6. Tak Kasat Mata

1208 Kata
MATA Shanin menyipit, berharap bahwa hal itu bisa membuatnya semakin mempertajam apa yang ia lihat, namun hal itu semakin membuat Shanin panik begitu ia menyadari kebenaran dari apa yang ia lihat. "Al ngapain disana!? Terus itu mereka siapa!? Kayanya bukan orang-orang dari sekolah Shanin deh, " lagi-lagi mulut gadis itu berucap walau malah terdengar seperti sebuah gumaman, ia panik namun tak berani berbuat apapun mengingat lawan Al yang sangat banyak dengan badan yang terbilang besar-besar. Belum lagi beberapa di antaranya membawa sebuah pemukul baseball. "Shanin harus apa!?" Otak kecil miliknya berputar, ia merasa tak tega melihat Al yang sudah babak belur seperti itu. Bagaimana kalau misal ia di bunuh? Pasti Shanin yang hanya bisa melihatnya akan merasa bersalah seumur hidup walau itu bukan kesalahannya. "EH, b*****t! LO GAK MAU NGOMONG JUGA!? BOSEN IDUP!?" Suara bentakan lantang masuk ke telinga Shanin, membuat ia menghilangkan fikirannya yang tengah berdebat hebat. Shanin menutup mulutnya begitu melihat seorang cowok berbadan tinggi dengan rambut yang di warnai putih itu dengan s***s menendang perut Al hingga membuat sang korban mengaduh kesakitan sembari mengerang-ngerang tak jelas. Setetes air mata jatuh di pipi Shanin, tangannya terlihat gemetaran sebelum akhirnya sebuah ide kecil nampak mendarat di otaknya. Ia dengan cepat mengeluarkan ponsel dari dalam saku bajunya dan mengangkatnya tinggi-tinggi sembari berjinjit ke atas. Siapa tahu karna ia berada di dekat tiang listrik, signal akan masuk ke dalam ponselnya. Keberuntungan nyatanya berada di gadis itu, setitik signal nampak menyapanya. Dengan mata membulat, ia segera membuka aplikasi youtube dan mencari suara sirine polisi, kalau perlu suara polisi yang sedang ingin menangkap tersangka. Begitu berhasil, Shanin sempat menarik napasnya dalam-dalam. Ia sekali lagi melirik Al yang masih dengan posisinya, kemudian gadis itu mengangguk dan segera menekan tombol play sebelum akhirnya suara nyaring sirine polisi terdengar menggema di g**g panjang nan gelap ini. Sontak semua perhatian tertuju ke arahnya dengan wajah super panik, Shanin berhasil. "LO MANGGIL POLISI!? LO NGASIH TAU ARGA?! b*****t! LIAT BALESAN GUE!!" Kata terakhir cowok berambut putih itu sebelum akhirnya meninggalkan Al yang masih tergeletak di lantai, di ikuti ke delapan temannya yang juga berlari pergi. Begitu Shanin merasa aman, ia terlihat keluar dari tempat persembunyiannya dengan berlari kecil ke arah Al. Keadaan cowok itu terlihat kacau, pipi, mata, dan bibirnya terlihat bengkak dan memar. Bahkan kepalanya meneteskan darah segar yang membasahi wajahnya. "Ke rumah sakit, kita ke rumah sakit, ya?" Shanin mengangkat tubuh Al agar cowok itu bisa bangkit, untunglah Al tak sepenuhnya hilang kesadaran sehingga ia masih ada tenaga untuk bangkit walau tangan kanannya terlihat melingkar di leher Shanin. "Anter gue ke taksi aja." Al bersuara dengan parau. "Al kesini gak bawa motor?" "Bawa." "Kenapa gak naik motor Al aja? Taksi jauh, Shanin aja nyasar gak tau mana jalan raya." Cowok itu berhenti melangkah kemudian menatap Shanin dengan pandangan yang sulit di artikan, "Lo bisa nyetir motor emang?" Jelas saja gadis itu menggeleng, "Al lah yang bawa, kenapa jadi Shanin?" Wajah babak belur Al kini terlihat datar, "Tulang rusuk gue aja kayaknya patah, gimana mau nyetir?" Shanin mengangguk membenarkan, iya juga. Siapa yang mau membawa motor ninja miliknya kalau gitu? Mereka berjalan cukup lama, namun karna bimbingan dari Al, akhirnya Shanin berhasil menuju jalan raya dan memberhentikan sebuah taksi biru. "Thanks." Ucap cowok itu sebelum berniat menutup pintu taksi, namun dengan cepat Shanin halangi, "Shanin ikut!" "Mau ngapain?" "Nanti kalo misal Al pingsan gimana? Jalan aja gak kuat sendiri, masa iya mau Shanin tinggalin?" Selesai berkata seperti itu, tanpa di perintah ia terlihat masuk dan duduk tepat di sebelah Al. Sedangkan Al yang sudah terlihat tak kuat berdebat karna luka di bibirnya hanya diam dengan mata yang tertutup rapat, membuat Shanin menatapnya dengan khawatir. "Al gak pa-pa? Beneran gak mau dibawa ke rumah sakit?" "Gue udah mau mati gini lo masih nanya?" Cowok itu berkata masih dengan mata yang tertutup rapat, "Gue tidur sebentar, bangunin kalo udah sampe." ***** Begitu membuka pintu besar berwarna cokelat itu, semua mata sontak saja beralih kepada dua orang berpakaian lusuh disertai wajah kelamnya. Apalagi begitu melihat seseorang yang tengah berdiri lemas dengan wajah babak belur di samping Shanin, beberapa di antara mereka segera menghampirinya kemudian membantu Shanin untuk meletakan Al di atas sofa yang berada tak jauh dari mereka. "Lo kenapa!? Ko bisa sama cewek aneh ini?" Shanin memanyunkan bibirnya begitu mendengar pertanyaan Raynzal yang saat ini tengah duduk di samping Al dan memeriksa kondisinya , namun yang ditanyai sepertinya tak punya kekuatan untuk menjawab sehingga ia hanya bisa bergeming tak jelas. Sedangkan Shanin yang kehadirannya saat ini belum dianggap hanya bisa berdiri tanpa tahu harus melakukan apa. "Setan banget, siapa yang mukulin lo!? Kasih tau cepet!" Steve membara dengan tangan kiri yang menggulung lengan baju kanannya, bersiap untuk tempur. "Shanin, kan?" Sebuah suara mengalihkan pandangan Shanin, itu Richard. Ya Tuhan, tampan sekali, maksudnya, merdu sekali suaranya. Shanin mengangguk bingung, "Ko bisa sama Al? Dia kenapa?" Kali ini semua pandangan tertuju padanya, akhirnya ia terlihat. Sepertinya Harry Potter sudah mengambil jubahnya. Ditatap oleh keenam pangeran tampan nyatanya membuat Shanin cukup gugup, ia sempat berdehem untuk menghilangkan rasa gugupnya, "Shanin ketemu Al dijalan, dia lagi dipukulin sama sembilan orang," Shanin berusaha mengatur kata perkata agar keluar dengan baik dan benar. Mata Arkan membulat mendengar penjelasan singkat Shanin, ia yang tadinya belum beranjak dari posisinya yang tengah berada di atas motor-motoran kini berjalan ke arah Shanin, "Sembilan orang!? Siapa? Lo kenal?" Shanin menggeleng cepat, "Dia kayaknya beda sekolah sama kita, tapi seliat Shanin, ada satu cowok yang rambutnya warna putih gitu. Dia juga bawa tongkat basseball," Semua orang terkecuali Al yang masih tergeletak lemas nampak berfikir serius, "Rambut putih? Tongkat basseball?" Beo Derren yang ikut berfikir serius. "Denzel!?" Sebuah suara berat terdengar dari pojok ruangan, dia Arga. Sedang memegang segelas Vodka, seperti biasa, duduk manis di mini barnya. "Denzel!?" Raynzal bangkit dari posisinya dengan napas yang naik turun penuh amarah, "Jangan bilang dia mukulin Al gara-gara Tendi si pecandu itu?" Shanin sedikit membuka mulutnya mendengar kata 'pecandu' yang sebelumnya tak pernah ia dengar secara langsung, "Tendi? Bukannya dia udah dipenjara? Lagian dia ketangkep kan bukan salah kita, udah gila kali Denzel!" Mata Shanin bergantian menatap orang yang berbicara, ia sebisa mungkin tak mengeluarkan suara apapun dan memilih menyimak perbincangan serius mereka. "Apa jangan-jangan dia nyari gue?" Richard bersuara, "Gue sama Tendi kan pernah sama-sama mak-" "Eh-Ehem," Arga berdehem dengan kuat, sontak Richard menghentikan ucapannya dan menoleh ke arah Arga. Sedangkan yang ditatap hanya memberikan sebuah isyarat dengan melirik Shanin yang nampak masih mematung, membuat mereka akhirnya 'kembali' menyadari kehadiran Shanin dan seharusnya tak membicarakan sesuatu yang 'penting' di depan orang asing ini. "Lo masih di sini?" Raynzal menaikan sebelah alisnya dengan menatap Shanin tak suka, sementara yang ditatap seolah memberikan isyarat, 'kan Shanin belum diusir, ya masihlah.' "Lo kesini cuma mau nganter Al doang, kan?" Shanin mengangguk begitu Steve menanyakan hal itu, "Well, karna lo udah nganterin, jadi mending lo pergi." Gak mau bilang makasih?  Namun sepertinya mereka semua tak ada yang peka atas ekspresi yang sudah Shanin perlihatkan dan malah memasang tampang mengusir. "Kenapa?" Raynzal bertanya dengan nada sinis. Kenapa? Shanin udah bahayain nyawa Shanin buat Al loh, gak ada ucapan terimakasih gitu? "Gak pa-pa kok," Shanin tersenyum miris, ingin sekali rasanya mengeluarkan uneg-unegnya pada cowok-cowok tampan tapi lemot ini, "Shanin pamit, ya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN