B E. Part 4a

1120 Kata
“Gi, gue bisa balik sendiri kali” protes Sera begitu mobil yang di tumpang meninggalkan area bandara. Ia belum menyetujui tawaran atau lebih tepatnya paksaan dari pria itu tapi kini semua terlambat karena ia sudah ada di dalam mobil yang sudah melaju. Gio memijit kepalanya yang mendadak berdenyut karena keras kepalanya Sera, “Ser, nggak usah protes bisa? Kenapa sih hal gampang lo bikin rumit. Apa salahnya gue pulang sekalian ngantar lo juga” ucapnya dengan nada tinggi. Nyali Sera ciut begitu mendengar nada meninggi dari pria di sebelahnya. Ia memang tidak bisa mendengar bentakan dari orang lain. Jelas jika Gio sedang kesal, kesal dalam artian marah bukan kesal karena seperti biasa ketika keduanya saling menjaili. Ini kali keduanya ia melihat Gio mengeluarkan nada tinggi. Terakhir Sera melihat Gio marah ketika adiknya mengalami musibah yang sengaja orang lain lakukan. Melihat Sera yang tertunduk, Gio merasa bersalah karena tanpa sadar membentak gadis itu. Ia benar-benar lepas kontrol, “Sory kalau ucapan gue bikin lo tersinggung. Gue lagi capek jadi gampang emosi” ujarnya pelan. “Lo di antar ke mana? Apartemen atau rumah Om Gunawan?” “Apartemen” jawab Sera singkat dan datar. “Tunggu, lo bukannya ada pekerjaan mendadak?” Gio bertanya seperti itu, karena berpikir jika Sera akan langsung menuju Galaxy Media. “Kerjaannya besok subuh berangkat ke Lampung” “Hah? Lo besok ke Lampung? Emang nggak capek?” Gio cukup terkejut mengetahui kesibukan Sera. Sera mengangkat bahunya, “Namanya kerjaan ya harus siap walaupun capek” “Iya juga sih. Terus di Lampung mau ngapain?” Mendengar pertanyaan Gio, Sera menoleh pada pria itu. Gio mendapat tatapan penuh tanda tanya dari Sera langsung meralat pertanyaannya “Maksud gue, ada liputan apa” “Mau wawancara salah satu korban kekerasan oleh majikan. Kejadiannya tadi siang jadi gue harus ngeliput ke sana. Udah paham?” Gio mengangguk, tidak ingin melanjutkan pembahasan ini lagi. Setelah mengantar Sera ke apartemennya, barulah Gio kembali ke kediaman orang tuanya. “Gimana acara pernikahan Non Sera dan den Jouvan, den Gio?” tanya pak Yono. “Syukurnya lancar, Pak. Dua hari lagi rombongan yang lain pulang. Rumah aman kan?” Gio tahu pak Yono tidur di rumah majikannya selama ia dan keluarganya ke Bali. “Aman kok Den. Terus, den kok udah pulang? Nemenin Non Sera ya?” tanya Pak Yono dengan polosnya. Mata Gio membulat mendapat pertanyaan dari Pak Yono.“Nggak lah Pak, saya ada kerjaan besok jadi harus pulang” “Maaf ya Den, saya kira den Gio sama Non Sera pacaran” Gio terbelalak dengan asumsi pria paruh baya itu, “Nggak pak. Sera sukanya sama Raka. Kalau pun dia nggak suka sama Raka, saya tetap nggak berminat sama dia” “Oh begitu. Padahal cocok sama den Gio. Non Sera orangnya gelis pisan, euy” ucap pak Yono dengan logat khas Sunda. “Pak Yono salah, kita nggak ada cocok-cocoknya. Dia galak banget pak. Bapak nggak liat dia itu selalu ketus bicara sama saya, udah kayak macan betina minta kawin, sensi banget. Sakit kepala kalau udah ketemu dia. Pokoknya dia musuh banget sama saya. Padahal jadi perempuan kan harus lemah lembut, kayak Rea contohnya. Duh kapan ya saya bisa punya pasangan kayak adik kesayangan saya itu” mata Gio menerawang membayangkan hari bahagia itu tiba. Pak Yono tersenyum sambil melihat kaca spion, “Gadis galak seperti Non Sera juga bagus, den. Kalau udah saling sayang pasti sifat akan mengikuti, berubah jadi lemah lembut” “Sayang, dia bukan tipe saya Pak. Saya mau seperti Rea” tandas Gio. *** Gio melonggarkan dasi yang ia gunakan setelah selesai melakukan meeting dengan klien. Ia masih berada di salah satu kafe besar di kawasan Jakarta Pusat. Bersama Ronan sekretaris pribadinya, ia akan melakukan makan siang terlebih dahulu sebelum kembali ke perusahaan. Ia menahan lapar karena kliennya menolak untuk lunch bersama. “Ngomong-ngomong, dasi baru nih” ucap Ronan begitu kembali dari toilet. Gio yang menyandarkan tubuhnya pada kursi, menoleh ke arah dasinya miliknya “Oh dasi ini hadiah. Baru ingat pakai sekarang. Lagian kenapa lo bisa tahu ini dasi baru?” jika keduanya sedang tidak berada di tempat kerja atau bersama klien maka Gio dan Ronan akan bicara santai. Ronan adalah teman satu kelas Gio waktu SMA dan terkenal memang cukup pintar. “Hadiah dari siapa? Kok pas banget sama lo. Wah jangan-jangan selama ini lo punya pacar” Ronan penasaran karena dasi itu sesuai dengan selera bosnya. Jika itu dari Rea tidak mungkin sampai lupa menggunakannya. “Sembarangan, tunggu gue ingat-ingat dulu” Gio berpikir sejenak, ia hampir lupa siapa yang memberikan hadiah ini. Maka ketika sosok itu muncul dalam ingatannya, ia hampir tidak percaya. “Yah malah diem. Jangan bilang ini dari salah satu cewek pemuja rahasia lo kali?” tebak Ronan. “Bukan. Ini dari Sera dan gue baru ingat” jawabnya santai. Ronan memicingkan matanya, “Sera si reporter cantik itu? Yang bodynya keren bak model terkenal itu kan?” “Iya si reporter Galaxy Media. Tapi kalau lo bilang cantik dan badannya seksi gue nggak setuju. Lo belum tahu aja gimana orangnya” “Kenapa? Kenyataan kok” seru Ronan tidak terima. Karena ia sendiri adalah penggemar Sera. “Ah udah jangan bahas dia. Gue sama dia musuh bebuyutan. Tiap ketemu rasanya gue naik darah dan sakit kepala”  gerutu Gio. Ronan tergelak, “Hati-hati, nanti malah jatuh cinta” “Istilah benci jadi cinta nggak berlaku buat gue. Lagian, Sera itu sukanya sama Raka. Mana mau gue sama cewek yang suka sama saudara gue sendiri. Kayak nggak ada cewek lain aja” sahut Gio. “Ah iya. Tipe lo kan Rea. Eh nggak adil kalau adik sendiri jadi selera. Yang benar, tipe lo kayak Levia mantan lo satu-satunya” celetuk Ronan. Gio mendesah malas, “Jangan bahas dia. Gue malas” Levia adalah mantan pacar Gio waktu kuliah tapi keduanya kenal sejak SMA. Ia putus karena waktu Gio habis untuk menjaga Rea yang terpuruk karena kepergian sang mama. Gadis cantik yang kini tinggal di Singapore memilih berpisah karena tidak tahan menjalin hubungan dengan pria yang tidak memiliki waktu dengannya. “Lo masih ada perasaan sama dia?” tanya Ronan hati-hati. “Gue udah lupa sama dia. Dia terlalu dalam nyakitin gue. Saat gue terpuruk dia justru pergi. Jadi buat apa ingat dia atau nyimpan perasaan lagi. Gue juga udah lupa semua tentang dia jadi jangan bahas dia lagi” “Tapi denger di grup alumni, dia mau pulang dari Singapore dan mau ngajak temen-temen buat ngumpul. Pasti tujuannya juga buat ketemu lo. Soalnya dia pernah buat status yang menyiratkan kalau cinta di masa lalunya begitu ia rindukan” jelas Ronan sambil menatap Gio dengan lekat. “Gue nggak peduli” ucap Gio dengan tegas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN