Ch.03 Menggantikan Posisiku

2283 Kata
Desah mulai terdengar memburu dari bibir Sean Lycus. Keharuman tubuh Zefanya membuatnya lupa sejenak dengan hati yang telah pecah akibat cinta bertepuk sebelah tangan di masa lalu. Lelaki itu adalah mafia terkuat di kota New York. Menghadapi dan mengeksekusi musuh sudah menjadi makanannya sehari-hari. Akan tetapi, saat hatinya patah, ia pun hanya manusia biasa yang bisa bersedih dan terluka. Dan kali ini, luka tersebut sedikit terlupakan akibat pengaruh alkohol dan kehadiran wanita cantik tergeletak setengah sadar di atas ranjang. Lengan kekar mulai melepas kancing bajunya sendiri sembari menuruni ranjang. Mata ganas tidak bisa berhenti memandangi raga molek di atas sprei halus. “Kamu sungguh ingin melakukan ini denganku?” Zefanya kembali terkikik meski dengan mata yang sudah sulit untuk dibuka. “Hell, yeah! Demi $100.000 aku akan melakukan apa pun!” racaunya tidak karuan. “Perlu kuingatkan sekali lagi, Mi Amor. When I fuuck, I fuuck hard!” desis Sean menyeringai. Sisi buas dalam dirinya yang pernah lama tertidur kini sedang bangkit. Mendengar itu, Zefanya hanya tertawa sementara matanya tetap tertutup. “Cepatlah, sebelum aku tidur, Hot Stuff! Aku sangat mengantuk!” Sean berjalan menuju kursi di dekat ranjang. Ia membelakangi Zefanya dan mulai melepas pakaian satu per satu. Hem lengan panjang, jas mewah yang terkena tumpahan cocktail, celana kain panjang, hingga terakhir hanya memakai boxer ketat. Langkahnya gagah, kembali berjalan menuju ranjang. Semakin dekat, semakin ia ingin menghajar Zefanya dengan segala gaya dan menjerit, menggapai nikmat berdua. Perlahan, kakinya menaiki peraduan, lalu menindih tubuh sang gadis. “Mmmh, kamu sungguh cantik, Mi Amor! Kulitmu begitu lembut, ssshhh ... harum,” desah Sean tertahan. Ujung hidung mengusap lengan bagian dalam Zefanya, menghirup kemolekan sang wanita sampai ke siku. Tangannya bergerilya di bawah, menarik ke atas rok mini yang dikenakan hingga sampai sebatas d**a. Bisa melihat bagaimana moleknya tubuh sang gadis. Ia makin tidak sabar ingin melihat bagian yang ditutupi oleh bra serta kain segitiga mungil berwarna merah muda. Setelah meloloskan gaun mungil Zefanya dari kepala wanita tersebut, Tuan Besar Lycus menggeleng sembari bersiul tanpa suara. “Fiuuuh, kamu memang sungguh seksi!” Bercinta satu malam alias one night stand adalah keahliannya. Tidak pernah ragu dalam melakukan hal ini. Tentunya, itu sebelum ia mengenal cinta dan memutuskan untuk menikah sekian tahun lalu. Sekarang, setelah dirinya kembali single, apa salahnya mencicipi kembali nikmatnya bercinta semalam. Bibir Sean menyentuh dad4 Zefanya, bersamaan dengan tangan meremas gundungkan kenyal. Buah d4da berbalut bra warna hitam nampak menyembul manja, seakan memanggil untuk disentuh. Ia meremas sekali lagi lebih kencang, berharap mendengar desah lirih dari sang wanita. Akan tetapi, tidak ada suara sama sekali. Kening Sean mulai mengernyit. Kenapa tidak ada reaksi apa pun? Ia mendongakkan kepala, betapa terkejutnya sang mafia hingga ia reflek berteriak keras. “Hey! Buka matamu!” serunya menepuk pipi putih yang diberi pemulas merah muda. Tetap tidak ada jawaban. Maka, ia kembali menepuk pipi sambil sedikit mengguncang pundak halus lembut. “Bangun! Hey! Zefanya! Bangun!” Yang dipanggil namanya hanya menggerakkan kepala sedikit ke kanan dan ke kiri, lalu ia meracau. “Aku mau tidur! Kepalaku pusing!” “The fuuck?” kesal Sean masih berada di atas tubuh sang wanita muda. “Katanya kamu mau ber-cinta, heh?” “Hmmm ... ya, ya, whatever ....” Seakan tak peduli, wanita itu mengibas-ngibaskan tangan di udara. Zefanya tetap memejamkan mata, dan tidak mengucap apa-apa lagi. Saat Sean akhirnya turun dari tubuh sintal itu, ia justru mulai meringkuk kedinginan, tetapi tetap ... tertidur. “Fuuck ...,” desis Tuan Besar Lycus melirik ke bawah, pada Big Cobra yang sedang terbangun, mengira malam ini akan bertempur dan menyemburkan bisa. “Fuucking shiit!” gerutunya tidak bisa berbuat apa-apa. Mau diapakan lagi jika sekarang Zefanya sudah tertidur lelap? Meringkuk di sisi ranjang seakan tidak terjadi apa-apa di antara mereka. ‘Apa aku lakukan saja? Dia juga sedang mabuk, tak akan sadar apa kita bercinta atau tidak!’ pikir Sean ingin mengikuti dorongan nafsunya. Napas terengah, otak be-jat nya mulai berpikir yang tidak-tidak. Namun, melihat ulang, muncul rasa tidak tega dalam hati. “s**t, sudahlah!” Ia menarik selimut hingga secara tidak langsung menutupi pula tubuh Zefanya yang sedang meringkuk kedinginan. Tuan Besar Lycus memejamkan mata, menghela panjang dan berat. Pengaruh alkohol yang banyak ia tenggak di klub malam tadi juga membuatnya mengantuk. Sialnya, sekelebat bayangan seorang wanita sedang tersenyum melintas. Bayangan yang membuat ia merasa tidak tega untuk mengambil kesempatan pada wanita mabuk seperti Zefanya. Teringat bagaimana dulu ia begitu melindungi sang wanita. Menyebut nama sosok gemulai itu dalam hati, merasakan kepedihan yang merobek hati, dan mulai terlelap. Berharap saat besok membuka mata, rasa sakit itu tak lagi menghampiri. *** Pagi datang, dua manusia masih di bawah selimut tebal. Sinar matahari masuk lewat tirai yang terbuka separuh. Rasa hangatnya menerpa wajah wanita yang semalam mabuk berat hingga tak sadar saat dibawa ke ranjang seorang lelaki asing. Pelupuk matanya bergerak-gerak, mata mulai terbuka, dan ia menjadi silau saat menatap sinar matahari yang terang di jendela. “Ish ...!” gumamnya mendorong tubuh agar terduduk. “Aduh, kepalaku ....” Kepala terasa berat dan nyeri di bagian belakang, membuatnya spontan memegangi, meringis. Setelahnya, ia mulai sadar sedang berada di tempat yang bukan hotelnya sendiri. “Aku ... aku di mana?” bingung Zefanya mengernitkan kening. Ia menoleh ke kiri, menoleh ke kanan, dan .... “AAAAAAAA!” jeritnya saat melihat ada seorang lelaki tampan yang sama sekali tidak ia kenal sedang terlelap di sebelah. Bagaimana tidak menjerit jika tubuh gagah tersebut hanya tertutupi satu boxer ketat. “SIAPA KAMUUU!” Panik, takut, bingung, semua bercampur jadi satu. Ia hendak turun dari ranjang secepat kilat. Begitu membuka selimut, kenapa perut serta pangkal pahanya terasa begitu dingin? “AAAAAAAA!” Zefanya kembali menjerit saat melihat tubuhnya hanya berbalut baju dalam. Ia melompat turun dari atas ranjang, menemukan gaun mininya yang semalam dipakai ke klub, dan cepat memakainya kembali. “Ini gila! Kamu orang gila!” pekiknya terengah, tersengal hebat. Dua jeritan kencang dari bibirnya membuat lelaki asing itu sontak terbangun dan menyambar Revolver yang ada di sisi ranjang. Secara reflek tangan berotot menodongkan senjata api. Ditodong begitu, Zefanya pun secara reflek membela diri. Ia mencari apa pun yang bisa dijadikan alat mempertahankan nyawa. Tangan cepat mengambil sepatu hak tingginya, dan melemparkan sangat kencang. “Fuucking biiitch!” seru Sean saat sebuah sepatu hak tinggi menghantam wajahnya dengan telak. Saking kencangnya hingga kening dirasa nyeri dan tangan menurun, tidak lagi menodongkan pistol. “Fuuck! Fuuck!” Takut kehilangan nyawa, dengan cepat wanita itu mengambil tasnya di sebelah ranjang dan berlari keluar kamar. Mendadak pintu terbuka dan bodyguard berbadan besar muncul juga membawa sebuah pistol. “Berhenti!” hentak Caludio menodongkan sebuah Glock. “AAAA!” jerit Zefanya mengangkat tangan, memperlihatkan bahwa dia tidak membawa senjata apa pun. “Jangan tembak! Jangan tembak! Aku menyerah!” Sean membentak dengan suara menggelegar. “Get the fuuck out of my room, crazy biitch!” teriaknya sambil memegangi dahi yang sedikit memerah terkena lemparan sepatu. “Lempar dia keluar, Claudio! Wanita b******k!” Claudio bingung dengan apa yang terjadi. Ia terengah menatap majikannya, “Saya ... jadi saya biarkan saja dia pergi, Tuan?” “Ya! Biarkan dia pergi! Shiiit! Lempar dia keluar kalau perlu! Dia melemparku dengan sepatu! Biarkan dia pergi sebelum aku menembak kepalanya karena berani melakukan itu!” jawab Sean masih menatap murka dengan napas tersengal emosi. Tuan Besar Lycus terengah. Satu tangan memegangi wajah yang nyeri dilempar sepatu, satu tangan lagi memegangi senjata. Sorotnya pada Zefanya penuh kebencian. “Pergilah, Nona! Cepat pergi dari sini!” desis Claudio menggerakkan kepala, menunujuk ke arah pintu. Zefanya tak mau menunda kesempatan yang ada. Ia bisa menduga jenis lelaki apa yang sedang bersamanya. Tidak jauh berbeda dengan dunia sang ayah. Dunia para ... mafia. “Aku pergiiii!” *** Mengambil langkah seribu meski tanpa alas kaki sama sekali, tidak peduli seluruh anak buah Sean yang ada di ruangan depan memandanginya dengan heran, ia terus berlari keluar kamar hotel. Sampai di lorong, segera menuju lift dan menekan L, turun ke lobby. “Apa yang sudah kulakukan semalam! Aku bercinta dengannya? Aku melepas keperawananku dengannya? Kenapa aku bangun hanya menggunakan baju dalam?” bingungnya memukuli kepala sendiri dengan pelan. “Aku bertemu dia di mana! Di klub malam? Ya, pasti di sanalah kami bertemu! Kenapa aku bisa bersamanya? Bukankah terakhir aku bersama dua cecunguk b******k yang hendak mengajakku ke hotel? Ini gila! Kamu gila, Zefa!” Dada wanita itu kembang kempis. Ia ingin menjerit sangat kencang sekaligus menangisi kebodohannya. Selama ini ia tidak memberikan keperawanan pada siapa pun karena ingin malam pertama menjadi sangat spesial bersama lelaki yang bertajuk suami. ‘Dan aku justru kehilangan keperawananku pada lelaki asing yang sama sekali tidak kukenal! Lebih tololnya lagi, aku tidak ingat apa-apa! Tidak ingat sama sekali bagaimana kami bercinta! Sial! Beatrice sudah mengingatkan, sahabatku itu selalu benar! Aku terlalu ceroboh!’ Lift terbuka, ia bergegas keluar. Penampilan wajah serta rambutnya yang acak-acakan menarik perhatian banyak orang, tetapi dia tidak peduli karena terlalu sibuk memaki diri sendiri. ‘Urusan $100.000 ini membuatku gila! Menjadikan aku ceroboh dan tidak berpikir rasional sampai bisa tidur dengan lelaki yang sama sekali tidak kukenal!’ ‘Meski harus kuakui, dia sangat tampan dan gagah! Tapi, sepertinya usia lelaki itu jauh di atasku! Ah, gila! Aku sampai meninggalkan sepatuku di sana! Sial! Padahal, itu sepatu Givenchy hadiah ulang tahunku yang ketujuh belas dari Paman Massimo!’ Mendekati lobby, ponselnya mendadak berbunyi. Nama Amanda muncul di layar. ‘Mau apa dia meneleponku? Selama aku di New York dia tidak pernah peduli padaku, sekarang mendadak menelepon?’ herannya. “Halo?” jawab Zefanya datar. “Zefa, aku ingin bicara denganmu,” ucap wanita yang bernama Amanda dari ujung sambungan. “Aku tidak ada waktu. Lagipula, ibumu sudah mengusirku dari rumah kita kemarin! Apa maumu!” hentak Zefanya pada adik tirinya. Amanda menghela napas, “Aku tidak bisa bicara di telepon. Datanglah ke alamat yang akan kukirim setelah ini. Aku ada solusi untuk uang $100.000 yang kamu butuhkan.” “Hah? Apa kamu sedang mempermainkanku? Ini tidak lucu, Amanda!” erang Zefanya tidak percaya begitu saja. “Aku serius! Aku butuh bantuan, dan kamu butuh $100.000! Ayolah, datang kemari!” tegas Amanda. “Kalau kamu sampai membohongiku, aku bersumpah akan mengatakan pada Ayah kalau kamu dulu mengonsumi obat terlarang saat di pesta perpisahan Senior Highcschool!” ancam Zefanya. “Ya, sudah! Kirim alamatnya!” “Oke, datanglah sekarang, ya!” angguk Amanda. *** Sampai di alamat apartemen yang dikirim oleh adik tirinya, ia disambut oleh seorang lelaki. “Di mana Amanda?” “Kenapa kamu tidak memakai sepatu?” tanya lelaki itu melirik ke bawah. “Dan kenapa mukamu berantakan? Kamu dari mana?” “Bukan urusanmu! Di mana Amanda? Di mana adikku?” dengkus Zefanya melongok-longok dari pintu. “Masuklah Zefa! Biarkan dia masuk, Honey!” teriak Amanda dari dalam rumah. Kening Zefanya mengernyit, “Honey? Kamu pacarnya Amanda?” Lelaki itu mengangguk, lalu membukakan pintu lebih lebar untuk Zefanya. “Ya, kami sudah berpacaran selama dua tahun terakhir.” “Duduklah, Zefa. Hey, kenapa kamu tidak memakai sepatu?” heran Amanda melihat kaki kakak tirinya. “Cerita yang panjang. Aku tidak ada waktu untuk berbasa-basi. Sejak dulu kita tidak pernah menjadi kakak dan adik dalam arti yang sesungguhnya. Jadi, tidak usah banyak bicara dan katakan apa maumu memintaku datang kemari?” tegas Zefanya dingin dan datar. Amanda duduk berdampingan dengan lelaki muda itu sambil berpegangan tangan. “Aku butuh kamu untuk menggantikan posisiku.” “Posisi apa?” “Ayah menjodohkanku dengan seorang mafia dari New York. Aku harus menikahi lelaki itu agar bisnis di antara mereka menjadi lebih lancar,” ungkap Amanda lirih. Mata Zefanya terbelalak, “Apa? Menjodohkanmu? Memangnya sekarang masih jaman perjodohan? My God! Kenapa kamu tidak langsung menolaknya saja?” “Kamu tahu Ayah seperti apa! Mungkinkah aku menolaknya?” “Kenapa Lilith tidak membelamu? Bukankah dia ibumu?” “Ibu setuju dengan Ayah. You see, aku dan Armand sudah berpacaran diam-diam selama dua tahun terakhir. Ibu mengetahuinya sekitar enam bulan lalu dan memerintahkan agar kami putus. Tapi ... kami saling mencintai, Zefa ....” Kening Zefanya makin mengerut, “Kenapa Ayah dan Ibu tidak menyetujui dia?” “Karena aku bukan dari keluarga kaya raya seperti kalian. Aku hanya pekerja kantoran biasa. Dengan kata lain ... aku ini orang miskin. Keluarga Giovanny menolakku seperti aku ini adalah hama penyakitan,” ucap lelaki bernama Armand itu menghela panjang. “Ah, jadi begitu? Aku paham sekarang ....” Zefanya menghela, lalu tersenyum miris. “Kamu harus memiliki nama belakang yang terkenal jika ingin menjadi bagian dari keluarga Giovanny.” “Itulah kenapa aku tidak bisa menerima perjodohan ini, Zefa. Please, kamu harus menggantikan posisiku! Kamu juga putri dari Pedro Giovanny. Pihak sana tidak akan peduli putri mana yang dinikahkan selama memiliki nama Giovanny,” pinta Amanda memelas. “Apa kamu gila? Aku tidak mau menikahi pria asing! No way! Ini gila! Bagaimana kalau lelaki itu ternyata psikopat? Bagaimana kalau dia suka memukuli wanita, heh? Aku tidak mau!” “Bukankah kamu butuh uang $100.000 untuk mempertahankan rumah warisan ibumu? Mau cari ke mana lagi kalau bukan dariku?” ucap Amanda membuat kakak tirinya sontak diam tertegun. Zefanya menatap lekat, ucapan sang adik menusuk relung batin terdalam. ‘Sial, dia benar juga! Lintah darat itu akan terus menagihku setelah ini. Dapat uang dari mana kalau bukan dari dia. Tapi, menikah dengan lelaki asing?’ “Ayolah, Zefa. Kalau pernikahannya tidak berjalan lancar, kamu bisa bercerai, bukan? Yang penting ada yang menikah dan bukan aku. Please? Aku sudah memiliki kekasih dan kami berencana untuk kawin lari setelah ini,” pinta Amanda sekali lagi. Zefanya menarik napas panjang, keraguan masih terus memayungi. “Siapa nama lelaki yang harus kamu nikahi?” “Sean Lycus, dia adalah mafia terkuat di New York ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN