Merasa Nyaman

1073 Kata
Dava      Seperti janji gue dengan Arra, gue sudah menunggunya di kafe tempat biasa gue datangi dengannya dulu. Tapi, setelah setengah jam gue menunggu, dia tidak juga kunjung datang. Hingga sampai akhirnya ada sebuah pesan masuk darinya. Seketika gue langsung kesal, karena dia membatalkannya karena dia sedang menemani Dion yang sedang bermain futsal.      Dengan kesalnya gue keluar dari sana. Sebenarnya ini salah gue sendiri karena terlalu berharap jika dia datang lagi. Tapi itu semua hanya karena gue ingin tahu apa yang ingin dia bicarakan ke gue. Yasudahlah ya, dari awal dia memang sudah lebih memilih Dion dari pada gue.      Selama perjalanan pulang, gue terkejut saat melihat Vano dan Key sedang duduk di sebuah taman dekat rumah gue. Dengan cepat gue menepikan motor gue, dan diam-diam mendengarkan pembicaraan mereka. Karena takut ketahuan, gue hanya bisa melihat dari kejauhan tanpa bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.      Mereka terlihat sangat dekat, bahkan Key terlihat nyaman dengan Vano. Sejak kapan mereka jadi sedekat itu?. Ternyata pikiran gue tadi memang ada benarnya. Apa yang membuat mereka bisa-bisanya bolos berdua saja?.      Gue bisa melihat tingkah laku dan sikap Vano yang sangat berbeda pada Key. Dia terlihat perhatian, ramah dan juga pandangannya tidak pernah luput dari wajah Key. Gue tahu jika Vano benar-benar menyukai Key. Sebelumnya dia belum pernah seperti itu.      Dulu saat dia suka dengan seseorang, biasanya dia hanya mencoba mendekati dan sikapnya hanya sedikit modus. Tapi berbeda dengan yang sekarang, dia terlihat begitu enggan hanya untuk mengalihkan pandangannya dari Key. Hingga gue terkejut saat tiba-tiba tangan Vano memegang pipi Key dengan lembut.        "Berani banget si Vano." Gumam gue tak percaya saat melihat seorang Vano menyentuh wajah seorang wanita.       Ada satu hal sejak tadi yang membuat gue heran, kenapa Key terlihat sedang menyembunyikan identitasnya?. Apa dia tidak ingin jika orang lain tahu tentang hubungannya dengan Vano?.  ***** Keysa       Sejak gue jujur tentang luka lebam di tubuh gue, Vano terlihat semakin kasihan ke gue. Gue ngak tahu apa sebenarnya yang dia rasakan, apa dia kasihan sama gue? Atau emang dia perhatian karena dia suka sama gue?.      Bukannya geer atau gimana, gue sudah sering mengalami hal seperti ini. Yang dimana seorang laki laki yang perhatian sama gue pasti karena dia suka sama gue. Tapi yang bedanya dengan Vano adalah gue dengan nyamannya cerita tentang masalah gue ke dia. Padahal gue baru saja kenal sama dia.      Gue takut jika dia hanya basa-basi ingin bertanya dan terlihat khawatir. Tapi sebenarnya dia malas hanya untuk bertanya dan apalagi gue cerita tentang hal yang tidak dia minati sejak awal. Walaupun dia yang meminta gue untuk menceritakannya sendiri.       Sejak tadi, Vano selalu mengikuti kemana arah dan tujuan gue. Gue sudah menyuruhnya untuk pergi dan tinggalin gue sendiri, tapi dia tetap ingin mengikuti gue. Ya gue bisa apa lagi?.      Hingga gue berhenti di salah satu taman yang suasananya tidak terlalu ramai. Gue duduk disalah satu kursi di sana. Dan Vano pun juga ikutan duduk di sebelah gue.      "Lo sering ke sini?." Tanyanya.       "Ngak sering juga sih. Tapi dulu saat kecil rumah gue di kompleks ini juga, kira-kira saat umur gue 4 tahunan." Jawab gue.      "Kenapa lo bisa ingat?. Biasanyakan orang ngak ingat masa-masa kecil mereka." Ujarnya lagi.      "Mama pernah bilang ke gue. Ada sesuatu yang gue ingat banget, tapi gue ngak tau itu beneran terjadi atau hanya mimpi gue aja. Dulu pas gue kecil, gue pernah main sama anak yang seumuran gue di sana..." Tunjuk gue ke tempat bermain anak anak yang keadaannya sudah agak berubah dari dulu.       "Dan yang lucunya, saat gue di panggil mama gue sambil cubit gue, tiba-tiba aja dia nangis. Gue masih ingat wajah dia. Terlihat jelas jika dia kasian sama gue. Tapi gue ngak tau sih itu emang nyata terjadi atau hanya imajinasi atau mimpi gue aja." Cerita gue panjang lebar. Entah kenapa, saat dengan Vano gue sangat ingin cerita apa saja yang gue rasain ke dia.        Dia membuat gue nyaman saat cerita atau berada di dekat dia. Sebelumnya gue belum pernah cerita tentang kehidupan gue kesiapapun. Baik masalah yang ringan apalagi masalah yang berat sekalipun. Tapi sekarang gue melakukannya.      "Ingatan lo kuat juga." Ujarnya sambil tersenyum manis ke arah gue. Gue pun membalas senyumannya, walaupun senyuman gue tidak terlalu terlihat karena gue masih memakai masker. Palingan hanya aegyo mata gue yang terlihat terangkat dan mata gue yang menyipit.       Karena tersenyum teralu lebar, seketika gue meringis kesakitan karena lebam di pipi gue. Seketika Vano terlihat khawatir dan memegang pipi gue sambil mengelusnya dengan pelan dan lembut. Karena terkejut dengan perlakuannya, gue pun hanya bisa diam sambil menatapnya yang juga sedang menatap tepat di manik mata gue.      Karena malu, gue langsung mengalihkan pandangan gue darinya. Saat melihat jam, gue pun terkejut seketika karena ini sudah setengah jam melewati waktu pulang sekolah. Langsung saja gue berdiri.      "Maaf ya, gue pulang duluan." Ujar gue dan berlari meninggalkan Vano. Tiba-tiba tanggan gue di cekal olehnya.      "Gue anter." Ucapnya.      "Ngak usah, gue sendiri aja." Jawab gue dan lari menuju tepi jalan dan langsung naik saat angkot berhenti tepat di depan gue. Saat melihat kearah Vano, dia hanya berdiri di tempat sambil melihat kepergian angkot yang gue tumpangi. ***** Dava       Saat melihat Key menaiki angkot, langsung saja gue menaiki mobil gue dan pergi mengikuti arah tujuannya dari belakang. Beberapa lama gue mengikutinya, sampai akhirnya Key turun dan masuk ke salah satu g**g kecil.      Gue turun dari motor, dan mengikutinya sambil berusaha agar dia tidak menyadarinya. Hingga dia masuk ke salah satu rumah yang lumayan sederhana. Gue melihatnya dari kejauhan. Gue terkejut saat ada sebuah sapu yang terlempar dari dalam rumah tepat mengenai perut Key. Key pun terlihat menahan sakit di perutnya.        "Kamu ngak pernah kapok ya dibilangin. Kalau pulang sekolah itu ya langsung pulang, jangan keluyuran kesana kemari. Ngak tau orang repot juga di rumah. Habis darimana kamu jam segini baru pulang?." Ujarnya sambil marah marah.      "Maaf ma Key salah." Ujar Key sambil menundukkan wajahnya tak berani menatap yang gue pastiin dia nyokapnya Key. Gue ngak nyangka jika nyokapnya tega giniin Key.       "Maaf maaf, cepat sana ganti baju kamu. Bersihin rumah, terus masak untuk makan malam." Ujarnya dan masuk kedalam.      Gue harus cepat cari tau tentang Key. Kalau dia benar benar ada hubungan sama gue, gue akan membawa dia keluar dari neraka itu.       Setelah melihat kejadian itu gue langsung pulang dengan perasaan yang sangat kacau. Kejadian itu masih terngiang ngiang di kepala gue. Gue ingin cepat-cepat membawa Key pergi dari sana. Walaupun nanti kenyataannya dia memang tidak ada hubungan dengan gue. Gue akan tetap membawa dia pergi dari sana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN