BAB 38 – PERMAINAN YANG SEMAKIN BERBAHAYA
Ancaman di Balik Bayangan
Malam itu, Exelina berdiri di balkon penthouse-nya, memandangi gemerlap lampu kota New York. Angin malam yang sejuk mengelus kulitnya, tetapi pikirannya masih dipenuhi kekhawatiran.
Kata-kata Liam terus berputar di kepalanya.
"Aku tahu rahasiamu."
Apa yang sebenarnya dia tahu? Dan seberapa jauh dia akan menggunakan informasi itu untuk menghancurkannya?
Langkah kaki terdengar di belakangnya. Exelina tidak perlu menoleh untuk tahu siapa itu. Keharuman khas Grayson—maskulin dengan campuran aroma oud dan bourbon—langsung memenuhi indranya.
Grayson memeluknya dari belakang, dagunya bertumpu di pundak Exelina. "Apa yang kau pikirkan, Nonaku?" suaranya dalam, mengandung kelelahan yang tersirat.
Exelina menghela napas. "Liam. Dia tidak akan berhenti, bukan?"
Grayson mengeratkan pelukannya. "Tidak. Tapi aku juga tidak akan berhenti sampai dia hancur."
Exelina berbalik menghadapnya, jari-jarinya menyentuh rahang Grayson yang tegang. "Apa yang kau lakukan hari ini?"
Grayson menatapnya dalam sebelum menjawab dengan tenang, "Membersihkan satu pengkhianat."
Exelina tidak bertanya lebih jauh. Ia tahu bahwa di dunia Grayson, kelemahan tidak bisa dibiarkan.
Namun, sebelum ia bisa berbicara lagi, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk.
Nomor tidak dikenal.
> "Kau benar-benar cantik saat ketakutan, Exelina. Sampai jumpa segera."
Jantungnya berdegup kencang. Ia langsung menunjukkan pesan itu kepada Grayson.
Mata Grayson berubah dingin seketika. "Dia sudah terlalu jauh."
Lucas, yang baru saja masuk ke ruangan, mendekat saat melihat ekspresi Grayson. "Ada apa?"
Grayson menyerahkan ponsel Exelina padanya. Lucas membaca pesan itu dan mendecakkan lidah. "Sial, dia pasti punya orang yang mengawasi kita."
Exelina menggigit bibirnya. "Aku tidak suka permainan ini."
Grayson meraih dagunya, menatapnya penuh intensitas. "Permainan ini akan segera berakhir. Dan aku pastikan, Liam tidak akan bisa bermain lagi setelah ini."
---
Liam dan Perang yang Dimulainya Sendiri
Di sebuah bar eksklusif di Manhattan, Liam duduk di sofa VIP, menyesap whiskey mahalnya dengan santai.
Di hadapannya, seorang pria bersetelan mahal duduk dengan ekspresi serius.
"Kau benar-benar yakin ingin melawan Grayson Walker?" tanyanya.
Liam terkekeh. "Aku tidak hanya ingin melawannya. Aku ingin mengambil semuanya darinya."
Pria itu menghela napas. "Kau tahu dia bukan tipe yang bisa dijatuhkan dengan mudah."
Liam menyeringai. "Aku punya sesuatu yang bahkan Grayson tidak bisa lawan. Dan saat waktunya tiba, dia akan berlutut di hadapanku."
Pria itu menatapnya skeptis. "Dan Exelina?"
Senyum Liam semakin melebar. "Dia akan menjadi hadiahnya."
Matanya berkilat dengan obsesi.
Tidak ada yang bisa menghentikannya sekarang.
---
TO BE CONTINUED…