BAB 75 | Ledakan Besar

2045 Kata
KANA, hampir mati dua kali karena sebuah pisau yang dilayangkan orang tidak dikenal kepadanya. Untuk yang pertama mungkin pisau itu memang dilayangkan kepada Arkana. Namun apakah yang kedua juga tujuannya adalah Arkana? Sedangkan Arkana tidak ada di sana sebelumnya? Apa semua itu hanyalah cara sederhana untuk menyingkirkan seseorang yang tidak diinginkan karena mengganggu rencana? Arond tidak sebodoh itu, dia biasa menyusun strategi—tentunya bersama dengan Jendela Kematian. Garis bersamanya sama, King dan Big Boss sama-sama bersembunyi dibalik nama Arond dan Arkana. Keduanya keluar ketika dibutuhkan dan mulai beraksi kapanpun yang mereka mau. Keduanya tergabung dalam satu tim. Sayangnya tidak ada yang tahu satu sama lain. Baik Arond atau Arkana tidak ada yang tahu jika merasa ada dalam satu tempat yang sama setiap hari; markas Jendela Kematian. Walaupun begitu, keduanya tidak pernah gegabah dalam melakukan segalanya. Harus penuh perhitungan dan juga pilihan lain agar tidak fokus kepada satu jalan keluar saja. Arond benar-benar seperti mempunyai dua kepribadian. Antara kepribadian satu dengan yang satunya sangat berbeda. Dia hanya mahasiswa seni biasa dan sangat menyukai kuliahnya. Tetapi disisi lain, dia adalah seorang King yang bertugas merakit senjata dan menjadikannya pegangan ketika misi dimulai. Laki-laki itu menatap jemarinya yang terluka karena melakukan pekerjaan paruh waktu lainnya, bekerja di area bengkel. Matanya masih fokus pada sosok yang terlihat di kaca ruangan operasi, sosok cantik yang mungkin dirinya tidak sukai beberapa Minggu belakang ini. Dulu, Arond sangatlah peduli pada Isabela. Namun seperti yang terjadi sekarang, Arond sedikit membenci perempuan itu. Bukan karena kesalahan Isabela saja. Tapi karena Arond membenci sosok Gala, kekasih Isabela yang memang sudah dirinya curigai sejak lama. Apalagi ketika kematian Bear atau tentang insiden-insiden aneh yang terjadi kepada Jendela Kematian dan itu seperti bermula dari kasus yang mereka ambil dan melibatkan Prada beserta antek-anteknya. Semua itu sangatlah menyebalkan! Belum lagi saat dia tahu bahwa Gala putra dari Prada dan berusaha untuk mencari tahu tentang keberadaan Bear atau mencari tahu tentang laki-laki itu. Arond sangat kesal! "Kana akan baik-baik saja, bukan?" Tanya Isabela yang menoleh ke arah samping di mana Arond menatapnya dari kaca ruangan operasi. Meskipun Isabela sendiri tidak tahu dengan apa yang dilakukan Arond sekarang. Laki-laki itu tidak menjawab, tidak berusaha untuk menenangkan atau mengatakan hal-hal manis lainnya. Arond hanya diam seperti berusaha untuk menahan dirinya. "Seseorang boleh marah atau benci kepada sesuatu. Tapi apakah semua itu kesalahanku? Apa aku salah dan melukaimu? Sehingga kamu selalu menghindari aku?" Sambung Isabela dengan nada penasaran. Arond akhirnya menoleh ke arah Isabela dengan tatapan yang dingin seperti biasanya, "kita tidak perlu lagi saling bicara! Aku sudah benar-benar lelah hari ini. Tolong mengertilah! Ini aku lakukan juga demi kebaikanmu. Setidaknya agar ucapanku tidak akan melukaimu. Berhentilah bicara padaku dan fokus kepada dirimu sendiri. Kalau memang tidak bisa, lebih baik pulanglah sekarang. Aku bisa menunggu Kana sendiri." Isabela tersenyum tipis, kemudian mengeluarkan sebuah sketchbook yang ada di dalam tasnya. Dengan bimbang, diberikannya sketchbook tersebut kembali kepada Arond. Karena itu memang sketchbook pemberian dari Arond yang masih belum selesai digunakan Isabela dan masih cukup banyak yang kosong. Perempuan itu tidak mau banyak bicara, beranjak dari duduknya dan menatap Arond yang tidak bergeming bahkan saat Isabela menyodorkan sketchbook itu. Perempuan itu akhirnya meletakkan sketchbook yang dibawanya di atas kursi. Tepatnya disamping Arond duduk. "Aku akan pulang! Terimakasih karena sudah mau menjadi teman yang baik untukku. Selama ini aku tidak punya teman dan kamu alasan yang baik untuk mempunyai seorang teman. Tapi Arond, jika aku memang salah, bukankah lebih baik katakan saja. Aku tidak bisa membaca isi kepalamu. Tapi jika tidak mau, ... sepertinya kita memang tidak bisa berteman lagi, ya? Terimakasih, ... semuanya sudah selesai, 'kan?" Kali ini Isabela mengalah, memilih pergi tanpa berusaha menjelaskan apapun yang terjadi. Arond sendiri mempertahankan diri agar tidak mengejar perempuan itu. Namun keyakinan itu terasa hilang ketika akhirnya tangan Arond pun memegang tangan Isabela sebelum perempuan itu benar-benar pergi. Arond tanda sadar langsung menarik Isabela, memeluknya. Kebencian itu tetap saja kalah dengan perasaannya. Entahlah apa yang Arond rasakan, namun dia tidak ingin melihat Isabela jauh darinya. Bukankah itu sangat egois? Tapi mungkin saja Isabela menjadi obat penyembuhan ketika dirinya benar-benar kehilangan Beauty. "Apa yang terjadi?" Tanya Isabela kepada Arond yang tiba-tiba saja memeluknya dengan erat. Arond sendiri menggeleng, "bukan apa-apa! Bisakah kamu tetap diam, meskipun beberapa detik? Aku mau merasakan kehangatan seperti ini di sini." Tentu saja Isabela menurut meski dirinya kebingungan dengan sikap Arond yang berubah dalam kurun waktu yang sangat cepat. Tubuhnya merespon dengan memeluk Arond balik, seperti memberikan sebuah ketenangan kepada laki-laki itu meskipun dia sendiri tidak paham dengan apa yang sebenarnya terjadi. "Apa semuanya baik-baik saja?" Tanya Isabela kembali yang seperti tidak ditanggapi oleh Arond sama sekali. Arond ingin sekali menjelaskan semuanya kepada Isabela. Tentang rasa sedihnya karena kehilangan Bear dan semua gambar yang dilihatnya membuatnya sangat terluka. Tetapi dia tidak bisa begitu saja bicara hal yang tidak masuk akal kepada Isabela. Apalagi Isabela tidak tahu apa-apa tentang siapa itu Bear atau bagaimana dirinya mengenal orang yang dikenal sebagai barista di kedai kopi itu. "Kenapa hubungan kita menjadi buruk? Padahal aku tidak merasa mempunyai salah padamu. Tapi, jika aku memang membuat kesalahan dan itu membuatmu sangat marah, tolong katakan apa salahku. Aku tidak tahu harus berteman dengan siapa lagi. Aku terlalu bergantung kepadamu untuk meminta tolong." Jujur Isabela kepada Arond. Benar, perempuan itu sama sekali tidak mempunyai siapapun lagi saat berada di kampus. Apalagi beberapa kejadian membuatnya trauma untuk datang ke kampus. Orang-orang di kampusnya tidak menyukainya. Arond melepaskan pelukannya dan menatap Isabela dengan lekat, "apa kamu benar-benar mencintai Gala? Maksudku, apakah putus dengannya adalah hal yang menyiksa?" Isabela terdiam sejenak, mengingat Gala adalah kesakitan yang berusaha untuk dia lupakan. Gala tidak pernah bisa hilang dari pikirannya. Tapi dia juga tidak bisa terus memikirkannya. Bukankah Gala yang memutuskan untuk membuangnya? Isabela hanya tersenyum tipis dan menggeleng pelan. Dia melepaskan genggaman tangan Arond, kembali duduk di kursi yang berada di dekat Arond dengan tatapan bingungnya. "Apa pertanyaan itu penting untuk sekarang? Aku dan Kak Gala sudah berakhir! Kami tidak mempunyai hubungan apapun lagi." Ucapnya yang membuat kerutan di dahi Arond. Laki-laki itu berusaha untuk berpikir sejenak. Namun akhirnya dia memilih untuk diam saja. Sepertinya Arond sedang merangkai sesuatu di dalam kepalanya. "Apa yang kamu pikirkan?" Tanya Isabela yang ditanggapi Arond dengan gelengan kepala. Arond tiba-tiba berdiri dari duduknya dan menghadap Isabela, "maaf, ... aku juga harus pergi. Bisakah kamu yang menjaga Kana sekarang?" "Tapi—" ucapan Isabela terpotong karena melihat kegelisahan yang terlihat di wajah Arond. "Baiklah. Kamu bisa meninggalkan Kana. Aku yang akan menjaganya." Sambung Isabela lagi. Arond tanpa basa-basi langsung berdiri dan berlari keluar. Begitu saja meninggalkan Isabela setelah dirinya menitipkan Kana kepada perempuan itu. Meskipun tidak paham dengan apa yang terjadi, Isabela tetap mengiyakan saja. ~~~~~~~~~~~ Arond sendiri langsung masuk ke dalam taksi yang dipesannya. Tanpa basa-basi dia meminta diantarkan ke gedung putih di mana seseorang yang dicurigai berada di sana. Arond tidak bisa berhenti memikirkan tentang hal itu; bagaimana satu-persatu orang yang dikenalnya terluka satu demi satu. Arond tidak bisa tenang dan merasa sangat ketakutan setiap kali mulai melangkah. Mungkin dia tidak pernah takut mati, namun dia takut jika ada orang lain yang terluka dan menderita karenanya. Tidak ada yang menjamin tentang rahasianya sebagai King aman. Tidak ada yang menjamin bahwa tidak ada satupun orang yang mengenalnya. Tentu saja ada orang yang pernah melihatnya mengganti topengnya atau mungkin masuk ke markasnya. Meksipun rasanya kemungkinan itu kecil, namun selalu ada kemungkinan buruk. Karena Arond sendiri adalah penganut peribahasa sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga. Sehingga segala macam kemungkinan bisa terjadi kepadanya. Dan satu-satunya orang yang dirinya curigai adalah orang-orang yang ada di gedung putih itu. Entah Gala atau siapapun itu, mereka pasti berusaha untuk menghancurkan atau mungkin menghabisi Jendela Kematian. Pasti mereka ingin membalas dendam atas kematian orang yang penting dalam perusahaan mereka, Prada dan Patra. Sehingga mencari bukti tentang keberadaan dan siapa anggota dari Jendela Kematian adalah sebuah keharusan. Sebenarnya, dia tidak boleh datang dan pergi seenaknya. Apalagi ketika dirinya bertindak sendirian seperti ini. Itu pasti akan membuat semua temannya marah besar. Karena apa yang terjadi memang harus selalu dilakukan bersama. Apalagi yang mereka hadapi sekarang adalah sesuatu yang sangat besar. Arond keluar dari taksi itu setelah sampai di depan gedung putih yang masih sangat terang dengan lampu putihnya. Beberapa bodyguard yang berbadan besar berdiri di sekitaran sana. Membuat Arond harus berpikir ulang untuk masuk ke dalam. Laki-laki itu memutar, berusaha mencari celah untuk masuk. Tetapi tangannya ditarik oleh seseorang di belakangnya. Seseorang yang sangat dikenalnya, seseorang yang dirinya panggil sebagai Big Boss berdiri di depannya dengan tatapan tajam. Untunglah Arond sudah mengganti wajahnya dengan topengnya. Tentu saja sebagai King. "Apa yang akan kau lakukan?" Tanya Big Boss yang menarik turun King agar tidak bertindak bodoh. Untung saja dirinya berada di sana. Jika tidak, mungkin King sudah masuk ke dalam sendirian. Padahal itu sangat berbahaya. "Kamu tidak mendengarkan semua perintahku? Kamu mengabaikan apa yang aku katakan kepada kalian? Jika ada keadaan mendesak sekalipun, jangan pernah sendirian. Ini sangat berbahaya! Bagaimana jika aku tidak lewat? Apakah kamu akan masuk ke dalam dan mengorbankan dirimu selamanya?" Tandas Big Boss yang menarik paksa King untuk masuk ke mobilnya. Keduanya berada di dalam mobil yang sama, mobil milik Big Boss yang selalu berada di dalam ruang bawah tanah. Entah mengapa Big Boss hari ini memakainya. Tentunya bukan hanya untuk gaya-gayaan semata. "Kita baru membicarakannya! Aku tidak mau kehilangan siapa-siapa lagi. Aku tahu mungkin ini menyebalkan—tapi bersabarlah. Jangan bertindak sendirian. Ini berbahaya untukmu." Ucap Big Boss yang berusaha untuk menasehati King. King sendiri menoleh ke arah Big Boss dengan tatapan serius, "kamu sendiri, apa yang kamu lakukan di sini? Apa kamu juga ingin melakukan semua sendiri? Kamu bahkan tidak punya kekuatan super, mengapa memilih datang sendiri dan menyetorkan nyawa." Skakmat. Big Boss hanya berusaha untuk menguasai dirinya meskipun apa yang dikatakan King memang ada benarnya. "Aku curiga jika semua kekacauan di Jendela Kematian karena ulah salah satu orang yang duduk di sana. Apa kamu berpikiran tentang hal yang sama?" Tanya King sambil menunjuk ke arah gedung putih di mana orang yang mereka curigai berada di sana. Big Boss mengusap wajahnya kasar dan mengangguk pelan, "kamu tahu dari mana? Semuanya sangat rapi dan tidak semua orang tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi di dalam. Lagipula, ini hanya sekedar analisis kita saja." Mereka terdiam beberapa saat dan berusaha mengumpulkan seluruh ingatan yang ingin mereka bahas bersama. "Aku sempat datang ke kedai kopi di mana Herda bekerja. Mungkinkah itu memang dia? Bisakah Bear bukan dia dan orang lain saja? Aku masih sangat berharap bahwa mungkin Bear saat ini disembunyikan di ruangan yang gelap dan dia masih hidup. Kenapa aku egois sekali! Bahkan aku tidak ingin kehilangannya. Padahal Bear sudah melewatkan hal-hal yang mengerikan." Tandas King yang berusaha untuk tetap tegar meski air matanya hampir tumpah. Big Boss menghela napas panjang. Rasanya hatinya terbakar setiap kali ada pembahasan tentang Bear. Ketika sebagian mereka yang belum mampu menerima jika salah satu teman yang mereka sayangi meninggal dengan cara yang tragis. Mereka masih belum bisa menerimanya. DUAR! Ledakan besar terjadi begitu saja dari luar mobil itu. Semua orang yang berada disekitar sana kaget dan berusaha untuk menyelematkan diri sendiri. Ledakan itu kembali muncul dengan suara yang lebih kencang. Di dalam mobil itu tampak terguncang hebat dengan dua orang yang berada di dalamnya mulai tidak sadarkan diri. Kejadian itu berlalu dengan sangat cepat. Tentunya disaksikan oleh dua orang yang berada di dalam ruangan besar itu dengan teropong jarak jauh. Terlihat senyuman lebar dua orang itu dan akhirnya menghilang begitu saja dibalik tirai. "King," lirih seseorang yang tengah terjepit di badan mobil dengan suara yang sangat serak. Darah banjir tidak karuan membuat mereka hanya bisa terdiam dengan air mata yang saling mengalir di ujung mata. "Bangun, King!" Pinta Big Boss yang berusaha memanggil nama King secara berulang-ulang. "Bangunlah, King. Kita tidak akan mati di sini. Bangunlah!" Sambung Big Boss yang perlahan-lahan kesadarannya mulai menghilang. Keduanya menutup mata dengan luka yang sangat parah. Sampai terdengar suara sirene pemadam kebakaran, polisi, dan ambulance yang datang dengan sangat cepat. Mereka yang melihat hanya berharap bahwa dua orang yang berada di dalam mobil itu dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi, apakah mungkin? Melihat seluruh kerusakan itu, apakah mungkin? Apakah masih ada harapan untuk melihat mereka membuka mata dan hidup? Apakah mungkin dalam keadaan yang seperti ini, masih ada yang bisa diselamatkan? ~~~~~~~~~~~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN