Curiga

765 Kata
“Mas, kamu nggak sarapan dulu?” Zaya menegur sang suami yang sepertinya terlihat terburu-buru keluar dari kamar dengan pakaian yang sudah rapi. Suaminya tampak begitu tampan rupawan seperti biasanya. Namun, tidak pernah suaminya tidak sarapan selama ini. Bahkan sang suami terus-terusan memuji masakannya yang lezat. Sebegitu terburu-burunyakah sang suami ingin pergi ke kantor? “Aku tidak bisa sarapan bareng kamu lagi. Aku terlalu sibuk,” sahut Ryan, bahkan tak sudi lagi menoleh pada sang istri. “Tapi kamu nanti sakit, Mas,” seru Zaya, segera menyusul sang suami ke arah pintu. Ryan kesal. Sambil terus melangkah ke ruang tamu, ia menoleh dan menatap Zaya dingin. “Aku bisa menjaga diriku. Urus aja urusan kamu sendiri!” Tanpa menunggu respons apa pun dari Zaya, Ryan langsung meninggalkan Zaya begitu saja tanpa wanita itu sempat mencium tangannya seperti biasa. Lagi, hati Zaya teriris perih. Rasa curiga mulai menyelimuti hatinya. “Jangan-jangan mas Ryan memiliki kekasih. Kenapa begitu drastis perubahannya padaku?” Zaya hanya bisa menghapus lelehan air mata yang mengalir di pipinya sambil menikmati makanan yang sudah masak sejak pagi. Dengan sangat terpaksa, Zaya tidak akan memasak untuk siang nanti karena tidak ingin mubazir. ia akan memakan jatah sarapan suaminya nanti siang. Sedang sibuk menikmati sarapan paginya, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Nila, sang kakak, yaitu keluarga satu-satunya yang ia miliki, menghubunginya. Air mata pun tumpah ruah membasahi pipi ketika melihat nama sang kakak berkedip-kedip di ponselnya. Zaya menghentikan kegiatannya menyantap sarapan lalu segera menerima panggilan dari kakaknya. “Kakak ....” “Kenapa suara kamu begitu?” Zaya menghapus air matanya sambil menahan isak tangisnya. “Aku ingin ketemu Kakak.” “Main ke rumah aja. Kakak juga menghubungi kamu karena Kakak kangen sama kamu. Sudah satu bulan kamu tidak main kemari.” Zaya tak sanggup lagi menahan beban di hatinya. Ia akan segera menceritakan permasalahannya dengan sang kakak. “Itu karena aku tidak tahu apa yang terjadi pada suamiku, Kak. Aku benar-benar pusing dan gelisah melihat perubahannya.” “Perubahan gimana?” “Aku takut dia memiliki wanita lain di luar sana.” Zaya mengatakan kecurigaannya. “Bagaimana kamu bisa menyimpulkan begitu?” Tanpa ragu, Zaya menceritakan semua yang ia alami selama satu bulan lebih di mana sama suami tidak lagi menyentuhnya dan sering tidur lebih cepat. Bahkan, Ryan terlihat sangat kesal jika ia ajak bicara. “Gawat kalau perubahannya drastis seperti itu. Sudah dipastikan Ryan memiliki kekasih.” Zaya tak sadar menggelengkan kepalanya. Hatinya masih ingin menyangkal. “Tidak mungkin rasanya, Kak. Dia adalah laki-laki baik-baik. Lagi pula dia sudah berjanji pada mendiang ayah juga papa mertuaku untuk tidak berbuat jahat padaku. Selama ini dia bertanggung jawab padaku.” “Apa yang bisa dilakukan Ryan kalau ada seorang wanita yang sudah menggodanya, Za. Pasti suami kamu akan terjebak juga. Apa kamu ingin menyelidikinya? Kakak bisa bantu kalau kamu mau.” Rasa takut mulai menyergap hati Zaya. Ia belum siap menerima kenyataan jika itu benar terjadi. “Aku tidak sanggup, Kak. Aku tidak sanggup membayangkan suamiku memiliki kekasih.” “Lantas, apa yang kamu mau lakukan?” “Biarkan saja, Kak. mudah-mudahan saja dia hanya sekedar sibuk saja. Aku akan terus melaksanakan kewajibanku sebagai seorang istri dan tidak akan bertanya macam-macam padanya sebelum dia menceritakan semuanya padaku.” Zaya lebih memilih menunggu daripada mencari tahu. Ia harus tetap menjaga mentalnya agar tidak rapuh. “Kenapa begitu?” “Karena ketika aku bertanya, sorot matanya begitu menyeramkan, Kak. Kata-katanya singkat, tapi bisa menusuk hatiku. Aku tidak berani bertanya apa pun lagi padanya.” Zaya menjelaskan reaksi Ryan saat ia bawel bertanya. “Astaga, Zaya, Ini benar-benar tidak baik!” “Biarlah, Kak. Aku akan main ke sana nanti kalau perasaanku sudah membaik.” “Ya, udah, biar Kakak aja yang main ke tempat kamu lusa nanti. Keponakan kamu juga sudah kangen pengen ketemu kamu.” “Makasih, banyak, Kak.” Zaya menutup panggilan dari kakaknya lalu mengurut dadanya yang terasa sesak, berusaha menyugesti hatinya kalau suaminya tak akan mungkin mengkhianatinya. “Mas Ryan tak mungkin berselingkuh. Dia mencintaiku. Dia pasti hanya sibuk saja, aku yakin itu. Mas Ryan pasti hanya jenuh melihatku selalu menggunakan daster. Ada baiknya aku menggunakan pakaian seksi malam ini dan menggodanya. Bukankah Jika suami sudah terpenuhi kebutuhan batiniahnya, dia tidak akan pernah berpaling?” Zaya memutuskan untuk membeli sebuah beberapa gaun seksi yang akan ia kenakan malam ini dan seterusnya untuk menggoda suaminya. Meskipun ia malu melakukannya, tapi demi keutuhan rumah tangganya, ia harus membuang rasa malunya. Dengan lincahnya, tangannya pun mulai berselancar di market place di ponselnya, memilih gaun seksi yang akan dia kenakan untuk memanjakan sang suami malam nanti. Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN