Mereka berlima berdiri dalam lorong sepi rumah sakit, tak jauh dari ruang rawat Raisa. Udara pagi yang lembab bercampur bau antiseptik menyelinap di sela-sela diam mereka. Khalil berdiri paling depan, sementara Luna, Mira, Talia, dan Nayla saling bertukar pandang. Raut wajah mereka sama: penuh tanya dan campur aduk antara marah, bingung, dan… sedikit iba. Khalil menatap ke lantai sesaat, lalu mengangkat wajahnya dan menatap mereka satu per satu. Suaranya tenang, tapi berat. Seolah setiap kata yang keluar mengandung beban yang sudah lama ia pikul. “Saya tahu, kalian pasti berpikir saya pengecut malam itu. Raisa dilukai, dan saya diam saja. Gak membela. Gak bahkan mengejar. Tapi saya minta kalian dengerin dulu alasan saya.” Tak satu pun dari keempat perempuan itu menyela. Mereka tetap dia

