Dava
Sekeluarnya gue dari ruangan kak Dena, gue langsung berjalan menuju kelas gue yang berada di lantai dua. Selama perjalanan kekelas, gue tak henti hentinya memikirkan dia yang membuat otak gue selalu berfikir belakangan ini.
Tiba tiba pandangan gue teralihkan pada dua orang yang gue kenal sedang berjalan menaiki anak tangga. Langsung saja gue menghampiri mereka, tapi hanya berjalan di belakang mereka tanpa mereka ketahui. Gue mendengar percakapan mereka.
Mereka adalah teman sekelas gue Yoga dan cewek misterius itu. Gue ngak tau ada hubungan apa mereka berdua. Tapi gue yakin jika Yoga sedang berusaha mendekatinya.
"Nanti pulang bareng gue ya." Pintanya.
"Maaf, gue gak bisa." Jawabnya sopan.
"Kenapa? Sekali ini aja kok." Pintanya lagi.
"Maaf ya gue beneran ngak bisa, gue duluan." Jawabnya dan naik ke tangga berikutnya karena kelasnya berada di lantai tiga.
"Keysa.." Panggilnya. Seketika gue langsung tersenyum karena gue sudah tau namanya.
"Iya?." Jawabnya sambil membalikkan badannya.
"Nanti makan bareng ya." Ucapnya. Keysa hanya tersenyum dan kembali menaiki anak tangga dengan sedikit berlari.
Setelah itu gue melihat Vano yang menatap Yoga dengan tatapan kesal. Gue yang heran pun menghampirinya dan menepuk pundaknya.
"Lo kenapa pagi pagi udah kesal aja?." Tanya gue.
"Sepertinya gue harus bertindak cepat deh." Ucapnya dengan tampang serius. Gue heran dengan sikapnya yang aneh pagi ini.
"Emangnya lo mau ngapain?." Tanya gue.
"Gue ngak mau keduluan sama cowok lain." Ujarnya lagi. Sumpah gue bingung apa yang dia omongin.
"Apa sih, yang jelas dong." Ucap gue sambil nendang kakinya cukup keras. Ya kesal juga gue lama lama.
"Anjir sakit." Ucapnya sambil memegangi kakinya yang tadi gue tendang.
"Makanya kalau ngomong itu yang jelas." Ujar gue kesal.
"Ya ga usah main tendang juga. Sakit nih kaki gue." Protesnya.
"Bodo amat." Ujar gue.
"Udah cepetan yang jelas." Ucap gue lagi.
"Gue suka Keysa." Ujarnya to the point.
"Lo serius?." Tanya gue tak percaya.
"Iya." Jawabnya.
"Iyain dulu aja. Palingan bentar lagi lo udah bosan lagi." Ujar gue dan pergi meninggalkannya.
"Entah, liat nanti dulu aja." Ujarnya.
Vano pernah bilang suka sama salah satu siswi di kelas gue. Bahkan dia terang terangan memperlihatkan jika dia suka. Sampai sisiwi yang dia deketi itu baper dan jadi suka juga sama si Vano. Hingga beberapa minggu dekat dan sering jalan, tiba tiba saja Vano merasa bosan dan menjauh dari siswi itu.
Dan sekarang dia beneran suka dengan Vano, tapi Vano sudah tidak suka padanya. Emang b******k si Vano. Tapi awalnya gue juga terkejut karena dia jarang suka sama cewek. Terakhir dia pacaran itu kelas tiga smp. Itupun hanya beberapa hari.
Gue juga ngak yakin dia akan berhasil dengan Keysa. Palingan dia juga hanya suka sementara aja.
*****
Keysa.
Seperti yang dia bilang tadi, Yoga sudah menunggu gue di depan kelas gue sambil memainkan ponselnya. Ingin kabur aja, tapi ngak enak juga sama dia. Lama berkelahi dengan pikiran gue, akhirnya gue menghampiri dia.
"Lo kok kesini?." Tanya gue.
"Gue kan udah bilang kita makan bareng." Jawabnya sambil memasukkan ponselnya ke dalam sakunya.
"Tapikan ngak harus di jemput juga. Lagian kan kantin ada di lantai dua." Ujar gue ngak enak. Bukan ngak enak aja sih, tapi gue juga risih dengan sikap terang terangannya itu.
"Ngak pa-pa juga. Lagian gue ngak keberatan juga." Ujarnya menunjukkan senyumannya.
"Tapi gue yang keberatan." Batin gue.
"Yaudah, tapi gue juga bareng teman teman gue." Ujar gue. Dan saat gue melihat ke dalam kelas, gue sudah tidak melihat mereka disana. Dan tiba tiba ada pesan masuk dari ponsel gue. Seketika gue langsung kesal karena mereka bilang mereka duluan ke kantin.
Kejam memang mereka. Tega ninggalin gue berduan aja sama dia. Mana tau dia banyak fans dan ada yang suka juga sama dia. Ntar gue bisa dibuli lagi. Padahal gue udah mati matian menghindar dari masalah karena permintaan ini. Merepotkan.
Sepanjang jalan, dia tak henti hentinya bercerita tentang dirinya. Gue hanya bisa tersenyum dan sesekali menanggapi ucapannya.
Sesampainya di kantin, gue berniat untuk ke meja yang di tempati teman teman gue. Tapi tiba tiba Yoga menarik tangan gue kesebuah meja yang masih kosong. Gue sempat kaget. Gue canggung banget dengan suasana seperti ini.
Gue melihat kearah teman teman gue dengan tatapan meminta pertolongan, tapi mereka malah tertawa mengejek gue. Sepertinya mereka setuju jika gue dekat dengan Yoga.
"Lo lagi sendiri kan?." Tanyanya dengan memakan makanannya.
"Hah? Ngak, gue kan lagi sama lo." Jawab gue bingung dengan ucapannya.
"Hahaha.. Bukan itu maksud gue. Lo masih jomblo kan?." Tanyanya lagi. Gue paling ngak suka dengan susana seperti ini.
"Eh?.. kenapa emang?." Tanya gue heran. Padahal gue tau maskud dan tujuan dia itu sebenarnya apa.
"Gue..." Tiba tiba ada empat orang cowok yang ikutan duduk di meja yang gue tempati. Gue kaget dengan kedatangan mereka.
"Maaf ya menganggu keberduaan kalian, tapi meja udah penuh semua." Ucapnya dengan santainya. Dan benar saja jika meja sudah penuh dengan siswa siswi.
Gue merasa sangat risih semenjak kedatangan empat cowok ini. Banyak siswa dan siswi melihat kearah gue, saat hendak pergipun mereka menahan gue untuk tetap duduk disana. Yoga pun terlihat kesal karena telah menganggu momentnya.
Gue hanya menundukkan kepala gue menikmati bakso yang berada di hadapan gue saat ini. Gue risih dengan cowok yang duduk di sebelah gue dan Dava yang duduk di sebelah Yoga sedang menatap ke arah gue. Tapi gue juga bersyukur dengan kedatangan mereka karena membuat Yoga tidak melanjutkan ucapnnya.
"Kenapa kalian harus di sini sih?." Tanya Yoga kesal.
"kan udah gue bilang meja udah penuh." Jawab Dava.
"Lagian kan masih ada di tempat yang lain, kenapa harus disini? ganggu tau ngak." Ujarnya tak suka dengan kehadiran Dava dan teman temannya.
"Lo tinggal nganggap kita ngak ada aja apa susahnya sih?." Ujar Redo santai.
"Huh... Oke, kalian jadi saksi gue aja." Ujarnya membuang nafas gusar.
"Key.." Panggilnya.
"Ya?." Jawab gue.
"Sumpah ini ngak aman, gawat gawat gawat." Batin gue panik.
"Gue suka sama lo, lo mau ngak jadi pacar gue?." Tanyanya. Gue langsung terdiam tak percaya jika dia beneran nembak gue di depan orang banyak gini. Dan mereka berempatpun langsung tersedak karena terkejut.
Dan cowok di sebelah gue langsung berdiri dan menggebrak meja. Karena suara nya keras membuat orang melihat kearahnya. Saat sadar dengan apa yang dilakukannya, dia mengangguk minta maaf dan kembali duduk.
Pandangan gue yang awalnya tertuju padanya sekarang kembali tertuju pada Yoga yang tiba tiba menggenggam tangan gue. Dengan pelan gue melepaskannya.
"Maaf, gue ngak bisa." Jawab gue pelan dan hati hati.
"Kenapa?." Tanyanya dengan wajah serius.
"Gue lagi ngak mau pacarn. Lagian kita belum kenal dekat juga. Kita temenan dulu aja ya." Ujar gue sambil tersenyum ramah dan berdiri untuk meninggalkan mereka. Yoga hanya bisa terdiam di tempatnya. Sedangkan cowok yang berempat tadi mencoba menenangkan Yoga.
Dan sepulang sekolah gue langsung pulang tanpa mampir sana sini. Hari ini di sekolah benar benar kacau hanya karena ungkapan cinta.