Cari Pacar Baru

1636 Kata
Nayna kembali menepis segala pikiran buruknya tentang Gibran. Namun, kali ini dia sudah gatal ingin membicarakannya pada Aksa. Tapi, mulutnya lagi-lagi tertahan, dia tak ingin hubungannya dengan Aksa kembali merenggang, karena satu kalimat saja bisa berakibat fatal jika itu mengenai Gibran.  Ponsel berdering dengan keras, Nayna segera menekan tombol hijau lalu mendekatkan ponsel itu ke telinganya.  “Kenapa bang?”  “Dek, lu jemput gue, sekarang!” lirih Aksa dengan nada yang tak biasa. Hingga Nayna merasa ada sesuatu yang terjadi pada kakaknya itu.  “Posisi di mana?”  “Gue share lokasi.”    “Ya,” ucap Nayna sebelum akhirnya sambungan terputus.  Nayna segera keluar membawa si jingga ke tempat Aksa berada. Kini dia sudah ahli melajukan mobil dan merasa tak perlu lagi mengganggu Aksa dengan Dara, kini Nayna sudah tahu cara menikmati hidup tanpa perlu bergantung pada Aksa. Sekarang Nayna merasa lebih berarti karena baru kali ini hidupnya bermanfaat untuk Aksa, saat Aksa meminta tolong padanya. Nayna segera menepikan si Jingga di depan kafe, dia tak perlu turun karena Aksa langsung masuk dan duduk di sebelahnya. Nayna menoleh, dia sedikit terkejut dengan tampang semrawut kakaknya itu.  “Mobil abang gimana? Aman?” tanya Nayna, sembari melajukan mobilnya pelan. “Besok lu anterin gue kesini, gue udah ngomong sama pemilik kafe.” Nayna mengangguk, paham. Namun, dia merasa ada yang aneh karena napas Aksa terdengar berat. “Abang, baik-baik aja, ‘kan?” tanyanya sambil tetap fokus pada kemudinya. “Dara menerima lamaran Indra teman sewaktu SMA-nya.” “Haaaaahhh ….” Nayna memekik seiring dengan suara rem yang diinjaknya secara tiba-tiba. Nayna kemudian menatap Aksa, “Abang serius?” terus hubungan kalian?” “Ya kandas,” ucap Aksa. Mulut Nayna membulat tanpa mengeluarkan suara, dia terkejut, dia ikut merasakan kehancuran kakaknya. “Kenapa abang bisa keduluan Indra?” ucapnya kesal sembari melajukan kembali mobilnya. “Bukan keduluan, tapi gue-nya aja yang bego, karena sampai saat ini belum berani melamar Dara.”  “Terus kenapa, kok abang bisa bego?” ucapan Nayna langsung mendapat tatapan menusuk dari Aksa.  Nayna segera mengalihkan pandangannya. “Tenang bang, selama janur kuning belum melengkung Dara masih milik abang. Abang masih punya banyak kesempatan,” hibur Nayna. Aksa menggelengkan kepala, pelan. “Kenapa? katakan saja jika saat ini abang sedang ngizinin Dara buat selingkuh. Tapi ujung-ujungnya Dara balik lagi ke abang,” hibur Nayna tanpa berpikir panjang. “Nggak mungkin, Dek. Pertunangan mereka besok.”  “Ayolah, Bang. Masa nyerah gitu aja.” Aksa kembali menggelengkan kepala.  “Abang bener-bener nggak mau berjuang buat Dara?” “Ini rumit, kamu nggak akan ngerti.” Jika kalimat tersebut sudah keluar dari mulut Aksa, itu artinya Nayna harus berhenti bicara dan dengarkan saja. Nayna yakin abangnya bisa mengatasi masalah hatinya.     *** Melihat kondisi hati Aksa dari semalam, Nayna akan menunda persoalan tentang Gibran. Yang terpenting saat ini adalah luka hati yang masih menganga di hati Aksa.  Nayna berhenti dan menurunkan Aksa di depan kafe pelangi.  “Abang yakin, abang baik-baik aja?”  “Gue nggak apa-apa, udah lu berangkat aja.” Nayna mengangguk dan melajukan si jingga. Nayna memelankan laju mobilnya saat melewati tempat gym itu lagi. Dia mengedarkan pandangannya. Namun, kemudian dia menginjak rem saat lagi-lagi dia melihat Gibran masuk bersama beberapa pria. Kenapa kali ini Nayna merasa itu bukan tempat gym biasa. Dia kemudian turun dan berjalan mendekat ke tempat gym tersebut, dan kini dia berdiri di depan satpam. “Pak, ini tempat gym?” tanyanya pada pria berseragam biru tua itu.  “Iya, tapi khusus laki-laki, Neng.”   Nayna mengernyit. dia menyipitkan matanya. “Kenapa?”  “Peraturannya gitu, Neng?”  “Tapi, Normal ‘kan?” Pria paruh baya itu terkekeh. “Ya beda-beda, yang sakit juga banyak di sini.” Nayna memekik sembari menutup mulutnya, agar lengkingannya tidak terdengar sampai ke dalam. Dia berlari tanpa melirik satpam itu lagi, kali ini dia merasa takut, ngeri, bahkan jijik. *** “Lu serius, Nay?” tanya Dinda, yang langsung dibalas anggukan oleh Nayna. Dinda geleng-geleng kepala. Dugaannya memang benar.  “Awalnya gue heran aja, kenapa tiap hari dia nge-gym?” Nayna memutar-mutar sedotan di dalam gelasnya. “Siapa? Gibran?” tanya Agatha yang baru saja bergabung.  Nayna mengangguk sembari menjorokkan bibir bawahnya ke depan. “Pantes, ototnya gede banget,” ucap Agatha. Nayna menarik napas dan mengembuskannya kasar.  “Lo belum cerita sama bang Aksa?” tanya Dinda. “Gue nggak tega, bang Aksa baru diputusin Dara.” “Kok bisa Dara mutusin bang Aksa, ih sayang banget, cowok kayak bang Aksa, ‘kan langka,” ucap Agatha yang langsung mendapat tatapan tajam dari Dinda dan Nayna.  “Kayaknya Dara pengen buru-buru dinikahin, sementara bang Aksa belum siap.” “Kenapa?” tanya Dinda.  Nayna mengangkat bahu. Kemudian menarik napas. “Dara sering cemburu sama gue.” “Kok gitu?” ucap Dinda sembari melahap rotinya. Nayna menggelengkan kepala. “Iyalah pasti cemburu, gue aja yang bukan pacar bang Aksa cemburu kalau liat perhatian bang Aksa sama Nayna,” ucap Agatha sembari men-stalking instagramnya Aksa. Sepertinya ini kesempatan emas untuk Agatha bisa mencari perhatian Aksa. “Tapi carinya di mana, ya?” gumamnya sembari menyangga dagu dengan telunjuknya. Nayna menatap aneh gadis oriental dengan poni yang hampir menutupi matanya itu.  Agatha mencebik. Dinda memanjangkan leher dan sedikit mengintip layar ponsel Agatha. Namun, Agatha segera menjauhkannya, bisa jadi bulan-bulanan jika dia ketahuan oleh mereka.  Dinda kemudian merapikan duduknya lagi, dia tidak begitu peduli dengan apa yang dilakukan Agatha. “Memang cewek itu butuh kepastian, Nay. kayak lu sekarang ini,” ucapnya. Nayna mengangguk. “Gue tahu, apalagi Dara sama bang Aksa udah dua tahun jalanin hubungan.” Nayna terdiam sejenak. “Bukan waktu yang singkat, wajar jika Dara meminta kepastian. Tapi, gue lega sih akhirnya cewek lengket itu lepas dari abang gue.”  Agatha mendelik, mendengar ucapan Nayna yang begitu jelas terlihat rasa tidak sukanya pada Dara.“Emang tipe cewek bang Aksa kayak gimana, Nay?” tanya Agatha sembari menatap wajah Nayna. “Kayak gue,” jawab Nayna singkat.  Dinda dan Agatha tertawa.  “Kenapa? nggak percaya?” Nayna mengangkat alisnya. “Bukan nggak percaya, tapi ragu,” ucap Agatha. “Aneh ya, Tha. Masa ada cowok yang suka sama cewek manja yang sukanya ngerepotin orang,” ledek Dinda. “Asal kalian tau, bang Aksa itu, suka banget direpotin, suka banget manjain orang, yang penting yang dimanja itu nurut kayak gue, ‘kan gue nurut sama bang Aksa, udah gitu sikap gue kan manis ke dia,” ucap Nayna penuh percaya diri.   “Udah ah, kok gue tiba-tiba pusing dengerin ocehan dia,” ucap Agatha sembari memijat pelipisnya. “Iya gue juga, tiba-tiba mual,” ucap Dinda sembari menutup mulut dan memegang perutnya. Nayna menggeliat, mengangkat tangannya keatas dan menjatuhkannya di atas bahu kedua sahabatnya itu. Nayna tak pernah sakit hati dengan celotehan mereka, justru dia semakin merasa bahagia dengan adanya candaan mereka. Walaupun saat ini Nayna sedang berduka karena keadaan Aksa, dia juga ikut prihatin pada Gibran yang ternyata menyimpang dari jalannya. *** Nayna, berhenti dibelakang Aksa, dia menghitung kancing. Namun, bukan satu dua tiga yang keluar dari bibir mungilnya. Melainkan, “Ngomong, nggak, ngomong, nggak, ngomong.” Kancing Nayna berjumlah lima dan hasilnya mau tidak mau dia harus bicara pada Aksa soal sesuatu yang satu minggu terakhir mengganjal hatinya.  Aksa mengarahkan pandangannya pada Nayna. Sesaat dia terdiam. Namun, kemudian akhirnya dia bersuara, “Kamu nggak salah denger?” Aksa menuangkan air ke dalam gelas. “Nggak, masa iya nge-gym sampe tiap hari.” Nayna ikut menuangkan air ke dalam gelasnya. “Nggak mungkin, Dek,” ucap Aksa usai menenggak satu gelas air. “Bisa jadi, kalian empat tahun nggak ketemu, kak Gibran di luar Negeri, siapa tau gaulnya sama orang yang seperti itu, terus ketularan deh.” Nayna mencebik. Kemudian dia menenggak air dan menyisakan setengahnya di dalam gelas. Aksa terdiam, memikirkan apa yang dikatakan Nayna padanya. Namun, Aksa tak ingin mengambil kesimpulan lebih jauh tentang sahabatnya itu. Aksa menggelengkan kepala dengan tegas. “Jelas-jelas satpamnya ngomong kayak gitu,” ucap Nayna sembari pergi meninggalkan Aksa yang sedang berdiri di dapur memegang gelas. Obrolan mereka memang berlangsung di dapur setelah makan malam, saat Aksa sedang mengambil minum dan Nayna mengikutinya.  *** Bagi Aksa mentari pagi sudah tak mampu menyinari sisi gelapnya semenjak perpisahannya dengan Dara. Namun, hidupnya harus berlanjut tak mungkin Aksa tetap meratapi nasib yang memilukan ini. Setelah satu minggu tanpa perhatian Dara, dia mulai terbiasa, walaupun setiap membuka ponsel di pagi hari dia masih selalu berharap ada satu pesan dari Dara yang bisa menyemangatinya.  Walau dengan langkah kaki gamang, dia tetap datang ditemani Oji ke acara pertunangan Dara dan Indra beberapa hari yang lalu, sekedar mengucapkan selamat dan menyampaikan doá terbaiknya.  Kini dia menikmati sarapan, tanpa ada gairah, bahkan mengangkat sepotong roti saja terasa berat. “Makan yang bener, jangan kayak bocah,” ketus Nova yang kesal melihat anak bujangnya yang hanya memotong-motong roti tanpa ada niat memakannya.   Saat semua orang disibukkan dengan ritual pagi masing-masing. Nayna berlari menuruni anak tangga tanpa ada satupun yang terlewat oleh kaki jenjangnya. “Ma, Pa, aku berangkat ya,” ucap Nayna sembari mencium pipi ayah dan ibunya bergantian. “Sepagi ini?” tanya Nova yang tetap sibuk menata makanan diatas meja. “Aku juga pengennya tidur, Ma.” “Kebo.” gumam Aksa. “Aku denger loh, Bang.” Nayna memukul pelan lengan Aksa. “Sarapan dulu,” pinta Nova.  “Minum s**u aja deh.” Tatapan Aksa mengikuti seiring gelas yang diangkat Nayna menuju mulutnya, hingga susunya habis ditenggak adiknya. “Punya gue, maen abisin aja,” gerutu Aksa. “Makasih.” Nayna mencium pipi Aksa dengan bibir basah bekas s**u.  “Jorok banget, ya Tuhan. Lengket.” Aksa mengusap pipinya dengan tisu. “Aku berangkat, soalnya ada bimbingan, Assalamuàlaikum ….” teriak Nayna sambil berlari menuju pintu.  “Waàlaikumsalam,” ucap Nova.  ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN