Perasaan berkecamuk

608 Kata
Tatapan nanar di lemparkan Janu pada sosok wanita yang saat ini sedang berbaring di brankar dengan kondisi yang memprihatinkan, banyak alat medis yang menempel di setiap bagian tubuh rapuh itu. "Siapa dia, mengapa dirinya begitu mirip dengan Riana." Gumam Janu, tanpa sadar matanya mulai berkaca-kaca. "Dokter Janu." Panggil seseorang membuat Janu tersadar dari lamunannya. Janu mengalihkan pandangannya sebentar, kepalanya menengadah guna mencegah sesuatu yang ingin keluar dari pelupuk matanya. Janu menoleh ke arah pria yang memanggilnya. "Ah Dokter Prama, ada apa?" tanya Janu menjabat tangan Dokter yang ada satu seminar dengannya tadi. "Apa dia salah satu keluarga anda?" tanya Dokter Prama. Janu menggeleng. "Tidak, saya bertemu dengannya ketika dia ingin menyebrang jalan sebelum kecelakaan terjadi." Jawab Janu menjelaskan. "Astaga, jadi dimana kita akan mencari keluarganya." Gundah Dokter Prama memijat pangkal hidungnya. Janu mengerutkan keningnya. "Ada apa, Dok? semua baik-baik saja, 'kan?" tanya Janu, ada secercah kekhawatiran akan wanita yang baru pertama kali ia temui. "Bisa kita bicara di ruangan ku?" tanya Dokter Prama mengajak. *** Janu mendadak tegang mendengar penjelasan Dokter di depannya, apa yang dikatakan Dokter itu berhasil membuat celah dalam hatinya merasa khawatir pada wanita yang baru pertamakali ia temui. "Lalu bagaimana, Dok? apa ingatannya tidak akan kembali?" tanya Janu dengan perasaan berkecamuk. Dokter Prama menghela nafas, ia meletakkan kedua tangannya di meja lalu menatap Janu dengan serius.  "Rumah sakit ini keterbatasan peralatan medis, untuk pemeriksaan lebih lanjut sebaiknya pasien di larikan ke rumah sakit yang lebih besar." Ujar Dokter Prama dengan tatapan sesekali menelusur ruangannya. "Karena itu kita harus mencari keluarganya." Lanjut Dokter Prama. "Dia saja tidak bisa mengingat, di lokasi kecelakaan juga tidak ditemukan identitas. Aku rasa ini akan sedikit sulit," seloroh Janu dibalas manggut-manggut oleh Dokter Prama. "Kita harus meminta bantuan pihak berwajib untuk menangani ini semua." Timpal Dokter Prama. Janu kembali ke hotel tempatnya menginap, masih ada sisa 6 hari sebelum kembali ke Jakarta. Entah mengapa ia bertekad memanfaatkan hari itu untuk mencari tahu keberadaan keluarga wanita yang sudah ditolong nya. Ketika angin berhembus, untaian rambut Janu berkibar persis seperti gorden balkon kamarnya, tiba-tiba gawai miliknya berdering, ia mengerutkan keningnya ketika melihat nama sang anak tertera di layar ponselnya. "Iya Zean, ada apa? kenapa belum tidur hmm?" tanya Janu dengan lembut. "Papa….hiks...aku mau dengan Papa…." tangisan anak itu menyapa indera pendengaran Janu. "Sssttt….Zean dengerin papa Nak! papa akan pulang sebentar lagi, Zean tidak boleh nakal dan harus ikut apa yang bi Nini katakan."  "Sekarang Zean simpan ponselnya lalu tidur, ingatlah untuk membaca doa terlebih dahulu." Ucap Janu dengan penuh perhatian sebagai sosok ayah sekaligus ibu. Janu selalu kepikiran pada sang anak, anaknya berbeda dengan anak lain yang ceria dan suka dengan taman hiburan. Berbeda dengan Zean yang memilih diam dan hanya mau bicara padanya.  Zean membutuhkan sosok ibu, tetapi selama bertahun-tahun hati Janu masih berpegang teguh pada istrinya. Ia masih sangat mencintai mendiang Riana, wanita yang telah memberikan kebahagiaan padanya meski hanya sesaat. "Papa, aku rindu Mama…." suara Zean begitu lirih membuat Janu terdiam dengan d**a yang terasa sesak. "Zean, ini sudah malam. Tidurlah!" perintah Janu lalu mematikan teleponnya sepihak. Janu melempar ponselnya ke ranjang, ia berjalan ke luar balkon. Kepalanya menengadah dengan mata terpejam, hembusan angin seakan membisikkan ingatan indah bersama sang istri. "Riana, aku dan Zean merindukanmu. Kenapa kamu pergi begitu cepat." Ucap Janu masih dengan mata terpejam. Sekelebat bayangan tentang wanita yang ia tolong terlintas begitu saja, Janu bahkan sedikit terkejut dan membuka kembali matanya. Ia kembali ingat wajah wanita itu, wajah yang seakan hasil copy paste wajah istrinya yang telah tiada. Hatinya resah, ia butuh seorang teman untuk bercerita, ia butuh seorang istri untuk mengurus anaknya, tetapi sampai detik ini tidak ada yang cocok baginya. To be Continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN