Chapter 2 : Lintang

1863 Kata
"Sekarang… kita kemana?" Lintang mengikuti kemana langkah Abi, keduanya menyeret koper besar meninggalkan kontrakan. Habis jatuh tertimpa tangga. Setelah bibi dan paman membuat kekacauan, beberapa warga penghuni kontrakan merasa terganggu. Bukan hanya itu, setelah tau pekerjaan Abi selama ini seperti apa, para istri takut suaminya di gaet pun tak sungkan tak ingin mereka tinggal di sana lagi. Jadinya sekarang kakak beradik itu di usir setelah semua di rampas. Ting… Suara pesan masuk memecahkan lamunan Abi. Kakinya pelan-pelan berhenti sebentar melihat pesan dari Nino. Boss : Dia bayar lebih dari perjanjian semalam, kamu dapat bonus Boss : Satu lagi, saya tidak mau melihatmu memasuki tempat ini lagi. Bukan nggak mau menerima, saya hanya mau kamu menjalani kehidupan normal di luar sana bersama Lintang Boss : Beritahu saya kalau ada apa-apa atau hubungi Angga seumpama saya gak ada tapi jangan masuk kesini, paham? Jari-jari lentik Abi bergerak cepat membalas pesan Nino. Me : Baik boss. Tak lama handphone android miliknya kembali berbunyi, di mana pemberitahuan transferan bank masuk. Di sana tertera 250 juta masuk ke tabungannya. Kalau untuk kemo Lintang masih cukup, tapi untuk operasi kayaknya belum cukup meskipun di gabungkan sama tabungan yang lain. Abi menghela nafas panjang menyetop taksi. "Kita cari apartemen, kalo kontrakan kayaknya bakal di usir lagi nanti. Kakak juga gak mau mereka kembali, belum sekolah kamu takut kejauhan." katanya pada Lintang. "Lintang ikut kakak aja." Abi mengangguk menyingkirkan anak rambut nya. Tak lama taksi pun datang dan berhenti di depan mereka. "Pak, apartemen deket sini ada gak?" tanya Abi ketika mereka sudah berada dalam taksi. "Ada sih mbak, tapi agak mahal soalnya di kota." Abi juga tau itu kali. Di kira mereka tidak mampu membayar mungkin dan itu sedikit menyinggung gadis bernama Lintang. ia ingin bersuara namun Abi lebih dulu menyela. "Gapapa pak asal gak jauh, soalnya adik saya sekolah di daerah sini takutnya kejauhan kalau naik bus nanti." "Baik mbak." Taksi pun melaju dengan sedang, Lintang merogoh saku Hoodie sweater rajut miliknya setelah bunyi beep panjang terdengar. Waktunya minum obat. Abi hanya diam melihat Lintang membuka beberapa bungkus obat, tangannya bergerak meraih botol air minum lalu memberikannya pada Lintang. "Besok kemo jangan lupa istirahat." katanya mendapatkan tatapan mata berkaca-kaca dari Lintang. Abi menggeleng, "Kakak gapapa, bayaran semalam udah masuk jadi kamu masih bisa kemo beberapa kali. Soal uang operasi… harusnya dengerin kamu buat nyimpan di bank aja jadinya sekarang huh... tapi gapapa, aku bakal… " Lintang memotong. "jangan masuk kesana lagi, please." suara gadis 17 tahun itu bergetar menundukkan wajahnya. "Enggak kok. Aku gak bakal kesana lagi tenang aja. Lagian tidak akan di terima lagi sama bos Nino." "Beneran?" Lintang menaikkan pandangan dan Abi mengangguk. Lintang hendak berkata sesuatu namun mengharuskannya untuk diam kala taksi berhenti di depan gedung apartemen tidak bisa di bilang besar atau kecil, mungkin cukup sederhana pas untuk mereka berdua. Dengan uang 250 juta mungkin sudah terbilang sangat banyak tetapi uang sejumlah itu akan menjadi kecil saat ini sebab sekali Lintang menjalani kemo menghabiskan 20 juta cukup untuk perawatan selama seminggu setelah selesai kemo. Sedangkan operasi membutuhkan sejumlah 1 M untuk mendatangkan dokter spesialis khusus dan harusnya dengan bayaran semalam operasi akan di jadwalkan beberapa hari lagi namun sekarang dia harus kembali ke awal untuk mengumpulkan rupiah lagi setelag dua b******n tidak tahu malu datang merampas tabungannya selama lima tahun menjadi wanita malam. Abi bersumpah akan membunuh mereka jika berani muncul lagi di hadapannya. Kalau pun nanti mereka mati, Abi tak ingin mendengar kabar kematian setelah mengalami semua ini karena ulah tak berperasaan mereka. Hhh… Abi tersenyum di hadapan seorang wanita paruh baya yang sedang membuka pintu apartemen. Untuk sewa dua bulan saja sudah menghabiskan lima juta, bagaimana jika setahun? "Ini kunci apartemennya, kalau ada apa-apa ngomong sama saya atau sama anak saya nanti. Kebetulan dia lagi kuliah nanti saya kenalkan." "Baik bu, terima kasih." ucap keduanya "Baiklah, ibu permisi dulu semoga kalian betah di sini." ucapnya berlalu pergi meninggalkan kakak beradik itu. Drrtt… Getaran di susul alunan piano dari YIRUMA - Kiss the rain mengalun merdu. Abrina sangat menyukai setiap tut dentingan seakan menggambarkan keadaan nya selama ini. Jika Abi begitu menyukai piano lain halnya dengan Lintang, gadis itu diam-diam mengumpulkan uang jajan dari sang kakak untuk membeli Violin adik dari biola. Setidaknya dengan benda itu hatinya terasa lebih tenang jika tak ada Abi menjaganya dari berbagai ejekan di sekolah. "Masuk duluan gih," suruh Abi sebelum menggeser tanda jawab pada benda pipih di tangannya. "Halo kak Soraya, apa kabar?" ujarnya setelah panggilan terhubung. "Kamu di mana? Kok, kontrakan kosong?" "Udah keluar, biasa di usir lagi. Untuk sementara saya mutusin nyewa apartemen aja, biar nyaman juga buat Lintang sebelum operasi." Terdengar helaan nafas berat dari seberang sana membuatnya tersenyum kecil. Kakinya melangkah mendekati tembok pagar apartemen sekedar melihat-lihat ke bawah. "Kirim alamat kamu deh, biar saya kesana." "Nanti aja, kita ketemu di kafe biasa sekalian mau makan siang." "Yasudah saya tunggu di sana. See you," "See you." Abi menengadah menatap langit biru menenangkan di atas sana. Mama, Apa Abi bisa? batinnya berbisik melontarkan pertanyaan untuk sang mama di surga sana. Cklek. Pintu terbuka mengalihkan pandangannya pada Lintang yang keluar dari bilik apartemen. "Nyaman gak?" tanyanya dan mendapatkan anggukan kecil dari Lintang. "Nyaman kok, beda dari sebelumnya." lontar Lintang tersenyum lebar. "Oke. Oyah, kita makan di luar, sekalian belanja bahan makanan kebetulan kak Soraya ngajak ketemu di kafe." kata Abi berjalan mendekat untuk mengunci pintu apartemen. Selagi Abi mengunci apartemen Lintang berkata, "Kak, be-besok gak usah kemo ya?" hal tersebut langsung mendapat tatapan tajam dan dingin dari sang kakak. Gadis itu langsung ciut menunduk meremas tas selempang kecilnya."Maaf, Lintang cuma gak mau… " "Gak usah banyak omong. Ayo pergi." Abi lebih dulu meninggalkan Lintang setelah menyela kalimat gadis itu. Lintang tau kakak nya marah tapi mau bagaimana lagi, ia juga merasa bersalah melihat sang kakak harus bekerja sana sini hanya untuknya. Kalau boleh memilih Lintang lebih baik ikut bersama orang tua mereka daripada harus hidup hanya membebani sang kakak. Sejak kecil Abi hanya mengurusnya, tidak peduli sakit, lelah Abi juga harus merelakan hidupnya menjadi gadis malam hanya untuknya dan itu benar-benar membuat hati Lintang sakit dirundung perasaan bersalah. "Mau kemana?" tanya bu Heni selaku pemilik gedung apartemen. Abi berhenti lalu tersenyum kecil begitu juga Lintang. "Ini bu, mau belanja sekalian makan siang." kata Abi "Ah, kalau gitu belanjanya jangan banyak-banyak ya." "Emang kenapa ya bu?" tanya Abi bingung sementara Lintang hanya diam sesekali melihat keadaan sekitar. "Gini saya lupa ngasih tau, kalau di sini kebanyakan anak kos dan tau kan anak kos gimana, mereka sering minta ini lah itulah alasan bakal dibalikin nanti tapi gak bakal balik tuh barang." bu Heni menjelaskan keadaan orang-orang di apartemen ini. Hanya berlaku di daerah ini saja. Abi mengangguk-angguk mengerti, "Baik bu, makasih sebelumnya. Kalau gitu kita pamit… " terhenti kala Lintang sedikit bergeser mendekatinya ketika beberapa laki-laki datang. "Jangan takut, mereka mahasiswa yang tinggal di sini. Semuanya pada baik-baik kok." kata bu Heni melihat ketakutan dalam diri Lintang. "Selamat siang. Waah... penghuni baru bu?" tanya salah satu dari mereka. "Iya. Ini Abi dan ini Lintang adiknya. Awas ya jangan di godain mentang-mentang cantik, jangan dimintai makan juga." ujar bu Heni tertawa kecil. "Ih bu Heni mah bongkar rahasia umum kita. Hai kenalin, saya Ryan, dia Hans sama Dimas." kata Ryan mengenalkan diri dan juga kedua temannya. "Salam kenal, semoga jadi tetangga yang baik ya. Maaf adik saya emang penakut." kata abi tersenyum. "Gapapa, santai aja." "Ya udah bu, kita permisi ya." ucap Abi lagi-lagi tersenyum kecil membawa Lintang pergi tanpa menunggu jawaban dari bu Heni ataupun para lelaki tadi. "Hati-hati ya," lontar bu Heni sedikit keras agar keduanya bisa mendengar. "Gila, senyumnya yahud anjir." bisik Hans, pria sedikit ke bule-bulean itu pada Ryan dan Dimas. Sejak tadi memang dia tak pernah berhenti menatap Abi. Menurutnya gadis itu terlihat menawan dan terlalu enak di pandang. "Terlalu cantik buat di sia-siakan." komentar Dimas. "Bener." timpal Ryan. "Ngapain kalian bisik-bisik? Sana naik." usir Bu Heni melihat para lelaki itu sedari tadi memandang kepergian Abrina dan Lintang. "Eh? Hehehe… kirain udah pergi bu." ujar Dimas dan sebelum Heni melontarkan kata-kata mutiara yang membuat pusing, akan lebih baik kalau mereka saja yang pergi. "Kita permisi dulu bu, mau nge-game hehe." ketiganya segera berlari ke atas meninggalkan bu Heni. "Dasar anak muda, liat yang bening dikit bae udah keluar tuh tanduk." bu Heni menggeleng pelan. * * * * Sementara di tempat lain terlihat lelaki muda tengah membuka pintu mobil penumpang untuk sang bos setelah itu tampaklah kaki panjang lebih dulu keluar kemudian menarik tubuhnya ikut keluar. Elvano membuka kancing kemejanya, memasukkan satu tangan di saku celana lalu berjalan memasuki rumah mewah miliknya. Wajah dingin nan keras itu seketika berubah mendengar suara putri kesayangannya. "Daddy!" Dia Arumi Brynlee Logan, umur 5 tahun anak satu-satu Elvano, gadis kecil kesayangan pria berbahu lebar dan jangkung itu. Arumi dunia Elvano dan apapun yang gadis kecil itu inginkan jika berhubungan dengan Arumi, Elvano akan lakukan selama kesayangannya bisa tersenyum. Gadis kecil bermata bulat dengan rambut poni kuncir kuda, jangan lupakan boneka berbentuk hati berwarna merah bernama Tata itu selalu berada di pelukannya. Gadis kecil itu berlari ke arah sang Daddy, melompat berharap mendapat gendongan dan Elvano dengan senang hati menangkap lalu menggendongnya. Elvano tersenyum lebar mengangkat tubuh mungil Arumi. "Princess Daddy udah mandi belum?" tanyanya dan mendapat anggukan kecil dari Arumi yang kini memeluk leher sang daddy. "Baru pulang?" terlihat seorang wanita paruh baya berada di ujung tangga melihat kearah Elvano. Dia Amira Bervina Logan 54 tahun salah satu kesayangan Elvano karena beliau adalah Mama Elvano dan semua kesuksesan yang Elvano raih atas dukungan sang Mama. Amira tampak melenggang berjalan mendekati anak dan cucunya, ia tersenyum kecil begitu mendengar suara tawa Arumi kala mendapat klitikan dari sang daddy. "Habis lembur atau apa hem, sampai lupa pulang." lontar Amira menggeleng pelan menduduki sofa di depan Elvano. Elvano yang tengah asik dengan Arumi tampak melirik sang ibu. "Kayak gak tau El aja Ma." lontarnya. Itu benar. Amira tau kelakuan anaknya di luar sana yang suka membayar wanita untuk memuaskan kebutuhan biologisnya sebagai laki-laki dan dia tidak mempermasalahkan hal tersebut selama tak membawanya ke dalam istana mereka, apalagi sampai mengusik ketenangan cucu kesayangannya. "Jadi keluar gak?" tanya Amira lagi dan kali ini menghentikan kegiatan anak dan cucunya. Elvano membawa Arumi ke pangkuannya dan berkata, "Jadi ma, udah janji sama Arumi juga kasian kalau batal. Kalau mama mau ikut, ayo berangkat sekarang." "Gak ada meeting emang? Biasanya biarpun libur tetap ada janji." "Jayden, hubungi Selvi minta dia mengubah jadwal hari ini." kata Elvano pada Jayden yang sedari tadi berdiri di sampingnya. "Baik presdir." Jayden pun melenggang pergi keluar untuk menghubungi sekretaris Elvano. Amira tersenyum tipis, sangat tau kalau Elvano akan membatalkan semua pekerjaan demi sang cucu. "Udah kan," kata Elvano mengecup kepala Arumi. Amira mengangguk ingin bersuara namun Arumi lebih dulu menyelanya. "Daddy ayo berangkat sekarang, Umi mau jalan-jalan sama daddy." lontar Arumi mendongak menatap sang Daddy dengan mata berbinar-binar. Mana bisa Elvano menolak jika Arumi sudah seperti itu, lagian tanpa di minta pun dia tetap siap karena sudah janjinya akan menghabiskan waktu bersama sang anak ketika akhir pekan tiba. "Siap princess. Malam ini gak usah masak kita makan di luar." kata Elvano berdiri kemudian melenggang keluar dengan Arumi berada dalam gendongan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN