Semua Wanita Menyerahkan Tubuhnya

1003 Kata
Ariel terbelalak mendengar ucapan manager personalia yang ia ketahui memiliki nama Indra itu. Bagaimana bisa ia ditolak sebelum melakukan wawancara? Kenapa semua kandidat mendapat jatah wawancara, sedangkan dirinya tidak? "Kenapa dengan jenis kelamin saya? Dari tadi saya perhatikan semua kandidat yang melamar berjenis kelamin perempuan. Tapi kenapa pas giliran saya, justru dibatalkan?" tanya Ariel tidak terima. Ia tidak bisa tinggal diam begitu saja, saat haknya tidak diberikan. "Itu atasan kami yang memberi keputusan dan saya tidak bisa berbuat apa-apa," balas Indra menunduk merasa tidak enak. Dari awal ia sudah mengatakannya pada Hazel, bahwa masih tersisa satu kandidat. Namun, atasannya tidak mau melanjutkan wawancara kerja bagi pelamar terakhir. "Saya harus bertemu dengan atasan Bapak. Saya harus tahu alasan, kenapa saya ditolak sebelum melakukan wawancara." Tidak terima dengan keputusan semena-mena calon atasannya. Ariel memutuskan untuk menemui Hazel secara langsung. "Maaf Nona, sebaiknya Nona pulang saja. Atasan kami bukan tipe laki-laki yang akan bersikap baik hanya karena Nona seorang wanita." Indra mencoba mengingatkan agar Ariel mengurungkan niatnya. Ia tahu betul bagaimana sifat baru atasannya satu tahun belakangan ini. "Saya tidak peduli. Apapun yang terjadi nanti, saya tetap harus menanyakan alasannya. Setelah itu, baru saya akan pulang," kekeh Ariel berjalan melewati Indra. "Nona, saya mohon!" Indra bergegas mengejar dan mencegah langkah Ariel. Ia memohon agar Ariel mau mendengarkan ucapannya. "Maaf Pak, saya harus menuntut keadilan!" seru Ariel dengan tegas. Jika ia sudah melakukan wawancara dan mengetahui kekurangannya. Maka ia akan dengan senang hati keluar dari perusahaan itu. "Saya sudah mengingatkan Nona. Jika terjadi sesuatu pada Nona, saya tidak bertanggung jawab," kata Indra berlalu pergi. "Memangnya siapa dia? Seenaknya saja bersikap semena-mena. Aku tidak akan akan membiarkannya begitu saja. Akan kuberi pelajaran dia," batin Ariel sambil berjalan dengan tangan yang terkepal kuat. Ia paling membenci orang yang suka bersikap semena-mena terhadap orang lain. Ketika tepat di depan pintu ruang direktur utama. Ariel memutar kenop pintu dan langsung membantingnya. Hazel tersentak melihat sosok wanita cantik yang masuk sambil mendorong pintu dengan keras. Manik matanya menatap tajam ke arah manik mata amber itu. Manik mata dengan warna kuning tembaga yang sangat langka. Ariel memiliki bentuk wajah oval, kulit putih, hidung mancung, dan tinggi tubuh yang ideal. Sempat membuat Hazel teralihkan dunianya. Namun dalam sekejap, ia kembali ke alam sadarnya. Dengan dahi yang berkerut, ia menatap wanita itu bingung. "Kenapa Anda membatalkan sesi wawancara saya?!" tanya Ariel sedikit meninggikan suaranya, sambil menatap nyalang ke arah pria yang sedang duduk di kursinya. "Bukankah kau sama saja dengan kandidat-kandidat lain?" Bukannya menjawab, Hazel justru bertanya dan mengklaim Ariel sebagai wanita yang sama seperti wanita lainnya. Wanita yang hanya menginginkannya karena ketampanan dan kekayaanya. "Bagaimana Anda tahu jika Anda belum mewawancarai saya?" tanya Ariel nyalang. Meskipun tidak mengerti dengan maksud ucapan Hazel. Namun, Ariel tetap pada tujuannya yaitu mendapat haknya untuk diwawancara kerja. "Menarik," batin Hazel. Ia bangkit berdiri berjalan ke arah pintu dan menutupnya dengan kasar membuat jantung Ariel berdegup kencang karena takut. Namun, Ariel berusaha menutupi rasa takutnya. Ia tidak ingin laki-laki seperti Hazel merasa bangga karena mampu membuatnya ketakutan. Hazel berdiri tepat di belakang Ariel menghirup aroma tubuh wanita itu yang sesaat mampu membuatnya hilang kendali. Bahkan Ariel pun bisa merasakan hembusan hangat dengan aroma mint menyeruak masuk ke dalam indera penciumannya. Tubuhnya menegang merasakan bulu-bulu halus menyentuh telinganya. "Buka seluruh pakaianmu dan jangan sisakan sehelai kain pun. Aku akan menjadikanmu sekretarisku, jika kau mau merangkap menjadi penghangat ranjangku. Tentu saja dengan gaji yang tidak sedikit," bisik Hazel sambil tersenyum menyeringai. Hazel menebak bahwa Ariel akan melakukan perintahnya. Bukan semata-mata karena pekerjaan yang akan Ariel terima. Namun, karena ketampanan Hazel yang mampu membuat semua wanita menyerahkan tubuhnya. Sama seperti wanita-wanita sebelumnya yang pernah menjadi sekretarisnya. Ariel berbalik tepat berhadapan dengan Hazel. Wanita itu menunjukkan senyum yang begitu menggoda. Sampai-sampai membuat Hazel merasa yakin bahwa Ariel akan menerimanya. Sebuah tamparan mendarat di pipi mulus Hazel. Dan yah, Ariel mengangkat tangannya dan menggerakkannya ke arah pipi Hazel. Tamparannya begitu keras hingga meninggalkan jejak telapak tangannya di sana, di pipi yang semula putih kini berubah menjadi merah. "Saya datang ke sini untuk melamar pekerjaan sebagai sekretaris dan bukan untuk menjadi partner tidurmu!" bentak Ariel dengan mata yang berkaca-kaca. Ia menekankan kata partner tidur seperti ingin menjelaskan bahwa ia benar-benar tidak sudi. Tujuannya melamar pekerjaan ini hanya untuk menyambung hidupnya dan juga putrinya. Namun, untuk yang kedua kalinya ia mendapatkan perlakuan yang sama. Selalu dilecehkan oleh atasannya yang membuatnya memilih untuk mengundurkan diri. "Kurang ajar!" Hazel membentak Ariel dengan tangan yang mencengkeram kuat dagu wanita itu. "Kenapa? Bukankah tamparan itu pantas untukmu Pak Direktur yang terhormat!" tanya Ariel nyalang. Ia tidak takut pada siapapun jika memang ia benar. "Cih! Dasar w************n!" Hazel menghempaskan dagu Ariel hingga wanita itu hilang keseimbangan. Beruntung ia tidak terjatuh dan kembali berdiri tegap. Hazel berdiri membelakangi Ariel yang sedang menghapus air matanya. "Bukankah Anda yang terlihat murahan? Meminta calon sekretaris Anda untuk merangkap sebagai partner tidur. Bukankah Anda yang terlihat murahan? Karena bisa tidur dengan wanita manapun." "Ternyata ini alasan kenapa Anda menolak mewawancarai saya. Karena Anda tahu bahwa saya akan menolak tawaran Anda. Benar bukan?" sambung Ariel tersenyum mengejek seolah tahu bagaimana jalan pikiran Hazel. Hazel murka. Ia berjalan ke depan, sementara Ariel terus berjalan mundur. Keberanian yang semula ia tunjukkan, kini perlahan memudar. Terlebih di saat tidak ada lagi tempat berlindung baginya. Karena saat ini, ia tersudut di dinding dalam kungkungan Hazel. Ariel memejamkan matanya mencoba menguatkan dirinya. Menarik nafas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya. Setelah itu, baru ia mendapatkan kembali keberaniannya. Ia menatap nyalang ke arah manik mata keabuan milik Hazel. Seakan keberanian yang ia miliki turun dari langit. Berbekal ilmu bela diri yang kakak iparnya ajarkan. Ariel langsung menendang bagian inti Hazel, membuat sang empu memekik kesakitan. Hazel melompat kesakitan sambil mengapit kedua pahanya. "b******k!" umpat Hazel membalikkan badannya berencana untuk memberi Ariel pelajaran. Namun sayang, sebelum ia sempat memberinya pelajaran. Wanita itu sudah melangkah berjalan keluar. "Lihat saja, aku tidak akan membiarkanmu hidup dengan tenang," gumam Hazel dengan tangan yang terkepal kuat, gigi yang gemertak, dan tidak lupa pula dengan bola matanya yang nyaris melompat keluar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN