R 1.1

1235 Kata
Dengan susah payah, Arthur berusaha menurunkan seorang gadis yang tergantung begitu saja di kayu plafon di tengah ruang penyimpanan mesin air. Ia tidak ingin gadis itu berakhir mati tercekik. "Sha, panggil orang," pinta Arthur dengan napasnya yang terengah-engah karena ia menahan berat badan si gadis yang tubuhnya tergantung itu. Karena kalau Arthur tidak memberikan tumpuan pada gadis itu, bisa-bisa leher si gadis makin tercekik. "Lo nggak apa-apa di sini sendiri, Ar?" tanya Shana, gadis itu sudah tampak panik berat. "Gue bantuin lo aja ya ketimbang cari orang?" "Buruan, Sha!" seru Arthur tanpa mempertimbangkan perkataan Shana. Pemuda itu menggelengkan kepala, seolah memberitahu Shana bahwa Arthur kerepotan. Pemuda itu butuh orang untuk membantunya menurunkan si gadis yang tergantung itu. Namun tentu saja, Shana bukan orang yang tepat untuk Arthur mintai tolong. Shana pun kebingungan sejenak sebelum akhirnya berlari meninggalkan ruangan itu. Gadis itu berlari seolah-olah ia sedang mengikuti perlombaan lari cepat. Saking cepatnya berlari, ia sampai kesulitan mengerem langkahnya. Sedikit dramatis, Shana membanting tubuhnya ke tanah sebelum ia menubruk api unggun di tengah lapangan. Tingkah Shana itu membuat banyak orang memberikan atensi atas kehadirannya di sana. Beberapa orang mendekati Shana untuk menanyakan kondisi gadis itu dan apa yang sebenarnya terjadi. Sementara Shana tampak kelabakan menceritakan apa yang ia lihat di ruang penyimpanan mesin air. Ia mengajak orang beramai-ramai ke sana. "Ada apa ini?" tanya Hea yang datang bersama Ganendra. Mereka tampak mengecek keadaan Shana sekilas. "Ikut gue sekarang," mohon Shana. Gadis itu tidak lagi mengulangi ceritanya karena itu akan membuang-buang waktu sementara situasi sedang genting begini. Untungnya, Hea dan Ganendra tanpa banyak bertanya langsung bergerak mengikuti Shana. Mereka pun menuju ke tempat yang Shana maksud. Butuh waktu beberapa saat untuk mereka tiba di ruang penyimpanan mesin air. Bahkan setelah sampai, ketiga orang itu tampak kelelahan dan mengambil istirahat sejenak di depan pintu menuju ruangan itu. Mereka belum tahu saja apa yang menunggu mereka di dalam sana. Setelah tahu, dijamin Hea dan Ganendra tak akan setenang sekarang. "Jadi ada apa?" tanya Hea kemudian. Shana memberikan isyarat agar Hea berhenti bertanya dan segera masuk saja. Untuk memberikan contoh, Shana masuk ke ruangan itu. Hea pun menyusul Shana. Sesaat setelah masuk ke dalam ruangan itu, Hea menjerit untuk memanggil Ganendra, "Ndra, sini. Ini gila, sih!" Ganendra pun kalang kabut berlari menghampiri Hea. Saat ia masuk ke dalam ruangan itu, ia melihat Hea, Shana, dan Arthur tengah berusaha menurunkan sesuatu yang tergantung di tali yang diikat ke kayu di plafon. "What the hell! Dia lagi ngapain di sana? Anjing," umpat Ganendra. Ia pun menerjang ke arah ketiga orang itu untuk menyumbangkan tenaganya dan turut membantu mereka menurunkan seorang gadis yang bergelantungan dengan lehernya yang tercekik. *** Di lapangan, kedatangan Shana menjadi bahan perbincangan orang-orang. Beberapa dari mereka mengatakan Shana cari perhatian saja. Lalu beberapa sisanya mulai mencari tahu apa maksud Shana bicara begitu. "Beneran Shana yang barusan ke sini sambil heboh itu?" tanya Agatha. Pasalnya ia mengenal Shana. Jarang-jarang gadis itu akan membuat keributan jika tujuannya hanya mencari perhatian. Pasti ada yang tidak beres, kan? Verrel angkat bicara, “Tapi kok dia nggak nyariin kita?” “Mungkin dia mau nyari kita. Cuma kitanya aja yang sulit ditemukan keberadaannya,” balas Rick. Akhirnya ketiga orang itu terdiam sebentar. Saat Agatha buka suara kemudian, gadis itu to the point mengajak Verrel dan Rick untuk mencari Shana. “Emang katanya Shana pergi ke mana?” tanya Verrel yang benar-benar tak tahu menahu soal itu. “Ke atas,” jawab Agatha yang memang sekilas-sekilas mendengar cerita dari mulut ke mulut. “Kamar mandi?” “Kayanya bener ke arah sana. Ingat kan, Arthur nggak mau ikut karena dia mau ke kamar mandi?” Rick ikutan menimpali. Namun Verrel segera menukas, “Kalau soal Arthur bilang mau ke kamar mandi, itu alasan dia aja biar nggak ikut kita ke sini.” “Guys, terserah kalau kalian mau berdebat soal ini. Tapi mari kita mulai mencari, ya?” Agatha tampak memohon agar baik Verrel maupun Rick sama-sama mulai mencari. Karena kalau mereka hanya diam di sana, mereka tidak akan tahu apa-apa. Agatha memimpin jalan. Sementara di belakangnya, Verrel dan Rick berjalan bersisihan. Mereka melewati jalanan setapak yang cukup gelap menuju ke kamar mandi yang memang sedikit terpisah dari area tenda glamping peserta. Saat mereka semakin dekat dengan kamar mandi, mereka bisa mendapati keberadaan beberapa orang di ruangan yang berada tak jauh dari kamar mandi. Tampaknya, orang-orang itu juga tengah sibuk melakukan sesuatu. “Ada apa, tuh?” Rick mempercepat langkahnya. Pemuda itu meninggalkan Verrel dan juga Agatha begitu saja. Merasa semakin penasaran, Agatha menyusul Rick dan meninggalkan Verrel berjalan di belakang sendirian. Saat gadis itu melihat apa yang terjadi di sana, ia cukup dibuat kebingungan. “Siapa yang pingsan ini?” tanyanya pada entah siapa saja yang mendengar. Alih-alih menjawab, Agatha justru mendengar balasan berupa permintaan tolong dari Shana. “Tha, lo ke ruang kesehatan sekarang, ya? Ambilin tandu,” ujar Shana. Agatha menunjuk ke dirinya sendiri sambil memelototkan mata. “Gue pergi sendiri gitu? Nggak mau,” rengeknya. “Sha,” sela Arthur, “gih, temenin Agatha.” Shana menarik napas dalam-dalam lalu menganggukkan kepala. Ia pun menyanggupi untuk pergi bersama Agatha ke ruang kesehatan. “Yuk,” katanya sambil menyambar tangan Agatha. Agatha ragu untuk pergi berdua saja dengan Shana. Pasalnya, Agatha tahu kalau Shana juga sama penakutnya dengan dirinya. Bahkan kalau urusan dengan hantu, Shana jauh lebih penakut ketimbang Agatha. Pergi dengan Shana bukan pilihan yang tepat. “Sha, ruang kesehatan jauh, lho,” ujar Agatha, sekadar mengingatkan. Barangkali di bayangan Shana, ruang kesehatan hanya beberapa langkah saja dari tempat mereka semula. Shana menjawab dengan gerutuan, “Iya, tahulah!” “Dan lo masih mau ke sana?” tanya Agatha. Sesaat setelah mendapat jawaban berupa anggukan dari Shana, Agatha melanjutkan pertanyaannya, “Emang cewek tadi kenapa, deh? Pingsan di ruangan itu? Sendirian aja?” Shana menoleh sekilas pada Agatha. Terlihat bahwa Shana berkeinginan untuk tetap tutup mulut. Dan, iya, gadis itu tidak terpancing oleh pertanyaan Agatha. “Nanti aja,” balas Shana sekadarnya. Agatha tentu menggerutu. Namun setelah menyadari bahwa kemungkinan besar persoalan ini tak seremeh yang ia bayangkan, Agatha pun menutup mulutnya. Tenang saja, jika waktunya sudah tepat, pasti Agatha akan tahu juga. “Lari yuk, Tha,” ajak Shana. Agatha membelalakkan mata. “Lari?” Ia membeo ucapan Shana. Pasalnya Agatha merasa ragu dengan ajakan Shana itu. Agatha mendadak merasa takut dan was-was pada sekitarnya. Ia mencecar, “Kenapa kudu lari? Ada yang ngikutin kita, Sha? Lo nggak lihat hantu atau sebagainya, kan?” Shana memicingkan mata sambil menoleh ke arah Agatha. “Biar cepet sampai aja, Tha. Bukan karena ada apa-apa. Lo jangan ngomong yang enggak-enggak. Kalau ada beneran, tamat riwayat kita!” Agatha pun memberi isyarat dan berjanji untuk menutup mulutnya rapat-rapat sampai mereka tiba di tujuan. Jadilah, di sisa perjalanan mereka itu, hanya suara deru napas dan suara alam yang terdengar menemani langkah mereka. Sampai akhirnya, mereka sampai juga di ruang yang digunakan sebagai ruang kesehatan. Dua panitia yang bertugas sebagai tim kesehatan juga menyambut kedatangan Shana dan Agatha serta menanyakan ada urusan apa mereka kemari. Shana menjelaskan alasannya dengan sesingkat mungkin. Sembari menunggu tandu disiapkan, kedua panitia itu meminta Shana serta Agatha untuk masuk terlebih dahulu ke dalam ruang kesehatan. Namun sebelum masuk ke dalam ruangan itu, Agatha menahan bahu Shana. Ia bertanya, “Sha, cewek tadi kenapa, sih? Gue lihat ada bekas kemerahan yang melintang melingkar di lehernya. Dia masih hidup, kan?” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN