BAB 31 | Sketchbook Arond

1559 Kata
DAN, ... mereka bertemu! Keduanya saling berpandangan untuk sekian detik sebelum akhirnya tersenyum satu sama lain dengan canggungnya. Laki-laki itu maju, membukakan pintu cafe dan membiarkan sang perempuan masuk terlebih dulu. Biasanya, mereka akan berinteraksi dengan santai. Namun kali ini, tidak ada kata santai yang terlihat dari keduanya. Mereka tidak menyapa, tidak menyebutkan nama satu sama lain ketika bertemu, atau membuat suasana yang aneh menjadi mencair. Mereka memilih untuk seperti itu, diam dan memilih berpisah untuk menuju ke bangku masing-masing. Isabela, lebih dulu memesan dan berakhir duduk di bangku paling pojok, menghindari tatapan dari beberapa laki-laki yang berada di sana. Sedangkan Arond, baru saja maju untuk memesan dan memilih bangku yang tidak jauh dari meja counter. Tidak mau berdekatan dengan Isabela. Padahal, mereka dulunya lebih suka duduk bersama. Menikmati waktu dengan cerita yang tidak pernah membosankan sama sekali. Isabela suka sekali bercerita tentang mimpinya, dan Arond yang akan mendengarkan semua cerita itu dengan sangat antusias. Sayangnya, semua sudah tidak sama lagi. Mereka memilih menjauhi satu sama lain. Baik Isabela atau Arond, mereka hanya tengah menepati janji kepada orang yang sama—Arkana. Mereka tidak mau saling terlibat bukan karena ingin, namun karena mereka sudah membuat janji. Dan sepantasnya, janji itu memang harus ditepati. Perempuan itu seperti biasanya, mengeluarkan sketchbook miliknya. Mulai mengamati objek yang berada disekitar yang memainkan pensilnya di atas kertas putih kosong itu. Tetapi fokusnya terus tertuju kepada Arond yang tengah memainkan ponselnya sambil meminum minumannya. Saat seperti itu, Arond memang sangat lucu dan Isabela tidak bisa untuk tidak mengabadikan momen itu dalam kentasnya. Arond memang selalu menjadi model di beberapa gambarnya. Isabela pernah mengatakan kepada Arond, bahwa wajah Arond adalah wajah yang estetik. Tiba-tiba, seorang perempuan mendekat ke arah Arond. Membuat Isabela menghentikan gambarnya dan memperhatikan keduanya—Arond dan perempuan itu. Mereka sangat akrab dan bahkan memberikan pelukan satu sama lain. Lalu sang perempuan duduk di depan Arond sambil memegang tangan laki-laki itu. Isabela meletakkan pensilnya di atas meja dan mengalihkan pandangannya ke arah Arond yang tertawa pelan, entahlah apa yang dia tertawakan. "Sayang," panggil seseorang yang mengagetkan Isabela. Sontak Isabela menatap ke arah sosok yang baru saja memegang bahunya itu. "Kak Gala," ucap Isabela sambil menatap kedatangan Gala yang tiba-tiba tanpa pemberitahuan sama sekali. Padahal sejak kemarin, Gala sama sekali tidak menghubunginya. Bahkan mengabaikan semua pesan yang ditulisnya. Gala tersenyum tipis dan memilih untuk duduk di kursi yang berada di depan Isabela, "kamu ngapain sendiri di sini? Tadi aku ke rumah dan cuma ada Arkana. Katanya kamu datang ke cafe sendirian. Makanya aku langsung datang. Maaf karena kemarin aku sibuk banget dan enggak bisa balas pesan atau telepon kamu. Kantor punya banyak masalah dan aku harus menangani satu-persatu masalah itu. Sepertinya aku memang tidak punya bakat untuk menjadi pemimpin di perusahaan." Mendengar kesulitan yang Gala alami membuat Isabela merasa bersalah karena sudah mengganggu dengan telepon atau pesannya. Seharusnya dia bisa mengerti dengan situasi yang terjadi sekarang. Apalagi Gala baru saja menggantikan Ayahnya untuk mengelola bisnis keluarga mereka. Pastinya pengalamannya masih sangat kecil. Tangan Isabela terulur, mengelus pundak Gala dengan pelan sambil tersenyum. "Terimakasih," lirih Gala sambil membalas senyuman Isabela. Isabela menganggukkan kepalanya pelan, "apapun kesulitan Kakak, aku akan mendengarkannya. Kakak harus banyak cerita padaku. Agar aku bisa mengerti jika Kakak sedang kesulitan, lelah, atau sedih. Kita pasangan 'kan? Kita harus saling berbagi beban!" Deg! Gala seperti tidak bisa berkata apa-apa ketika Isabela mengatakan kalimat; kita pasangan 'kan? Kita harus saling berbagi beban! Semua pasangan memang melakukannya, tetapi apakah itu berlaku untuknya dan Isabela? Maksudnya, bukankah Gala hanya memanfaatkan Isabela dan suatu saat nanti dia akan begitu saja mencampakkan perempuan itu setelah dia bosan bermain-main atau setelah dirinya selesai membalas dendam. Tapi, apakah ada waktu terakhir untuk melepaskan Isabela? Sedangkan dirinya merasa terikat? "Kenapa?" Tanya Isabela yang melihat perubahan raut wajah Gala. "Tidak! Aku hanya melamun karena pikiranku rasanya penuh." Alibi Gala dan mengelus tangan Isabela. Isabela hanya menganggukkan kepalanya, dia mudah percaya dan tidak pernah mencurigainya. Isabela tidak tahu apa-apa. Tidak tahu jika Ayah Gala meninggal karena Arkana. Isabela juga tidak tahu bahwa orang yang paling dia percayai, kakaknya, adalah seorang pembunuh bayaran yang mempunyai segalanya. Isabela tidak tahu apapun. Dia juga tidak tahu jika kekasihnya adalah orang yang jahat yang akan melukainya kapan saja. Isabela hanya tahu bahwa orang disekitarnya adalah orang-orang yang tulus kepadanya. Dia tidak memikirkan yang lainnya. "Hai," sapa seorang perempuan yang tiba-tiba muncul di hadapan Isabela dan Gala. Perempuan itu tersenyum dengan lebar, melambaikan tangannya ke arah Gala. Seperti dua orang yang sudah sangat akrab. Gala yang baru saja mengingat perempuan itu hanya bisa menggigit bibir bagian dalamnya dan berusaha untuk setenang mungkin. Terlihat dengan jelas tatapan bingung dari Isabela dan, ... Arond. Keduanya sudah seperti patung hidup yang tidak bergerak sama sekali. Mulanya, Arond dan perempuan itu beranjak dari duduknya. Lalu, tanpa sengaja perempuan itu melihat Gala, orang yang mungkin dikenalnya dan memutuskan untuk menyapa terlebih dahulu. Tanpa melihat adanya Isabela yang duduk di depan Arond. "Kamu tidak ingat?" Perempuan itu semakin mencecar Gala dengan satu pertanyaan yang sedikit ambigu. Ya, meskipun pertanyaan semacam itu masih sangatlah umum. Isabela dan Arond saling bertatapan. Keduanya mengalihkan pandangan mata mereka ke arah Gala—meminta penjelasan. Gala sendiri menghela napas panjang, belum berniat untuk menjawab. "Ingat apa?" Tanya Isabela yang kali ini menyenggol lengan Gala dengan penasaran. Isabela tidak mau berpikir negatif tentang kalimat, kamu tidak ingat. Gala melirik ke arah Isabela dan kemudian menatap perempuan yang memang pernah ditemuinya sekali—tepatnya kemarin ketika dirinya di panti rehabilitasi. Parahnya lagi, perempuan itu sepertinya mengenal Arond, orang yang tidak terlalu Gala sukai. Arond yang mengaku sebagai teman Isabela dan memberitahu hal boleh dan tidak boleh Isabela lakukan dengannya. "Tidak mau menjawab?" Ucap Isabela yang mulai merasa kesal. Sepertinya Isabela cemburu karena ada seorang perempuan yang mengenal Gala dan mereka terlihat dekat. Walaupun Gala tak menjawab sama sekali. Gala menghela napas panjang sekali lagi, "kami sempat bertemu kemarin. Bahkan aku tidak tahu namanya dan aku tidak mengenalnya." "Hm, ... iya." Jawab perempuan itu dengan santainya sambil memegang lengan Arond. "Kalian berpacaran?" Sambung perempuan itu ke arah keduanya, Isabela dan Gala. "Irene," tandas Arond dengan galak. Perempuan yang dipanggil Irene itu hanya tersenyum, "iya, ... aku cuma berusaha akrab dengan kenalan. Apa itu salah? By the way, dia memang pemerhati penampilan yang baik. Bahkan pacarnya sangat sopan dan cocok berpakaian seperti itu. Dia pernah mengomentari pakaianku kemarin. Katanya pakaianku tidak pantas dipakai berkunjung ke panti rehabilitasi." "Maafkan kami," lirih Arond yang langsung menarik tangan Irene agar meninggalkan meja Isabela dan Gala. Sedangkan Gala dan Isabela hanya bisa menghela napas panjang. Tidak ada yang memulai pembicaraan dan memilih diam. Gala tidak menyangka jika dirinya akan bertemu dengan perempuan yang kemarin dia temui, Irene. Ah, namanya Irene. Perempuan berpakaian seksi kemarin. Tapi bukan itu poin pentingnya. Tetapi apa hubungannya Irene dan Arond? Mereka bahkan terlihat sangat akrab. "Kamu marah?" Tanya Gala kepada Isabela yang memilih diam saja sejak tadi sambil menggambar seorang barista di belakang counter. "Hai, kamu enggak mau ngomong sama aku?" Sambungnya lagi. "Kakak bilang kemarin sibuk di kantor. Kenapa perempuan itu bilang kalau Kakak ada di panti rehabilitasi kemarin. Kakak bohong sama aku?" Tanya Isabela yang membuat Gala terdiam sejenak. Benar, dia baru saja ketahuan berbohong. Gala menatap Isabela kembali, "iya, maaf. Aku cuma—" "Jangan bohong lagi, ya!" Tandas Isabela dengan tatapan sedih. "Aku enggak pa-pa kok kalau Kakak mau melakukan apapun atau bahkan mau me time. Kakak tinggal bilang sama aku dan aku akan berusaha mengerti. Kakak enggak perlu bohong karena enggak enak sama aku. Kita tetap dua manusia yang mempunyai kegiatan sendiri. Kita berhubungan bukan untuk saling membebani, 'kan?" Sambung Isabela dengan jawaban yang dewasa. Gala menatap kedua mata Isabela. Terlihat sekali kekecewaan di sana. Namun Gala tidak perlu peduli, 'kan? Mereka hanya berhubungan secara bohongan. Gala tidak mempunyai kewajiban untuk menjaga perasaan Isabela. Bahkan walaupun cemburu, Isabela masih bicara dengan sangat baik kepadanya, tidak marah-marah atau mengandalkan ego. "Maaf," lirih Gala dan menarik tangan Isabela untuk digenggamnya. Isabela mengangguk, "iya, ... enggak pa-pa kok. Tapi, kenapa Kak Gala datang ke panti rehabilitasi? Apa Kakak—" "No, ... aku bukan pecandu kok. Aku cuma datang untuk menjenguk salah satu temanku. Itu saja!" Sambungnya dengan gugup. "Oh, ... bukankah ada berita yang mengatakan bahwa panti rehabilitasi itu sedang ditutup karena ada insiden berbahaya. Kakak bisa masuk kesana, ya?" Tanya Isabela penasaran. Gala hanya mengangguk saja dan memberikan seulas senyum. Seperti tanda bahwa dirinya tidak ingin lagi membahasnya. Isabela hanya diam dan mengangguk, walaupun masih banyak hal yang ingin dia tanyakan. Tetapi sepertinya, Gala tidak ingin bicara tentang hal itu lagi. "Sketchbook baru?" Tanya Gala saat Isabela sibuk melukis. Isabela menganggukkan kepalanya pelan, "Arond yang memberikannya waktu itu." "Arond?" Tandas Gala dengan tatapan kesalnya. "Hm," jawab Isabela yang tidak menyadari ucapan Gala.. Gala menarik sketchbook itu dan menutupnya, "aku akan membelikan sketchbook yang lebih bagus dari ini. Kamu bisa membuangnya!" "Masih banyak halaman kosong. Kita beli besok aja kalau sudah—" ucapan Isabela terpotong dengan jawaban Gala. "Terserah!" Laki-laki itu beranjak dari duduknya dan meninggalkan Isabela di dalam sendirian. Isabela terdiam, menatap Gala yang meninggalkannya begitu saja. Tidak ada ucapan apapun yang keluar dari bibir Gala. Kemarahan yang tidak Isabela sadari, namun membuat perempuan itu bisa menilai sendiri; seperti apakah kekasihnya itu. Dia sedih, karena Arkana tidak pernah memperlakukannya seperti itu. Arkana selalu memberikan semua kenyamanan untuknya. Walaupun sedang marah. Jadi, apakah ini rasanya mempunyai kekasih? ~~~~~~~~~~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN