Prolog

1041 Kata
"Kau pikir kau siapa?!" bentak Andrew pada Rosa yang berdiri di atas kursi dengan tali yang menggantung dan siap mengalungkannya di lehernya itu. Seluruh tubuh Rosa gemetaran ketika melihat wajah Andrew yang marah, tapi rasa ingin mati dan bunuh diri lebih besar dari pada tatapan Andrew yang garang padanya. "Turun!" Andrew berteriak kembali, membuat Rosa benar-benar kalut luar biasa mendengar suara lelaki yang menggelegar itu. Tak berselang lama beberapa orang datang. Mula-mula seorang pria paruh baya yang ia sebut sebagai satpam, lalu ada Bi Parmi dan juga Inem, selanjutnya ada Ijah yang menangis ke arah Rosa. "Nyonya muda, tolong turun, nyonya ..." bi Parmi memohon pada Rosa dengan air mata yang telah menggenang di matanya dan menatapnya sendu. Ketika ia menunduk, air matanya tumpah. Rosa hanya bisa tersenyum getir mendengar sebutan 'Nyonya Muda' yang baru saja ia sandang itu. "Turun, Rosa! Jangan bersikap seperti orang gila!" Andrew benar-benar marah dan sangat murka ketika baru saja pulang kerja dan mencarinya lalu mendapatkannya hendak bunuh diri di gudang kecil sebelah taman belakang. Rosa menangis dan ia bergerak memasukkan lehernya di gantung tali tersebut. Semua mata membelalak kaget melihatnya. "Maafkan saya, Pak Andrew, seharusnya saya tidak datang ke rumah ini dan menjadi istri muda anda," kata Rosa sungguh-sungguh. Air matanya jatuh. Rasa sakit hati tiga bulan ini benar-benar membuatnya sangat lemah. Seharusnya ia sudah biasa dengan hinaan-hinaan yang telah ia menemaninya selama ia hidup. Tapi menyandang status sebagai pelakor bukanlah impiannya. Apalagi pria yang ia sebut 'Pak' itu sama sekali tak mengindahkannya. "Sudah terlambat menyesalinya, Rosa! Kamu yang bersedia masuk sendiri ke rumah ini, jadi kamu harus lakukan peranmu di rumah ini!" kata Andrew. Kejam sekali. Rosa tahu mengharap cinta Andrew hanyalah sebuah angan dan mimpi yang tak akan terwujud sama sekali. Andrew sangat kejam padanya. Setiap hari ia selalu marah padanya. Semua hal yang dilakukan Rosa tak pernah benar, bahkan pekerjaannya di perusahaan pun sama, selalu salah di mata Andrew. Jadi pegawai salah, jadi istri muda juga salah. "Keluar semua!" bentak Andrew pada orang-orang di sekitarnya. "Tapi, pak ...." "Kamu gak dengar saya?!" Andrew membentak Ijah yang hendak mengatakan bahwa ia ingin tinggal dan membujuk Rosa, karena siapa tahu gadis itu bersedia turun dari kursi yang ia jinjit. Ijah menoleh ke arah Rosa yang sudah menangis. Rosa pun mengangguk lemah ke arahnya dan perlahan Ijah beserta yang lainnya keluar dari ruangan sempit itu, meninggalkan Rosa meski mereka sangatlah enggan. Mereka tahu bagaimana sikap arogan tuan mereka kepada Rosa. Mereka takut sikap kejam sang majikan benar-benar akan membuat Rosa bunuh diri. "Sekarang turun, Rosa!" perintah Andrew dingin dan kejam dengan sorot mata tajam ke arahnya. "Jangan mencari simpati saya! Karena sampai kapanpun kamu hanya perempuan simpanan yang tak akan pernah saya cintai! Jadi sudahi saja aktingmu!" Andrew benar-benar kejam. Semua kata yang dilontarkannya kepada Rosa membuat luka di hatinya menganga. "Kalau begitu pergilah!" bentak Rosa yang membuat Andrew seketika kaget bukan main. Ini adalah kali pertama Rosa membentaknya dan itu benar-benar diluar dugaan Andrew, ia sama sekali tak menyangka kalau Rosa akan berani membentaknya seperti sekarang ini. "Enak saja kau mengusirku pergi dari sini! Memang kau siapa? Ini rumahku dan tak kuijinkan kau mati di sini!" kata Andrew tak punya hati. Rosa kesal bukan main, bahkan ketika ia akan mati pun, Andrew sama sekali tak menunjukkan sisi kemanusiaannya kepada Rosa. "Anda lupa tuan, saya juga istri anda!" Rosa berkata dengan sengit. "Kamu yang lupa?!" bentak Andrew. "Kita hanya menikah di atas kertas dengan segala bentuk perjanjian yang isinya sudah kamu tandatangani! Kamu bahkan sudah menerima uang dari istriku, dan apa ini? Kamu ingin mati setelah semua apa yang kami berikan padamu?" tanya Andrew sinis. Kejam! sungguh kejam! Andrew yang terkenal dingin, kejam dan tak ada ampun itu kini benar-benar menunjukkan sikap aslinya di depan Rosa. Rosa mencengkram tali gantung dirinya itu kuat-kuat dan memandang Andrew dengan tajam dan kesal. "Anda benar-benar kejam, tuan!" kata Rosa dengan suara tercekat yang syarat sekali dengan kecewa. "Kau terlalu banyak berharap dan bermimpi, Rosa! Hidup ini kejam dan jangan pernah bermimpi untuk hidup nyaman jika tujuanmu hidup hanya untuk mati!" kata Andrew. Andrew berbicara sesuai fakta. "Jangan bicara sok bijak, tuan! Anda tidak berhak menilai saya!" kata Rosa. "Memang apa yang harus dinilai dari gadis sepertimu? Gak ada!" kata Andrew. "Sudah! Hentikan! Jangan menghina saya, tuan!" "Kau perempuan lemah, Rosa!" kata Andrew menghina sekali lagi. "Berhenti kubilang!" Rosa dan Andrew saling menatap dengan tatapan sengit dan tegang. Kedua sorot mata mereka saling dipenuhi amarah dan kekesalan. "Kenapa, Rosa? Kenapa aku tak boleh menghinamu? Apa sebutan untuk perempuan yang memilih jalan pintas bunuh diri selain lemah dan pengecut?" tanya Andrew sengit. "Anda tak tahu apa-apa di hidup saya! Jadi berhenti menghina saya!" kata Rosa kesal. Andrew tersenyum miring. Lebih tepatnya ia sedang mengejek Rosa dengan aksinya itu. "Kalau kau ingin mati, silahkan! Tapi jangan di rumahku! Aku benci dengan perempuan lemah yang memilih bunuh diri dari pada menyelesaikan masalah hidupnya!" kata Andrew. "Turun! Cepat!" perintahnya sekali lagi. "Jika saya tak mati hari ini anda akan menyesal, tuan!" "Jangan bodoh dan sok suci, Rosa! Untuk apa aku menyesali hal itu? Kau hanya istri di atas kertas. Hidup atau mati, aku sama sekali tak peduli!" kata Andrew. "Lalu untuk apa anda tetap berdiri di sana! Pergi!" "Kau tuli! Sudah kukatakan aku tak mau melihatmu mati di rumahku! Cepat turun! Jika kau ingin mati diluar saja!" "Anda benar-benar kejam, tuan!" "Dan kau benar-benar perempuan lemah sekaligus pengecut, Rosa!" "Jika aku sampai tak mati hari ini, anda tak boleh sama sekali menyesalinya, tuan!" kata Rosa sekali lagi dengan tatapan getir. Entah mengapa perasaan Andrew tak enak. Ia sudah berdebat dari tadi dengan Rosa, memintanya baik-baik tak mungkin ia lakukan. Ia tak ingin Rosa berprasangka ia masih memiliki rasa simpati kepadanya hingga membuat perempuan itu jatuh cinta padanya. Ia tak ingin itu, karena sebenarnya Andrew pun takut jatuh cinta padanya dan mengkhianati istrinya yang lain. "Hentikan omong kosongmu, Rosa! Segera turun!" kata Andrew kesal. Rosa tersenyum getir melihat Andrew yang masih menatapnya marah. Ia tak akan turun karena ia ingin melihat Andrew kecewa. Bruak!!! Dengan cepat Rosa mengalungkan lehernya di tali gantungan itu dan menendang kursi yang selama ini jadi tumpuannya. Lehernya terjerat dan napasnya hampir habis. Andrew tercekat melihat aksi nekat Rosa. Aku merasa mati lebih baik dari pada harus hidup tapi sia-sia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN