cerita anak menantu part 2

1496 Kata
TETAP SELALU SALAH Aku merasa perlu memiliki kegiatan diluar agar aku tidak terlalu fokus dengan keadaan dan situasi dirumah. Aku mengirim lamaran kerja ku ke beberapa kantor, ada rasa pesimis karena ragu dengan latar belakang ku yang hanya lulusan SMA. Aku sebenarnya punya keahlian dalam bidang fashion karena setelah lulus SMA aku sempat sekolah mode satu tahun, namun karena terbentur modal aku tidak bisa memulai usaha yang sejak dari kecil menjadi impianku. "Ra, kamu masih cari kerja? kebetulan tempat suami aku kerja lagi cari resepsionis, kalo kamu minat bisa coba masukin lamaran nya besok pagi" (message from Ocha) Ocha adalah temanku, dia mengabariku tentang lowker di kantor suaminya, tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini aku menyiapkan lamaran kerja yang akan aku bawa besok pagi . Alhamdulillah, aku keterima kerja di perusahaan yang cukup besar dan gaji yang lumayan besar. Aku memberi tau kabar gembira ini pada suamiku, dan dia pun cukup senang mendengar nya. Pagi ini adalah hari pertamaku ke kantor. Aku bahkan belum punya baju untuk kerja, aku hanya menggunakan kemeja putih dan celana hitam yang aku punya. Karena pekerjaan suamiku yang belum tetap aku sungkan meminta baju baru kepadanya. "Selamat pagi pak, saya Aira paradisty" aku memasuki ruangan berdinding kaca . "Oh ya silahkan duduk" sapa laki-laki paruh baya dari balik meja. Dia adalah manager di perusahaan ini, Pak Imam namanya. Pertemuan kami pagi itu membicarakan pekerjaan apa saja yang akan menjadi tanggung jawab ku, dan Pak Imam juga memintaku memakai riasan wajah karena aku berada di bagian fornt office . Setelah dari ruangan Pak Imam, aku di bawa mengelilingi kantor oleh Ibu Neti. Beliau memperkenalkan ku kepada karyawan lain. Tempat yang menyenangkan karena ramah tamah orang nya. Aku bekerja dari pukul 07.30 dan pulang pukul 16.00. Awalnya aku pergi kerja ikut Mas Fandi dan pulang di jemput Mas Fandi lagi. Tapi akhirnya setelah gaji pertama ku keluar, aku beranikan diri untuk mengambil cicilan motor . Karena aku memerlukan kendaraan ketika Mas Fandi tidak sempat mengantarku . "Assalamualaikum mah, ini Aira bawa bahan dapur sama s**u buat mama" aku mendatangi Ibu mertua ku yang sedang menyiapkan makan malam di dapur. "Eh Aira, wah gajian ya . makasih loh udah belanjain mama" ibu tersenyum melihatku. Memang sejak aku bekerja, ibu jauh lebih baik dari sebelumnya. Mungkin karena kita jarang ketemu atau karena aku bisa membantu Mas Fandi mencari nafkah. Tapi keadaan ini cukup membuatku sedikit lega. " Gaji isterimu berapa Fan?" tanya Mas Dawud pada Mas Fandi. Aku mendengarkan percakapan mereka di samping rumah dari dalam kamar, karena kebetulan ada jendela dari kamar ku yang mengarah ke mereka. "Lumayan mas, di atas UMR di tambah insentif setengah gaji" jawab Mas Fandi yang masih mengutak Atik motornya. "Lumayan ya, perusahaan nya besar soalnya itu. Lia aja mau dapet gaji UMR full harus lembur-lembur . Apa lagi sejak hamil dia sering izin, mangkanya harus nggantikan uang jaga ke temennya" Mas Dawud menjelaskan. Mba Lia adalah seorang perawat di rumah sakit swasta di Bogor. Aku masih masuk kerja meskipun saat ini sedang ada Mas Dawud dan Mba Lia, rasanya baru satu bulan yang lalu mereka kesini bersama dengan Mas Aris dan Mba Nita, mungkin ada urusan yang aku gak perlu tau itu sebab nya mereka kesini lagi. "Ra, kok kamu agak gemukan ya. keliatan lebih berisi" kata Yuli dia office Girl di perusahaan ini. "Masa sih Yul" tanyaku sambil memegang pinggangku. Hari ini aku sudah telat 4 hari, belum datang bulan. Aku sibuk kerja belakangan ini sehingga tidak begitu memikirkan siklus haid ku. Sepulang kerja aku mampir ke apotek untuk membeli beberapa tespek. "Kok kamu beli banyak banget" tanya Mas Fandi yang sudah lebih dulu pulang. "Iya mas, aku belum haid bulan ini, tadi kata Yuli aku gemukan. Aku juga ngerasa cepet capek gak kaya biasanya" aku menjawab sembari ganti baju. 3 bulan aku menikah, aku selalu telat haid tapi selalu negatif saat aku tes. Aku merasa ngantuk sekali malam ini, sehabis makan malam dan solat isya aku langsung tidur. Aku bangun pagi dan langsung ke kamar mandi, tidak lupa membawa cawan kecil dan tespek yang kemarin aku beli. Ku kedip-kedipkan mataku, karena lampu kamar mandi nya tidak terlalu terang, aku membawa nya sampai kekamar setelah mengambil wudhu. Aku melihat ada 2 garis dengan satu garis yang lainnya samar. "Mas, coba deh liat ini satu apa dua" aku membangunkan Mas Fandi . "Dua sayang ini, tapi kok yang satu nya samar ya" ucap mas Fandi yang sibuk menerangi tespek ku dengan senter. "Kamu hamil sayang" Mas Fandi memelukku dengan bahagia. Aku akan mengulangi tesnya lagi nanti, hanya saja aku sering merasa mual saat usai sarapan. Aku juga merasa mudah lelah walau hanya berjalan dari motor hingga ke lobby. "Yul, ini satu apa dua ya " aku menunjukan hasil tespek ku pada Yuli. "Wih ini dua Ra, hamil kamu" sahutnya sambil memegang tespek ku. Ku lihat lagi tespek ku, yang garisnya semakin jelas ketika sudah mengering. Aku segera mengambil handphone dan mengirim foto tespek itu ke Mas Fandi. "Nanti malam kita periksa ya" Mas Fandi langsung menelpon ku saat melihat itu. Aku lebih hati-hati kali ini, aku menurunkan laju motorku selama perjalanan pulang, Sesampainya dirumah aku melihat Mas Fandi sudah di depan pagar menyambutku, belum juga aku turun dari motor Mas Fandi memeluk ku dan menciumiku. Tampak sekali dari raut wajah nya rona bahagia yang terpancar, aku pun sama. "Mah, Aira hamil" Mas Fandi membawa ku ke dapur mendatangi ibu. "Oo hamil " jawaban ibu tampak sangat biasa saja, tidak ada ucapan syukur apa lagi ungkapan bahagia. Ibu tetap meneruskan kegiatan nya mengelap meja. Aku yang sedari tadi berdiri di samping Mas Fandi justru merasakan sedihnya hati suamiku yang tidak di sambut baik oleh ibunya. Kami jadi periksa malam ini, aku sudah mendaftar lewat telepon . "Mah, aku nganter Aira periksa dulu ya" Mas Fandi dan aku berpamitan di ruang makan. "Mau periksa dimana fan?" tanya Mbak Lia . "Ke dokter Novi mba" jawab Mas Fandi. "Wah mahal loh itu, kenapa gak di bidan aja ?" Mbak Lia menoleh ke arahku. "Iya Fan, ngapain ngabisin uang banyak-banyak untuk ke dokter, dulu mama juga cuma di bidan" ketika ibu mengatakan itu aku merasa tidak di dukung sama sekali disini. "Gapapa mah, ada kok uang nya" jawab Mas Fandi santai. Setelah perdebatan yang melukai hatiku, akhirnya kami berangkat periksa. "Usia kehamilannya sudah 5 Minggu ya pak" kata dokter Novi yang masih sibuk dengan alat USG di atas perutku. "Oh iya dok" Mas Fandi tampak antusias dengan penjelasan dokter. "Nah, harus di jaga aja pokoknya, jangan capek-capek dulu karena kehamilannya masih muda banget" dokter Novi meresepkan beberapa macam vitamin untukku. Setelah selesai kami pulang, di jalan kami mampir ke supermarket untuk membeli s**u hamil dan buah. Sesampainya dirumah aku dan Mas Fandi langsung tidur. Pagi harinya, seperti biasa akan selalu ada kata-kata pedih yang aku dengar di meja makan. "Dulu jaman mama ga ada tu minum s**u segala, makan sayur aja cukup" mama keluar dari kamar mandi. Aku hanya diam sambil meneruskan mengaduk s**u yang hendak ku minum. " Mau Aira antar mah?" tanyaku. Aku tidak ingin menyakiti kehamilanku dengan mencerna setiap perkataan ibu. Aku tetap mengantar nya ke toko seperti biasa meskipun aku sedang hamil. Aku langsung siap-siap untuk kerja setelah mengantar ibu. Dan menyiapkan sarapan untuk Mas Fandi. "Kamu aku anterin aja ya" Mas Fandi memegang tanganku . "Gak usah mas aku bisa kok berangkat sendiri" jawabku. "Tapi aku hari ini pengen nganter kamu" Mas Fandi merayu ku. Akhirnya aku luluh juga dan berangkat kerja dengan Mas Fandi. Karena aku berangkat di antar Mas Fandi, itu artinya aku pulang juga di jemput Mas Fandi. " Assalamualaikum" kami masuk ke rumah. Belum juga aku sempat duduk ibu sudah nyeletuk dari meja makan. "Hamil itu jangan terlalu di manjain, nanti jadi nya males, terus buat apa kamu beli motor kalo masih harus minta anter Fandi? Kantor kamu tu jauh loh Ra, kasihan Fandi bolak balik" kata ibu. Seperti ada panah yang menusuk ku dari depan, dan menancap tepat di dadaku. sakit sekali. "Aku yang mau kok mah" Mas Fandi menjawab. "Aku mandi dulu ya mah" aku melanjutkan langkahku ke kamar mengambil baju bersih. "Coba kamu liat itu Lia, dia juga hamil setiap hari juga kerja disana, tapi gak pernah ngerepotin Dawud" aku mendengar ibu masih membicarakan ku di meja makan. "Yaudah, besok juga Aira udah kerja sendiri kok mah, tadi juga aku yang maksa, aku yang mau anter dia" terdengar Mas Fandi sedikit membelaku. Ibu terdiam dengan jawaban Mas Fandi. Aku makin merasa stress saat awal kehamilanku. Aku merasa lebih di bandingkan dengan Mbak Lia karena kita hamil bersamaan walau selisih 4 bulan. Dalam perjalanan ke kantor yang sangat jauh pun membuat punggung ku lelah di atas motor, belum lagi aku menerima komplain dari customer perusahaan yang berbicara kasar dari telepon. Ada rasanya ingin resign dari kantor, tapi Mas Fandi belum dapat pekerjaan tetap dan aku masih punya cicilan motor yang harus aku bayar setiap bulannya. Aku hanya bisa berdoa semoga aku sabar dalam menjalani hari-hari ku, meskipun semakin kesini terasa semakin berat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN