|| Chapter-14 ||

1088 Kata
Bara tersenyum saat melihat Tiffany baru saja masuk ke dalam apartemen ini. Wanita itu terlihat sangat kaget setelah membuka kunci apartemen ini. Tentu saja kaget, kunci apartemen ini adalah enam digit angka tanggal, bulan, dan tahun kelahiran Tiffany. Mana mungkin jika wanita itu tidak tahu sama sekali. Langsung saja pria itu menghadiri Tiffany dan mengecup keningnya. "Aku pikir kamu nggak datang Bee." katanya. Mana mungkin Tiffany tidak datang. Dia pasti akan datang, lagian siapa sih yang tidak ingin bertemu dengan Bara. Mereka ini berpisah selama tujuh tahun, dan yang jelas rasa rindu yang besar ini membuat Tiffany seolah tidak ingin menolak saat bertemu dengan Bara. Itu sebabnya Tiffany akan selalu datang, saat Bara memanggilnya. Benar bukan kata Jessica. Antara bodoh dan bego itu beda tipis. "Tadi sempat diinterogasi sama Bapak Leon." ucap Tiffany. Wanita itu meletakkan dua bungkus seblak jamur di atas meja. Ya, alasan beli seblak itu terjadi juga pas Tiffany dan tak lupa juga dia mengirim pesan pada Leon, jika dia akan makan seblak bersama dengan Jessica dan tentunya Tiffany juga mengirim pesan pada Jessica, untuk berkata iya ketika Leon bertanya dirinya. Padahal mah, Tiffany sedang asik makan seblak bersama dengan Bara. "Hmm, Papa kamu tanya apa? Kamu nggak--" Bara menggantungkan ucapannya menatap Tiffany penuh harap. Sedangkan wanita itu tersenyum kecut. Dia tahu betul apa yang ada dipikiran Bara kali ini. Jika pria itu belum siap, untuk bertemu atau mungkin mengenali diri pada Leon. Tiffany tidak akan memberitahu Leon siapa Bara. Dan Tiffany juga tidak akan menceritakan apa yang terjadi sebelumnya bersama dengan Bara. Jadi, jika suatu saat nanti terjadi sesuatu pada Tiffany. Wanita itu tidak akan menyeret nama Bara dalam masalahnya. "Kamu tenang saja. Papa cuma tanya aku pergi kemana, dan sama siapa. Tapi aku nggak langsung jelasin, karena kamu langsung kirim pesan ke aku buat ketemu." jelas Tiffany. "Jadi kamu nggak kasih tau Papa kamu?" Tiffany menggeleng, “Nggak kok. Aku nggak bilang apa-apa sama Papa.” Bara menghela nafasnya berat, dia pun langsung memeluk wanita itu dari arah belakang. Mengecup bahu wanita itu beberapa kali. Hingga membuat Tiffany merasa geli, melepas pelukan itu dengan paksa dan menatap Bara tajam. “Geli tau.” dengus Tiffany. Bara cemberut, “Kangen tau. Aku masih berpikir kalau kita harus mengulang atau melakukan hal yang dulu kita nggak bisa lakukan.” “Contohnya?” “Kencan,” jawab Bara spontan. “Tiffany maukah kamu berkencan denganku?” Tiffany terkekeh dan memukul lengan Bara dengan pelan. Bisa-bisanya pria itu berkata seperti itu, setelah apa yang mereka lakukan semalam. Apa dia tidak menganggap jika di bukit bintang itu juga termasuk kencan? Mereka bahkan mengobrol banyak hal sampai dini hari, banyak yang mereka lakukan terutama menyalakan kembang api. Bukannya itu juga bisa dikategorikan kencan? Bara berdecak kesal, itu bukan kencan yang sesungguhnya untuk Bara. Dia ingin seperti pasangan lain, yang bisa makan berdua, nonton film, jalan-jalan berdua dan menghabiskan waktu berdua pula seharian penuh. Itu yang diinginkan Bara kali ini, karena dulu waktu mereka pacaran, Bara sama sekali tidak pernah mengajak Tiffany untuk berkencan. Kecuali menemani Bara latihan dan bersembunyi saat Bara perform. “Kamu yakin mau melakukan hal itu sama aku? Maksud aku, gimana kalau manager kamu tau? Gimana kalau para fans kamu tau? Terus gimana juga kalau banyak paparazi yang tau soal kita? Bukannya kamu nggak mau publish aku?” Ada nada sedih di akhir ucapan Tiffany. Sejujurnya dia tidak menginginkan banyak hal dari Bara. Dia hanya ingin Bara mengakui nya saja, jika tidak di depan publish setidaknya di depan keluarga Bara dan juga keluarga Tiffany. Hanya itu saja, cukup gampang bukan? Tiffany juga tidak meminta Bara untuk membuatkan seribu cup cake dalam satu malam. tapi menurut Bara itu sangat sulit, itu sebabnya hubungan yang sudah tujuh tahun terjalin ini seperti tanpa harapan. Dan entah bagaimana akhirnya, Tiffany akan menerimanya dengan lapang d**a. **** Malam hari pun tiba, Bara mengajak Tiffany ke sebuah mall. Dimana mall ini sangat ramai sekali banyak para pengunjung. Ternyata jaman sudah mulai berubah, semua orang paling suka keluar malam dibanding siang hari. Yang kata Tiffany akan terasa panas, dan mampu membakar kulitnya. Mendengar hal itu Bara jadi gemes sendiri. Wanitanya ini banyak sekali berubah. Jika dulu rambut Tiffany berwarna hitam, sekarang rambut itu berwarna coklat. Sedikit curly bagian bawah. Dan yang pasti, wanita jaman sekarang kalau tidak pakai skincare akan terlihat jelek. Bara tau jika wanitanya ini juga menggunakan produk skincare, cuma dia tidak menggunakan makeup tebal. Hanya dioles lipstik saja dan juga alis tipis, sudah terlihat sagat cantik. Sangking cantiknya, banyak pria yang sejak tadi melihat Tiffany. Mencuri pandang pada wanita itu, untung saja Tiffany ini memiliki sifat yang cuek pada semua orang, dan dilarang keras cuk pada Bara. Karena tidak terima dengan pandangan banyak orang. Langsung saja Bara menarik tangan Tiffany dan menggenggamnya. Padahal saat masuk ke mall ini mereka jalan saja hanya berdampingan. Tiffany menoleh bingung, apalagi tangan Bara yang langsung menggenggam tangan Tiffany. “Kenapa?” ucapnya merasa aneh. “Nggak suka diliatin orang!! Kan kita lagi kencan.” Tiffany tertawa kecil dan melepas genggaman tangan Bara. Tapi dia pun langsung mengalungkan tangannya di lengan Bara, saat melihat sorot matanya yang menandakan dia tidak suka Tiffany melepas genggaman tangannya. Iya sorot mata, karena pria itu mengenakan topi dan juga masker yang berwarna senada, hitam. Dan juga menggunakan kacamata transparan. Dia ini terlalu nekat membawa Tiffany ke mall. Padahal wanita itu sudah simpang siur, dan menatap sekeliling hanya untuk memastikan jika mall ini aman sentosa. Tanpa gangguan paparazzi dan juga para penggemar Bara. “Ya ampun foto pacar aku..,” pekik pengunjung mall dan langsung membuat Bara maupun Tiffany menoleh. Mereka berdua pun langsung menoleh kaget melihat foto Bara yang terpajang begitu besar. Di salah satu toko tas branded, bisa dilihat jika banyak pengunjung yang mampir ke toko itu untuk melihat-lihat tas apa yang dipakai oleh Bara. Tentu saja Tiffany yang kepo juga ingin masuk ke toko itu, hanya ingin melihat tas, nama brand dan juga harga. Tapi Brara langsung menggelengkan kepalanya dan mengajak Tiffany pergi. “Kalau kamu mau, nanti pakai yang aku punya aja. Itu endorse juga nggak kepakai kok. Kamu bisa pakai kalau kamu suka.” ucap Bara. Tiffany menoleh berbinar, “Seriusan??” “Iya sayang seriusan.” jawab Bara gemas, sambil mencubit pipi Tiffany. Tiffany menutup mulut nya yang hampir saja berteriak. Bukan karena tas nya yang akan diberikan padanya. Tapi karena sikap Bara yang mampu membuat semua pengunjung ini iri melihatnya. “Kita jadi pusat perhatian. Ayo kita pergi, aku pengen nonton sama kamu.” kata Bara dan membuat Tiffany mengangguk. To Be Continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN