak kalah kaget. "Julian jahat hiks." Julian kelabakan sekarang. Skyla Rosaline Smith menangis. Think fast, July. Hurry! Jangan sampai suara tangisan Sky terdengar oleh Mommy, atau telinga gantengnya akan mendapatkan jeweran cantik lagi dari sang Ibu Ratu. "Kok jahat? Nggak lah, Sky." Julian berjongkok di depan Sky yang duduk di sisi tempat tidurnya. "Kan aku pacar kamu. Nggak jahat dong." Julian membelai pipi mulus itu. Menghapus air mata gadisnya. "Julian hiks pengen aku mati hiks." Julian membelalak. "What?" pekiknya panik karena Sky masih menangis. Pemuda tampan berambut gelap itu berdiri cepat. "Hell no!" "Nggak boleh ngumpat hiks." Sky menghapus air mata menggunakan punggung tangannya. "Julian hiks harus dihukum." Julian kelabakan. Dihukum? What? No lah! Memangnya dia anak kecil apa? "Mommy Cass..." Julian yang makin panik tanpa pikir panjang langsung mencium Sky. Membungkam mulut Sky yang akan berteriak memanggil Mommy dengan bibirnya. Permata biru Sky membola. Meskipun ini buka pertama kali Julian menciumnya, tapi gadis lima belas tahun itu tetap terkejut karena gerakan Julian yang tiba-tiba. Sky memukul Julian yang membungkuk di depannya pelan. Dia hampir kehabisan napas. "Please forgive me." Julian menyatukan kedua tangannya di d**a. "I love you, baby." Menyatukan kening mereka, Julian mengusap bibir Sky yang mengkilap oleh air liurnya. "No cry no more. Please!" Sky mengangguk patuh. "Jangan peduliin Om Bara. Dia cuma pengen ganggu kita aja." Sky mengangguk lagi, walaupun dia tidak mengerti apa yang dimaksud Julian. Julian membawa Sky duduk di ranjangnya, dipangkuannya. Sebelah tangannya membelai pipi mulus itu. Sebelah yang lain memeluk pinggang Sky posesif. "Om Bara pernah bilang suka sama kamu?" Sky mengerutkan kening berpikir. Tak lama, gadis berambut pirang itu mengangguk. Julian mengepal. Rahangnya mengeras. Om Bara keterlaluan! Maunya apa sih? Fvck! Fvck! Fvck! "Julian?" Julian tersenyum kaku. "Terus kamu jawab apa?" "Nggak aku jawab." Julian mendesah lega. Sebelum Sky melanjutkan perkataannya yang membuat Julian sesak napas. "Aku bilang aku juga suka Om Bara..." "What?" pekik Julian tertahan. Shock! "Kan Om Bara Om kamu, juga Om-nya Jesline. Om bang Juan juga, makanya aku bilang suka." "Kamu bilang gitu sama Om Bara?" Sky mengangguk polos. "Hu-um." Julian mengembuskan napas lega. Mempunyai pacar yang pikirannya sepolos bayi harus memiliki kesabaran super ekstra. Tahan banting. Atau akan berakhir di rumah sakit karena terserang stroke. Julian tersenyum, memeluk Sky dan menyembunyikan wajahnya dilekukan leher gadis itu. Menghirup aroma bedak bayi yang selalu menguar dari tubuh Sky. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Jesline cemberut. Kedua kakinya menghentak kesal. Gara-gara Julian pekerjaan rumah yang akan dikerjakannya bersama Sky jadi tak tersentuh sama sekali. Dengan wajah menekuk Jesline masuki ruang makan, duduk di kursi sebelah Julian yang sudah terisi oleh penghuninya. "Putri Mommy cantik banget pagi ini." Sindiran halus Sandra untuk putri tunggalnya. Wanita cantik itu tersenyum. Jesline makin cemberut. "Mommy nggak lucu!" Bibir Jesline mengerucut. Gemas dengan tingkah adiknya, Julian mencubit bibir yang manyun itu. "Abang!" jerit Jesline kesal. "Sakit tau!" Gadis lima belas tahun itu mengusap bibirnya, kemudian mengadu pada Sandra. "Mom, bang Julian jahat. Cubit bibir Jesline, kan sakit." Sandra menggeleng pelan. Kelakuan Julian dan Jesline yang tak pernah akur saat di meja makan salah satu hiburan rutin sebelum makan. Senyum manis terbit di bibir wanita itu. Putra keduanya tidak pernah berubah, selalu saja suka menjahili adik bungsunya. Tapi dia tahu, Julian sangat menyayangi jesline. Begitu pun Jesline, putri bungsunya itu juga sangat menyayangi abangnya yang jahil. "Bang, udah mau makan ini lho." Tegurnya lembut. Julian terkikik. Mengacak rambut Jesline yang sudah tertata rapi. Sekali lagi Jesline memekik kesal. Gadis itu cemberut. "Hm!" Deheman dari si sulung Juan menghentikan kelakuan kakak-adik yang selalu ribut itu. "Breakfast!" Julian dan Jesline menurut. Memakan sarapan mereka dalam diam. Tapi Juan tahu, di bawah meja, kaki kedua adiknya masih saling menginjak. *** "Bang Juan nggak bisa jemput kita. Dia ada meeting di kantornya." Sky mengangguk paham. Gadis berambut pirang itu mendudukkan bokongnya di bangku halte yang tak jauh dari sekolah mereka, halte tempat mereka biasa menunggu Juan. Jesline juga ikutan duduk setelah tadi menelpon Mommy, memberitahu kalau sekolah mereka sudah bubar. Jesline mengembuskan napas kasar, kesal dengan Mommy yang tak membolehkan mereka diantar-jemput supir. "Kita pulang naik apa, Jes?" Sky bertanya sambil mengipas-ngipas wajahnya dengan tangan. Sore ini memang lebih panas dari biasanya. Matahari masih terlihat garang walaupun sudah hampir tenggelam. "Nggak mau naik taksi. Takut." Wajah cantik Sky mengerut. Bibir mungilnya mengerucut. Jesline juga menggeliat takut. Gadis itu menggeleng. Keseringan kejahatan di dalam taksi membuat kedua gadis belia itu membuang jauh-jauh pilihan itu, memaksa mereka menggunakan alternatif lain. "Kita naik grab aja gimana?" usul Sky setelah berpikir beberapa saat. "Emangnya kamu punya aplikasinya?" tanya Jesline menatap Sky. Sky menggeleng lemah. Jesline menopang dagu dengan kedua tangan yang bertumpu pada pahanya. "Aku juga nggak punya." Jesline mendesah kecewa. Diinn! Suara klakson sebuah mobil yang berhenti tepat di depan mereka membuat kedua gadis itu menoleh bersamaan. Tersenyum saat tahu mobil siapa yang berhenti itu. Jesline langsung menghampiri mobil itu begitu kaca mobil diturunkan, menampakkan wajah si pengemudi. Julian tersenyum pongah di balik kacamata hitamnya. "Tumben Abang jemput." Jesline mengernyit. Julian melepas kacamata hitamnya hanya untuk menunjukkan alis tebalnya yang terangkat sebelah. Pemuda tampan itu keluar dari mobil, menghampiri Sky yang masih duduk di halte. "Hei, baby." Julian langsung duduk di sebelah gadisnya. "Pulang sekarang?" "Hum." Sky mengangguk riang. Julian tersenyum. Menarik tangan Sky menuju mobil. "Kamu duduk belakang, Jes," ucapnya pada Jesline yang bersiap untuk masuk ke dalam mobil. "Udah tau!" sahut Jesline ketus. Gadis itu segera memasuki mobil, memasang sabuk pengaman begitu Julian menjalankan mobil. "Awas jangan pacaran aja lho, Bang! Kita masih di jalan!" Julian mendelik tajam. "Anak kecil nggak usah ikut campur!" hardiknya ketus. "Bobo aja sana!" Jesline mendengus. Membuang muka melihat keluar jendela. Menghiraukan Sky yang menatapnya bingung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN