Bab 5 : Pernikahan Niswah (2)

1558 Kata
*Membaca Al-Qur'an lebih utama* Malam semakin larut, beberapa sanak saudara Niswah masih terlihat bercengkrama di ruang keluarga, Nabila segera turun menghampiri nenek Niswah yang telah ia kenal dengan baik, karena beberapa kali Nabila ikut bersama keluarga Niswah untuk mengunjungi kediaman sang nenek. "Assalamualaikum, Nek. Baru sampai?" Nenek Nabila yang baru melihat itupun segera memeluk gadis yang sudah ia anggap seperti cucu sendiri, dengan lembut ia mengelus kepala Nabila sambil tersenyum hangat, membuat Nabila merasa bersyukur sudah mengenal keluarga ini, disinilah ia merasakan apa yang namanya kasih sayang keluarga, yang sejauh ini tidak pernah sama sekali ia rasakan. Nabila memilih duduk di lantai, tepat di kaki sang nenek, posisi ini membuatnya nyaman, ditambah lagi dengan usapan sang nenek di kepalanya, andai sang Ummi masih hidup, mungkin ia juga bisa merasakan ini setiap harinya. "Gimana kuliah-nya, Bil? Lancar?" Tanya sang nenek, menatap gadis yang duduk selonjoran di bawahnya yang sedang duduk di kursi sofa. "Alhamdulillah, lancar, Nek. Cuma yah gitu, susah," jawab Nabila sambil cemberut, mengingat akhir-akhir ini ia sangat merasakan kesulitan di perkuliahan nya. "Namanya kuliah, ndok. Mana ada yang mudah." Nabila berbalik, lalu menaruh kepalanya tepat di pangkuan nenek, ia memang lebih manja jika dibandingkan dengan Nabila, meski dari luar ia terlihat sangar dan pemarah. Keluarga Niswah yang melihat tingkah Nabila pun merasa sudah biasa, mereka juga menganggap Nabila sebagai keluarga, jadi pemandangan seperti ini bagi mereka tidak risih sama sekali. "NABILA!" Semua orang terkejut dan menatap ke arah tangga, disana berdiri gadis yang mengenakan piyama bergambar Pororo tengah memberengut tidak suka. Sanak saudara yang melihat itupun hanya bisa tertawa geli, sebentar lagi akan ada perang dunia diantara dua gadis yang saling melotot satu sama lain. "Apa? Kenapa manggil?" Gadis itu langsung menghampiri Nabila dan menarik kakinya untuk bergeser. "Nenek, kok gak langsung temui Niswah?" Yah, gadis yang sedang merajuk itu adalah Niswah Wardani, sahabat baik dari Nabila Ananda. Kejadian seperti ini bukan hanya terjadi sekali maupun dua kali, tapi sudah sering setiap mereka mengunjungi nenek nya. Nabila akan dengan senang hati membuat Niswah merasa iri, lalu setelah saling melotot dan merajuk, mereka akan kembali berbaikan seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Niswah langsung menggeser tubuh Nabila, membuat Nabila sedikit terjungkal dan kaget melihatnya, apa semua calon pengantin akan seganas Niswah? Jika iya, maka tamatlah sudah. Nabila yang semula ingin membalas Niswah tidak jadi, saat matanya bersibobrok dengan wanita anggun yang duduk di sebelah istrinya bang Naufal. Nabila tidak mengenal wanita itu, setiap ia berkunjung ke rumah kakek-nenek, tidak pernah sekalipun ia melihat gadis yang tengah tertawa dan bercerita bersama Icha, istri Naufal. "Niswah, Nis!" Niswah yang merasa terpanggil pun, mengentikan sejenak aksi manja-manja nya dengan sang nenek, ia lalu menatap Nabila yang tatapan nya tertuju dengan wanita disebelah kakak iparnya, Icha. "Kenapa, Bil? Kok kayak bingung gitu?" "Itu, yang disebelah kak Icha siapa?" Niswah langsung melihat wanita itu lagi, ia pun sedikit lupa, tapi ia tidak asing dengan wajah itu. "Kalian kenapa? Kok bingung gitu," ucap sang nenek yang melihat kedua cucunya tampak terdiam, lalu ia mengikuti arah pandang arah pandang Niswah dan Nabila, akhirnya ia paham, kenapa kedua cucunya tiba-tiba termenung seperti ini. "Itu anak nenek, mbak Syilia namanya." Mendengar itu, sontak kedua gadis tersebut beralih menatap sang nenek meminta penjelasan lebih. "Tapi, Niswah gak pernah liat, Nek." "Iya, selama ini Mbak Lia tinggal di malang." Nabila dan Niswah mengangguk pelan, pantas mereka tidak pernah ketemu. "Yaudah, Nabila sama Niswah pergi tidur, besok kan harus siap-siap." Nabila dan Niswah langsung tersenyum, mereka mengangguk bersamaan, membuat nenek Niswah terkekeh geli, mereka berdua seperti anak kembar jika sedang bersama seperti ini. Nabila menatap Niswah yang berjalan di hadapannya, setelah Niswah menikah nanti, apakah ia masih bisa mengunjungi rumah ini? Apakah ia masih bisa merasakan kehangatan keluarga seperti ini? Karena tidak mungkin ia tiba-tiba datang tanpa diajak oleh Niswah. "Nabila, kenapa melamun?" "Hahahaha... Tidak ada, yaudah kamu tidur, gih!" Niswah menggeleng pelan, ia tau ada yang di pikirkan sahabatnya ini, mengenal Nabila lebih dari 5 tahun, membuat ia sudah mengetahui seluk beluk setiap permasalahan sang sahabat. "Nabil, kamu bukan orang asing, jadi aku tau kamu sedang berbohong," ucap Niswah penuh selidik. Nabila yang ditatap oleh Niswah, hanya bisa terkekeh pelan, sahabatnya ini tau saja jika ia sedang menutupi sesuatu. "Hehehe... Niswah mah, kok tau mulu? Gak seru tau." "Heh! Aku kenal kamu itu dari zaman kamu masih b***k, jadi aku tau kamu lagi nutupin sesuatu, jadi jangan harap bisa lolos dari aku yah, Nabila Ananda." Nabila menggangguk mengerti sembari terkekeh pelan, ia langsung memeluk sahabat satu-satunya ini dengan sayang. "Aku lagi berfikir, kalau kamu menikah, apa aku masih boleh seperti ini ke keluargamu, Niswah?" Niswah mengernyit tidak suka, ucapan Nabila seakan-akan menganggap kasih sayang keluarganya ini hanya karena ada Niswah, padahal tidak demikian. "Maksud kamu apa? Kamu mau bilang, kalau keluarga aku itu sayang sama kamu cuma palsu?" Nabila langsung gelagapan melihat Niswah yang salah tangkap dengan maksud dari ucapannya. "Bukan, bukan seperti itu. Aku hanya segan Niswah, biasanya aku ke rumah kamu kan, ketika kamu suruh, nah sekarang, tidak mungkin aku datang sendiri tanpa di undang. " "Jadi, dengan kata lain, kamu menganggap keluargaku itu bukan keluargamu, yah? Padahal, nenek, ummi, Abi dan lainnya sudah menganggap kamu seperti keluarga, lalu kenapa kamu malah ragu hal itu, Nabil?" ucap Niswah lesu, ia tau ketakutan Nabila, tapi melihat cara berpikir Nabila seperti ini, ia sedikit merasa kesal. "Ma-maaf, aku gak bermaksud seperti itu, kamu tau kehidupan aku, Niswah. Abi yang tidak menganggapku, Abang yang sama sekali tidak peduli segala urusanku, dan banyak hal yang membuat hidupku ini miris...." "Kamu tau semua, aku hanya takut tidak bisa mendapatkan itu lagi dari keluarga ini." Lanjut Nabila dengan suara yang mengecil. Niswah yang melihat Nabila menunduk takut, langsung merengkuh tubuh sahabatnya itu dengan erat, ia tau, perjalanan hidup Nabila tidak seperti kebanyakan orang, kekurangan kasih sayang merupakan kawan sejati Nabila sebelum mengenal nya, dan setelah mengenalnya, Nabila tentu dapat limpahan kasih sayang dari keluarga besar Niswah. Jangan tanyakan, di mana semua keluarga Nabila? Karena pada nyatanya, seluruh keluarga Nabila terutama keluarga dari sisi Ibu, sudah tidak ingin berurusan dengan Nabila, hanya tinggal keluarga dari Abinya lah yang masih peduli, namun semakin kesini, Nabila mulai menarik diri dari keluarga Abinya, karena tidak ingin merepotkan. Bertemu dengan Nabila ketika ospek, Niswah tidak pernah percaya takdir yang di jalani sahabatnya, karena Nabila baru bercerita tentang keluarganya setelah mereka saling mengenal setahun kemudian. "Nabila, dengar aku! Sampai kapan pun, ini adalah keluarga kamu juga, baik ketika aku sudah menikah, maupun sebelum. Jadi, jangan berfikir seperti ini, hati aku sakit lihat kamu ketakutan seperti itu, Nabila." Nabila langsung menangis pilu, ia beruntung sangat beruntung, bisa mengenal Niswah dan keluarganya adalah anugrah terindah yang Nabila sendiri tidak bisa mengungkapkan nya. Mereka berdua akhirnya tertidur dengan saling memeluk satu sama lain, besok adalah hari bersejarah bagi Niswah, dan Nabila akan menyaksikan itu dengan rasa bahagia, haru, dan sedih sekaligus, sedih karena Niswah tidak akan bisa ia ajak tidur berdua, bisa di gantung ia oleh dosen nya itu. Nabila melihat Niswah yang sudah menutup mata, ia tersenyum lembut, gadis di hadapannya ini adalah malaikat dalam hidupnya, pemberi lentera utama, dan ia berharap selanjutnya ia menemukan lentera yang lebih terang. "Aku janji, Niswah. Apapun yang terjadi suatu saat, aku adalah orang pertama yang melindungi kamu, kamu itu malaikatku, jadi kumohon! Tolong baik-baik saja selama kita jarang bertemu seperti ini." Nabila mencium kening Niswah sebagai bentuk sayang terhadap saudaranya, ia selalu memohon kepada Tuhan, agar memberikan ia banyak waktu untuk menerima limpahan kasih sayang Allah, dan juga keluarga Niswah. ------- Nabila bangun terlebih dahulu, ia sedang datang bulan, jadi tugasnya sekarang adalah mencuci muka lalu turun membantu beberapa persiapan untuk nanti, meski sebenarnya sudah rampung seluruh persiapan. Niswah sendiri sudah turun duluan menuju dapur membuat sarapan, ia tau Nabila sedang tidak sholat, oleh karena itu ia tidak membangunkan tadi. Ketika ia keluar dari dalam kamar mandi, sering ponsel nya membuat atensi Nabila menuju benda itu. Ketika melihat nomor tidak di kenal mengirim pesan, dahi Nabila sedikit mengernyit. Ia langsung membalas pesan tersebut. 082223xxxxxx Assalamualaikum... Nabila mengernyit kan dahinya begitu melihat nomor asing masuk ke ponselnya. "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatu ... Siapa?" Balas Nabila. dirinya masih bertanya-tanya mengenai pemilik nomor baru ini. Hingga tak lama kemudian, pesan baru kembali masuk. 082223xxxxxx Kamu melupakan tugas mu, Nabila Ananda. Nabila sedikit berfikir, setelah lima menit kemudian ia baru tersadar, ini adalah pak Dito, dosen yang menyuruhnya mengerjakan tugas se-abrek . Akh! Bagaimana ini? Ia sudah menyelesaikan tugas itu semalam, tapi ia lupa mengirimkan ke email dosen pencabut nyawa tersebut. Mati lah ia! Dengan tangan gemetar ketakutan, Nabila membalas pesan dari Pakzril. "Mohon maaf, Pak. Kemarin saya lupa mengirimkannya, tapi jujur, tugas saya sudah selesai kok, Pak." Nabila sudah ketar-ketir begitu tau yang mengirimnya pesan adalah dosen Izrail yang telah memberinya tugas tadi. 082223xxxxxx Oke, nyawa kamu hilang satu. Nabila tidak lagi membalas, ia langsung buru-buru mengirim tugas tersebut, mau diterima atau tidak, itu bukan urusannya lagi, setidaknya ia sudah mengirim, walau telat dari deadline sih. 082223xxxxxx Nabila! Tidak sopan kamu, hanya read chat dosen. Simpan nomor saya! Tidak ada bantahan! "Maaf, pak. Tugas sudah saya kirim. Terimakasih! " Nabila langsung mengubah nama sang dosen menjadi. PAK IZRAIL Nabila terkekeh geli melihat nama kontak sang dosen, biar saja, biar tau rasa, seenaknya saja mengambil nyawa orang, dikira ia kucing, punya nyawa banyak. Dosen gila!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN