Snow White

1478 Kata
“Pernahkah kau berpikir bahwa penampilanmu itu sangat lusuh dan tidak cocok berada di tengah kemewahan ini?” Iselin menoleh ke belakang dan menengadah, menatap perempuan seumurannya yang mengenakan seragam pelayan dengan sebuah keranjang pakaian yang ia bawa di sampingnya. Dia adalah satu-satunya orang yang seumuran dengannya di istana, yang kalau saja mereka bisa berhubungan baik mereka bisa menjadi teman dekat. Namun tidak. Pelayan itu telah terpengaruh oleh yang lainnya soal keberadaannya yang paling dibenci di sana. Perempuan itu berdecak, menatapnya dengan penuh ketidaksukaan dan melangkah pergi. Iselin kembali melanjutkan pekerjaannya mencuci pakaian-pakaian kotor miliknya. Di belakangnya, beberapa pelayan yang juga melakukan pekerjaan yang sama berbisik-bisik. Ia sempat mendengar salah seorang dari mereka berbicara dengan pelayan seumurannya itu untuk menjauhinya sebisa mungkin agar Sang Raja tidak memergokinya dan mengusirnya. Menjadi pelayan di istana adalah satu-satunya pekerjaan dengan bayaran tinggi di sana. Setelah selesai menggosok semua pakaian kotornya, ia segera menjemurnya. Ia menyadari bahwa sebagian pakaian yang dimilikinya sudah tak layak pakai karena sudah berlubang. Ia tak pernah mendapatkan pakaian baru. Semua pakaiannya diberikan oleh ibu tirinya dari pakaian lamanya. Namun pakaian itu terlalu mewah untuknya sehingga ia perlu melepas semua hiasan dan renda-renda yang ada di pakaian itu. Setelah selesai menjemur ia membawa kembali keranjang pakaiannya dan masuk ke dalam. Saat melewati dapur ia melihat para pelayan dan koki yang ada di sana sedang sibuk mempersiapkan makan siang. Di meja dapur ia melihat ada kue yang sangat disukainya. Ia ingin mengambilnya satu, namun ia harus menelan mentah-mentah keinginannya itu karena mereka semua sedang bekerja di meja itu. Ia akan kembali lagi jika dapur sudah lebih sepi. Saat ia menegakkan pandangannya, ia melihat seorang wanita berambut hitam keriting panjang yang selalu mengenakan pakaian berwarna hijau yang menjadi favoritnya berdiri di tengah pintu masuk yang ada di seberang. Ophelia, selir baru raja yang dibawa masuk ke istana setahun yang lalu. Iselin tidak suka tatapan matanya. Seperti ular, batinnya. Ia menundukkan pandangannya dan berjalan keluar dari dapur itu melewatinya. Ia pergi meletakkan keranjang yang ia bawa ke kamarnya sebelum pergi ke kamar Seraphine. “Aku sudah selesai dengan pekerjaanku.” “Apa ada yang mengganggumu?” Pertanyaan dari Seraphine dilontarkan padanya begitu ia masuk ke kamar. Ia mendekati wanita yang sudah terbaring di tempat tidur selama empat tahun terakhir itu dan duduk di kursi di sampingnya dengan helaan napas. “Seperti biasanya. Hanya pelayan itu yang selalu mengusikku.” Seraphine tersenyum mendengus. “Mungkin dia seperti itu karena iri melihat kecantikanmu.” Ia menyentuh wajah Iselin. Iselin menggenggam tangan itu. “Aku bertemu Ny. Ophelia di dapur tadi.” “Apa dia mengganggumu?” Iselin menggeleng dan menatap ke bawah. “Aku hanya menghindarinya karena tak suka tatapannya yang menatapku.” Ophelia adalah selir baru raja yang dikenal ahli dalam membuat atau menghilangkan kutukan. Pada dasarnya wanita itu adalah penyihir yang ahli dalam sihir hitam. Semenjak Raja terserang penyakit misterius, para penyihir maupun penyembuh mulai dicari hingga pada akhirnya sebagian dari mereka berakhir menjadi selir. “Ophelia sama seperti selir-selir yang lain. Mereka mengharapkan perhatian Sang Raja. Namun mereka semua tahu bahwa Raja hanya pernah mencintai satu wanita meski kini itu telah berubah menjadi kebencian mendalam pada semua wanita,” Seraphine bercerita. Iselin melirik ke nakas. “Ibu sudah meminum obat yang diberikan pelayan, kan?” Seraphine mengangguk. “Jangan khawatir. Aku meminumnya dengan teratur.” Iselin diam menatapnya. Ia ingin bertanya apakah dia masih merasakan sakit kepala, batuk berdarah atau napas yang sesak setiap malam. Namun ia tak dapat melontarkan semua pertanyaan itu selain, “Bagaimana perkembangan kondisi Ibu?” Seraphine hanya tersenyum. Senyuman yang memberitahukan segalanya bahwa itu bukanlah kabar baik. Iselin mengembuskan napas. Ia mengalihkan pandangannya, mencoba untuk tidak menangis di depan ibu tirinya. “Jika Ibu tahu bahwa teh itu berisi racun, mengapa Ibu dulu meminumnya?” Kejadiannya empat tahun lalu. Pelayan yang bekerja untuk Seraphine membawakan kudapan beserta minumannya. Seraphine juga termasuk penyihir. Ia sering membuat ramuan sehingga indera penciumannya menjadi lebih tajam. Ia menyadari bahwa teh yang ada di dalam teko sudah dicampur dengan racun saat ia mencium baunya di dalam cangkirnya. Ia juga menyadari bahwa pelayan itu hanya melakukan perintah yang datang dari tangan kanan Raja atau mungkin Sang Raja sendiri. Namun ia tetap meminumnya. “Jika aku langsung mati, aku tidak akan bisa membantumu lagi. Meski kini aku mati dengan perlahan, setidaknya aku bisa melakukan apa yang kubisa untuk melindungimu dari Sang Raja.” Iselin tak bisa membayangkan akan seperti apa hidupnya jika Seraphine tak ada di sampingnya. Hanya wanita itu satu-satunya yang ia percayai di istana terkutuk itu. Seraphine hanyalah seorang wanita penjual ramuan sihir di sebuah desa yang dibawa oleh Raja untuk dijadikan selir sekaligus hanya untuk menyembuhkan penyakitnya. Itulah alasan keberadaan para selir di istana itu. Seraphine memilih untuk menjadi sosok pengganti ibunya yang sudah tiada. “Aku sempat menyelinap ke perpustakaan dan mengambil buku obat-obatan. Aku menemukan ramuan obat yang mungkin dapat menyembuhkan Ibu. Aku bisa menemukan bahan-bahannya di hutan—” “Jangan,” potong Seraphine. “Jangan pernah pergi ke hutan itu sendirian dan tanpa perlindungan. “Apa kau mengerti bagaimana para penjaga, pelayan pria dan ksatria memandangmu?” Iselin terdiam lalu menggeleng pelan. “Mereka memandangmu seolah kau mangsa yang paling lezat di sini. Aku tak mau mereka mencelakaimu, Iselin.” Seraphine menggenggam tangannya begitu erat. “Tolong lebih berhati-hatilah dan jaga dirimu dengan baik.” Iselin mengangguk. Meski sebenarnya ia sudah merasakan bahwa tatapan para ksatria terasa aneh saat ia berjalan melewati mereka, ia mencoba mengabaikan itu karena ia tak mau berpikiran buruk terlebih dulu. “Mengapa kita tidak lari saja dari sini? Mereka juga mencelakai Ibu.” “Meski Raja membencimu, ia tak pernah mengusirmu karena ia berpikir kau berguna baginya suatu saat nanti. Sekarang setelah kau dewasa, ia mungkin memiliki niatan untuk menikahkanmu dengan seseorang dari kerajaan lain untuk menggandeng sekutu. Kau pikir apa yang akan dilakukannya jika ia mengetahui bahwa kita melarikan diri dari sini?” “Aku hanya ingin Ibu bisa aman dari tempat ini.” Seraphine menggeleng. “Tidak, Iselin. Aku sudah tak bisa diselamatkan.” Seraphine menatapnya sesaat sambil mengeratkan genggaman tangannya. “Dengar, aku tak pernah melarangmu untuk pergi dari sini. Akan tiba saatnya kau bisa pergi dari sini dan hidup dengan tenang. Kau bisa menjalani hidup dengan bebas, menikah dengan orang yang kaucintai dan memiliki keluargamu sendiri.” Sebuah impian yang indah dan begitu ia idamkan. Kehidupan bebas tanpa ancaman. Ia bisa melakukan apa pun yang ia mau, menjual ramuan obat atau apa pun yang telah ia pelajari dari Seraphine. Namun untuk saat ini, itu hanya menjadi sebuah angan-angan. “Seminggu lagi ulangtahunmu. Aku sudah menyiapkan hadiah yang sangat berguna untukmu.” Seraphine terdiam sesaat menatap langit-langit atap. “Jika aku tak sempat memberikannya padamu, ambillah hadiah itu di dalam laci meja riasku.” “Ibu!” Iselin mencoba menghentikan perkataan Seraphine agar wanita itu tidak berbicara lebih jauh lagi. Tidak bisa. Ia harus bisa menyelamatkan ibu tirinya dan mereka akan keluar dari istana itu bersama-sama dan hidup dengan tenang di desa terpencil. “Itu adalah perlindungan terakhir yang bisa kuberikan padamu. Aku sudah bisa merasakan bagaimana dalam tubuhku hancur karena racun mengerikan itu.” Seraphine memejamkan mata. “Pria sialan! Kutukan itu sudah cocok untukmu!” umpatnya dengan nada pelan. Sebuah ketukan menginterupsi mereka. Seraphine memerintahkan untuk masuk dan pria yang paling tidak mereka sukai berdiri di depan pintu. Tangan kanan Raja. Amos. “Selamat siang, Ny. Seraphine. Saya ingin memberitahukan bahwa Yang Mulia ingin bertemu dengan anda.” Secara tiba-tiba Iselin menggenggam tangan Seraphine. Ia reflek melakukannya karena ia tahu saat Seraphine dipanggil Raja artinya ada sesuatu yang tidak menyenangkan yang akan datang. “Apa yang diharapkan dari wanita yang sudah sekarat ini?” kata Seraphine. “Turuti saja dan jangan banyak membantah atau anda akan melihat sesuatu yang tak ingin anda lihat.” Mata Amos langsung tertuju pada Iselin setelah mengatakan itu. Seraphine berusaha untuk bangkit dari posisinya seraya dibantu oleh Iselin. Iselin juga tak bisa mengatakan apa pun untuk membela ibu tirinya yang bahkan sudah kesulitan untuk bergerak. Titah Raja adalah sesuatu yang tidak boleh dibantah. Ia melangkah untuk mengambil kursi roda, membawanya pada Seraphine dan membantunya untuk berpindah tempat ke sana. Iselin mendorong ibu tirinya yang duduk di kursi roda keluar dari kamar. Mereka berjalan menyusuri setiap lorong menuju ruangan Sang Raja yang cukup jauh dari kamar para selir. Di sepanjang lorong-lorong itu, para penjaga dan pelayan pria memandanginya dengan tatapan yang begitu mengusiknya. Membuatnya tidak nyaman. Pandangan yang haus akan hasrat. Begitu mereka hampir sampai di ruangan Sang Raja, Amos menghentikannya dan menyuruhnya menjauh dengan kibasan tangan. “Biar aku yang ambil alih dari sini. Pergilah. Jangan sampai Yang Mulia melihat keberadaanmu.” Amos menggantikannya mendorong Seraphine memasuki ruangan Sang Raja. Kini ia tak bisa lagi melihat apa yang akan terjadi pada Seraphine di dalam sana. Perasaannya tidak nyaman. Ia perlu untuk mengetahui apa yang akan dilakukan Sang Raja pada Seraphine.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN