Ep.9 Kembali Ke Desa 9 Beruang

3520 Kata
Kaili merasa ada yang janggal ketika tubuhnya berguncang tanpa henti. Suatu makhluk menjejalinya dan mengekang gerakannya. Telinganya berangsur-angsur mendengar jelas napas berat seseorang sangat dekat di telinganya, seolah sedang berolah raga berat dan perlahan-lahan, wajah Han Junjie semakin jelas di pelupuk matanya. Kaili sontak terbelalak dan berteriak, "Han Junmmmphhh!" Teriakan Kaili senyap dalam lumatan kuat mulut pria itu. Kaili berontak, tetapi malah membuat Han Junjie semakin bersemangat mengguncangnya. Gadis itu menangis kesal. Ternyata ia lengah dan terkunci dalam pelukan Han Junjie. Lagi-lagi pria itu sedang menggunakan keperkasaan dalam kesempitan. Han Junjie melepaskan bibir Kaili karena ia sudah tidak tahan lagi ingin bersuara, "Ah, Lili Kecil, pinggulmu semakin nakal saja." "Kenapa kau melakukan ini lagi padaku?" rengek Kaili seraya memukul lemas. "Katanya kau anti bersentuhan...." "Aku melakukan ini supaya kita lekas kembali ke game! Aku tidak mau membuang-buang waktuku di sini." "Iya, tapi kenapa... harus dengan cara seperti ini...?" "Apakah ada cara lain? Kenapa kau keberatan? Aku membayarmu dan aku berhak menggunakanmu." Kaili tidak tahu harus berkata apa lagi. Ia bingung mengenai cara Han Junjie memperlakukannya. Perbuatan pria itu sangat kontradiktif dengan kehidupan nyata dan pengakuannya. Apakah di dunia game ini alter-ego Han Junjie menggunakannya sebagai pelampiasan fantasi? Han Junjie tahu ia tidak akan buka mulut dan tidak bisa mengelak. Kaili terpekik oleh gempuran nikmat dalam tubuhnya, memaksa kuncup bunganya segera mengeluarkan sesuatu. Ia pukuli pundak Han Junjie. "Berengsek ... hentikan.... Aku ... Aku tidak tahan lagi!" "Tidak tahan apa?" tanya pria itu mengejeknya. "Kau tahu apa itu," desis Kaili, kemudian ia pun berteriak, "Aaaaahhh!" Kuncup Lili Kecil mekar, membuncah menebarkan madu-madu manis yang melumuri keperkasaan Han Junjie. Pria itu semringah dan wajah merona merasakan hangatnya madu gadis itu. Han Junjie memelankan hunjamannya dan menunduk menatap lubang penyatuan tubuhnya dengan Kaili. Ia usap-usap bibir empuk yang melahap miliknya agar lemas dan meluah batang itu. Kaili terbaring lemas. Han Junjie menarik diri lalu membenahi celana kelopak bunganya sambil memandang berkeliling seakan-akan apa yang baru saja dilakukannya tidak berdampak apa pun pada gadis tadi. Kaili meringkuk sungkan, berusaha meredakan debar-debar tak karuan dalam dadanya. Ia melirik Han Junjie penuh tanda tanya. Sudah berapa banyak gadis yang dimanfaatkannya berkedok sebagai Grizz? Han Junjie melihat matahari semakin tinggi. Waktu berlalu tanpa terasa, jika malam tiba mereka masih saja di jurang itu, akan jadi malam panjang yang melelahkan dan berbahaya. Ia harus mendaki tebing jika ingin keluar dari situ. Han Junjie ingin menyuruh Kaili lagi, tetapi mendapati gadis itu masih meringkuk malas-malasan, ia segera membentaknya, "Apa kau akan seperti itu seterusnya? Apa kau cari kesempatan berduaan denganku? Kau ingin berlama-lama di sini supaya kita melakukannya lagi?" Kaili terperangah. Labu-labu melesat ke arah Han Junjie. "Berengsek! Buat apa aku berlama-lama denganmu? Aku justru ingin ini cepat selesai. Aku harus kembali ke kafe dan membantu Kakak Zhuo membuat kue untuk besok!" Ucapan itu menyulut kemarahan Han Junjie. Ia tinju satu labu sehingga hancur berkeping-keping. "Jadi, waktu bersama Zhuo lebih berharga daripada denganku? Aku membayarmu lebih mahal. Kau seharusnya bekerja keras untukku!" Kaili lekas berdiri sambil membenahi pakaiannya dan menuding pria itu. "Uangmu mungkin berguna untuk memenuhi keinginanmu, tetapi itu tidak akan bisa membeli loyalitas, karena loyalitas datangnya dari hati, bukan karena uang!" Han Junjie membalas dengan berkacak pinggang dan membusungkan da.da. "Kau bicara soal uang padaku, tapi lihat banyaknya orang yang bersedia menjual jiwa mereka demi uang dan kau salah satunya!" "Berengsek! Apa kau sudah lupa siapa yang memaksaku main game? Kau punya mulut hanya untuk mengatakan apa pun sesukamu, ya? Baiklah, kalau begitu aku membatalkan janjiku untuk tidak menyebut namamu. Aku akan memanggil namamu sesuka hatiku, biar semua orang tahu siapa Grizz sebenarnya!" Han Junjie hendak membekap mulut Kaili dan gadis itu berusaha menepisnya seraya berteriak, "Aaaah! Aku tidak mau tahu! Kau yang memulai semua ini, aku hanya mengikuti aturan mainmu." Han Junjie menarik napas dengan rahang bergemeretak, tak rela jika harus mengalah, tetapi apa boleh buat atau permainan hari ini tidak akan ada kemajuan. Mereka berada di zona boleh saling membunuh, yang memungkinkan pemain lain menyerang dan membunuh mereka. Han Junjie pun berseloroh sambil menjauhi Kaili. "Ya sudah! Aku tidak akan menyebut soal uang lagi, tetapi kau juga tidak boleh menyebut namaku lagi, bagaimana? Apa kita sepakat?" Kaili merengut bersama matanya terpicing tajam memandangi punggung pria itu saat melangkah. Kenapa ia tidak mau berbicara berhadapan? Selalu saja sambil lalu, supaya orang lain harus mengejarnya. Kaili berlari kecil sembari memperingatkan, "Untuk satu hal ini aku setuju, tetapi buat apa kau menyembunyikan nama aslimu, sementara wajahmu terbuka untuk dilihat semua orang? Kau pikir tidak ada orang yang akan mengenalimu? Golongan orang tua seperti ayah dan ibuku mungkin, tapi tidak mayoritas gamer di sini." Han Junjie mematung, baru menyadari kalau helm kepala beruang tidak ada dalam item perlengkapan pakaiannya. Ia berbalik menghadap Kaili, kemudian menunjuk wajah gadis itu. "Karena kau yang mengatakannya, lakukan sesuatu untuk mengatasi hal ini. Cari benda untuk menutupi wajahku!" Kaili terperangah. "Aku? Kenapa mesti aku yang memikirkannya? Itu wajahmu, masalahmu!" Han Junjie meninggikan suaranya seraya membusungkan d**a. "Karena aku kaisarmu dan kau pelayanku! Aku berhak menyuruhmu melakukan apa pun." Kaili mendengkus, ingin membantah, tetapi juga merasa lelah dengan pertengkaran yang tiada akhir itu. "Kaisar, kaisar melulu! Padahal pemain paling payah, tidak punya kekuatan apa pun. Dasar berengsek!" Kaili menggerutu sambil berjalan menyepak-nyepak ke sekitarnya. Banyak gundukan tanah bekas longsor. Terlihat ada bagian lempung putih dan juga batang kayu bekas terbakar sambaran petir. "Ayo, cepat lakukan sesuatu!" desak Han Junjie. Kaili menyahut ketus, "Iya, iya, sebentar!" Ia mengambil segenggam tanah lempung dan secuil arang dari batang pohon. "Untuk apa semua itu?" tanya si kaisar go.blok itu. "Katamu aku harus melakukan sesuatu. Aku menyiapkan penyamaran yang tepat untukmu." Kaili mendekati Han Junjie. Ia mendongak lalu semringah, mencolekkan tanah putih ke pipi Han Junjie. Pria itu berusaha menepisnya, "Apa yang kau lakukan?" "Tanah ini berfungsi sebagai masker wajahmu." "Hah? Eww! Sangat menjijikkan!" "Oh, ya ampun, masih saja protes! Kelakuanmu lebih menjijikkan daripada tanah ini, idi.ot!" "Apa? Kau menyebutku idi.ot?!" "Atau kau ingin kusebut nama?" Han Junjie tutup mulut, tetapi bernapas keras. Ia membuang muka, mempersilakan pipinya menghadap Kaili. Gadis itu mengolesi wajahnya dengan tanah lempung sambil tertawa-tawa kecil. "Huh, kau senang membuatku tampak jelek, ha?" gerutunya. "Kenapa kau sewot?" sahut Kaili. "Aku tahu mekap artis akan mendandanimu supaya terlihat glamor, sementara aku mendegradasi ketampananmu agar tidak dikenali. Aku hanya melakukan apa yang kau suruh." Han Junjie membisu untuk sesaat. Ia membiarkan seluruh wajahnya diolesi sehingga putih bak batu kapur. Kaili lalu mengoleskan bubuk hitam arang melingkari mata Han Junjie sehingga wajahnya menyerupai panda. "Nah, selesai!" seru Kaili lega. Han Junjie mendengkus, kemudian ia melangkah ke tepi sungai untuk bercermin di permukaan air. Ia menggerutu sendiri, "Seharusnya aku tampil sebagai beruang grizzly, kenapa sekarang aku menjadi panda? Hhhh...." "Dasar tidak pandai bersyukur, apalagi berterima kasih," sentil Kaili, tetapi tidak terlalu jelas didengar Han Junjie. Ia berbalik seraya bertanya, "Apa kau bilang?" "Tidak ada apa-apa. Aku rasa sebaiknya kita segera melanjutkan perjalanan dan menemukan tempat aman, jadi kita bisa save dan keluar dari game." "Oh, ya soal itu." Han Junjie berucap demikian, menimbulkan prasangka buruk bagi Kaili. Han Junjie pasti menyuruh-nyuruhnya lagi. "Lakukan sesuatu untuk membawa kita keluar dari sini!" Nah, benar 'kan? "Apa? Kau anggap aku semacam Doraemon? Sampai-sampai hal seperti itu aku juga yang memikirkan?" "Heh, di tempat ini hanya ada kita berdua dan aku kaisar, jadi sudah sewajarnya aku menyuruhmu. Kau abdiku!" "Dari Dewi turun menjadi selir, lalu pelayan, dan sekarang abdi. Kenapa gelarku mencakup semua jabatan? Kau memperlakukan orang-orang sesuka hatimu. Ah, ya, aku rasa karena itu tidak ada seorang pun datang mencarimu. Mereka pasti sedang merayakan hari-hari tanpamu." "Apa maksud perkataanmu?" "Coba pikir. Kau seorang kaisar. Kau sangat penting. Negerimu tidak akan maju tanpamu, tetapi tidak ada seorang pun dikirim untuk menyelamatkanmu apalagi mencarimu. Di mana mereka? Seharusnya jenderal atau perdana menteri atau siapapun petinggi istana mengutus tim penyelamat." Han Junjie jadi jengah sendiri, berusaha berkilah, "Itu karena ... karena aku menyuruh mereka tetap di tempat. Aku bisa mengatasi ini sendirian." "Yang benar saja?!" sindir Kaili. "Kalau begitu, cepat temukan cara keluar dari sini!" suruhnya yang membuat Han Junjie membentak, "Kau yang lakukan!" "Aku? Lagi-lagi aku?" "Ya, karena hanya kekuatanmu yang bisa melakukannya. Buat tanaman merambat yang menjalar sampai ke atas." Han Junjie menunjuk ke atas tebing terjal. "Itu akan mempersingkat waktu kita daripada menyusuri sepanjang jurang ini atau mencoba memanjatnya dengan tangan kosong." "Tidak mau!" Kaili bersedekap sambil membelakangi Han Junjie. "Tidak mau?" Han Junjie geram. Setelah semua perdebatan Kaili masih saja membantahnya. Dengan kesal, ia balik badan Kaili sehingga menghadap tebing lalu ia remas pan.tat dan da.da gadis itu. "Kyaah, Han Junjie kurang ajar!" "Lakukan sekarang atau aku pasang lagi badanku di atasmu!" Ledakan kegusaran Kaili menyebabkan sulur-sulur labu muncul dari dalam tanah lalu tumbuh dengan cepat menjalar di tebing sampai ke atas. Batang-batang sulurnya besar dan kokoh sehingga cukup kuat menyandang berat tubuh manusia dewasa. Setelah jalar darurat itu terbentuk, Han Junjie melepaskan tubuh Kaili dan gadis itu pun jatuh berlutut terengah-engah. Han Junjie menatap puas pada hasilnya, mengabaikan Kaili yang mendelik tajam. "Kau sangat keterlaluan, berengsek! Kau bahkan tidak berterima kasih padaku," kecam Kaili. Namun, Han Junjie menyahut meremehkan, "Tenang saja, Lili Kecil, tenagamu akan pulih kalau aku menidurimu. Kau yang seharusnya berterima kasih padaku. Tidak selalu seorang Kaisar mau menyentuh selirnya lagi. Kau bisa dianggap beruntung aku menyetubuhimu dua kali, eh, tiga kali malahan." Kaili meraup batu-batu kecil dan melempari Han Junji. "Berengsek!" Namun, pria itu mengelak dengan berjalan menuju sulur labu. Ia periksa dan menarik rambatan itu untuk memastikan kekuatannya, kemudian mulai memanjat. Kaili berdiri tegap lalu mencoba memanjat juga meskipun ia sedang kelelahan. Baru berpijak selangkah, ia terjatuh dan terduduk di tanah. "Aduh!" ringisnya sambil mengusap pan.tat. Han Junjie yang sudah naik beberapa meter, menoleh dengan tatapan dingin. "Kenapa? Kau tidak bisa memanjat?" Kaili berdecih getir, "Aku masih lemah, idi.ot! Menumbuhkan sulur ini menguras energiku." Bola mata Han Junjie mendelik berputar. "Kenapa tidak bilang saja, Yang Mulia, tolong aku, bantu aku naik. Lalu aku harus menggendongmu dan kau bisa enak-enakan di dekapanku." "Cih! Tidak akan pernah!" sahut Kaili Ia berusaha berdiri tetapi lututnya lemas sehingga ia duduk saja di tanah. Han Junjie menatap lekat untuk beberapa saat. Kaili masih saja bergeming dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Akhirnya ia turun sambil bergumam sendiri, "Dasar keras kepala!" Kaili tidak sudi menatap Han Junjie yang sekarang berdiri di hadapannya. Ia menelan ludah lalu berucap dengan dagu terangkat. "Kenapa? Aku tidak menyuruhmu turun. Sana! Kalau mau pergi, pergi saja. Aku akan menemukan cara keluar dari sini sendiri. Aku tidak perlu bantuanmu!" Han Junji tidak berkata apa pun. Sorot matanya tajam menembus relung hati Kaili. Jika pemain lain menyelamatkannya, sudah pasti Kaili akan luluh. Benar-benar perempuan gampangan! Ia mendengkus keras lalu membungkuk mengangkat tubuh gadis itu ke pundaknya. "Kyaaah! Apa yang kau lakukan? Dasar me.sum!" maki Kaili berkial-kial. Kakinya menyepak-nyepak sementara tangannya memukul-mukul, tetapi Han Junjie tak terusik. Ia tepuk pan.tat gadis itu yang sangat dekat dengan wajahnya. "Diam! Aku berusaha menyelamatkanmu, jangan kau persulit dengan tingkah manja begini! Seperti tidak pernah kusentuh saja," gerutunya lalu mulai memanjat sambil membawa Kaili. "Menyelamatkanku? Aku tidak minta diselamatkan!" "Lalu? Kau ingin mati sia-sia? Mau jadi santapan siluman? Biar kupermudah untukmu. Aku jatuhkan kau dari ketinggian tebing ini!" "Tidaaak!" teriak Kaili ketakutan dan spontan berpegangan erat ke badan Han Junjie. Ia menghadap ke bawah sehingga kepalanya langsung pusing. Han Junjie menolongnya sekaligus menyiksanya dengan posisi seperti itu. Benar-benar pria yang tidak berperasaan! "Makanya, diam!" gerutu Han Junjie dan itu cukup berhasil membungkam Kaili. Gadis itu terisak karena kesal, tetapi tidak berontak lagi. Ia harus berpegangan kuat-kuat agar tidak jatuh berdua sekaligus. Awalnya Kaili kesal dan sedih, tetapi kemudian ia terhenyak menyadari usaha keras Han Junjie membawanya. Pria itu nyaris tidak berpakaian, sehingga kontraksi otot-ototnya sangat jelas terlihat. Juga bulir keringat dan helaan napasnya mengangkat beban berat. Kaili jadi sungkan. Saat mereka tiba di atas, Han Junji terbaring terengah-engah. Kaili duduk sembari membenahi pakaiannya. "Terima kasih, Yang Mulia," katanya lirih, malah disahut ketus oleh pria itu. "Jika berterima kasih padaku, patuhi semua yang kukatakan dan berhenti bertingkah keras kepala!" Kaili terperangah. "Aku keras kepala? Kau yang keras kepala! Kau dan semua tingkah absurdmu. Kau pikir aku suka dengan semua itu? Tidak! Tingkahmu memuakkan!" Cup! Bibir Han Junjie melekap di bibir Kaili. Kaili mematung disertai mata terbelalak karena Han Junjie tiba-tiba bangun dan menciumnya, membuatnya tak bisa berkata-kata. Wajah Kaili merona merah muda karena emosinya terpelintir sedemikian rupa. Mereka berciuman beberapa detik sembari Han Junjie menunggu perlawanan Kaili, tetapi gadis itu tidak membuat gerakan apa pun sehingga ia buka ciumannya perlahan-lahan. Matanya gelap memicing gadis itu. Ia mendesis dingin, "Jika kau membantah atau melawanku sekali lagi, aku akan melakukan itu padamu, karena sepertinya itu satu-satunya cara membuatmu tunduk padaku." Rahang Kaili mengeras. Ia membuang muka menghindari tatapan pria itu atau ia akan mulai meracau lagi dan memicu Han Junjie melakukan apa yang dikatakannya. Han Junjie berdiri lebih dulu dan melanjutkan perjalanan menuju desa kediamannya. Kaili berjalan mengiringinya sambil menyedekap tubuh karena baju kelopak bunganya tidak seberapa layak menutupi tubuh mulusnya. Mereka menuju Desa 9 Beruang. Dinamakan demikian karena desa itu adalah kediaman 9 beruang perampok, yaitu Grizz dan anak buahnya. Atau Kaisar Han dan 8 pengawalnya. Mereka negeri miskin, sehingga tidak punya seragam kerajaan, apalagi istana. Istana mereka hanya rumah yang sedikit lebih megah daripada milik warga sekitar. Semakin dekat ke desa, semakin banyak orang akan melihat tubuhnya, Kaili jadi enggan. Seharusnya ia berdandan seperti Han Junjie saja agar tidak ada seorang pun mengenali wajahnya. Pria itu melenggang tanpa beban meskipun tubuhnya nyaris telanjang juga. Namun, ketika mereka tiba di pinggiran desa, Han Junjie memberi isyarat dengan tangannya agar Kaili berhenti melangkah. Pria itu menatap ke depan dari sela-sela halaman belakang gubuk reyot di mana tampak warga Negeri Beruang berkumpul di depan puing-puing bekas kebakaran. Beberapa pria berbadan kekar bermantel bulu binatang serta mengenakan helm kepala hewan, duduk satu meja sambil minum-minum dan bernegosiasi. "Kau diam saja di sini, tunggu aku kembali membawa pakaian untukmu," kata Han Junjie tanpa menoleh pada Kaili lalu ia menyeruak dari situ tanpa menunggu jawaban gadis itu. Para warganya tersentak melihat kemunculan pria berwajah panda. Han Junjie berujar penuh wibawa. "Rakyatku!" Mereka mengenali suara itu. Warga yang jumlahnya tidak lebih dari 50 orang tersebut bergegas berdiri tegap lalu memberi hormat pada kaisar mereka. "Yang Mulia!" Delapan pengawalnya--para pria berhelm kepala binatang--bergegas mendatangi kaisar mereka, memasangkan mantel bulunya serta helm kepala beruang yang baru. "Grizz, kami berpikir melakukan pencarian karena kau tidak kembali-kembali juga. Syukurlah kau sudah datang," kata pria bernama Liu, panglima pasukannya. "Rumah kita habis terbakar, kami gagal memadamkan apinya karena kesulitan mendapatkan air." Han Junjie tak berkomentar apa pun menatap puing-puing 'istana'-nya. Ia beralih menatap salah satu warga bernama Tuan Ming, pria paruh baya yang satu-satunya berpakaian cukup mewah karena ia orang terkaya di desa, pemilik kedai sekaligus penginapan. "Kau! Mulai sekarang aku akan menempati rumahmu," kata Han Junjie. Tuan Ming gelagapan dan lekas berlutut. "Ba-baik, Yang Mulia." Para pelayan kedai ikut berlutut bersama tuan mereka. "Kami siap melayani Yang Mulia." Han Junjie jadi bisa melihat siapa saja yang bekerja di tempat itu. "Siapkan kamar untuk aku dan selirku. Juga air mandi." "Baik, Yang Mulia!" Para pelayan itu segera bergerak. Liu berbisik pada kaisarnya. "Kau mendapatkan gadis itu? Apa benar dia menjadi Dewi Labu? Di mana dia?" Han Junjie tidak menjawab. Ia menarik jubah bulu beruang milik Liu dari pundak pria itu. "Aku pinjam sebentar." Kemudian ia kembali pada Kaili seorang diri. Kaili menunggu dengan patuh di semak-semak. Melihat kedatangannya, gadis itu berdiri dan menyambut dengan tatapan curiga karena kepala beruang itu tampak menyeramkan. "Kenakan ini," ujarnya sambil memasangkan mantel yang kebesaran bagi Kaili sehingga seluruh tubuhnya tertutupi. Han Junjie merangkul Kaili lalu berjalan bersamanya ke hadapan warga seperti layaknya pengantin baru dan pria itu memperkenalkan istrinya pada semua orang. "Ini selirku, seperti yang sudah kalian ketahui. Kalian bisa memanggilnya Kaili. Nama panggilan Lili hanya aku yang boleh menggunakannya." Semua orang, termasuk para pengawal yang sebelumnya bersikap kasar pada gadis itu, berlutut memberi hormat. "Selamat datang, Selir Kaili. Semoga panjang umur dan penuh berkah hidup bersama Kaisar kami." Kaili terhenyak oleh penghormatan mereka. Walaupun mereka miskin, terlihat dari penampilan mereka yang lusuh serta berbadan ringkih, baik laki-laki, perempuan, tua, dan anak-anak, wajah terlihat kuyu, tetapi sorot mata mereka berbinar-binar menatapnya. Lagi pula, mereka tampaknya juga sangat mengagumi kaisar mereka, meskipun sikapnya bak preman. "Liu, bagikan arak pada mereka sebagai perayaan pernikahanku," ujar Han Junjie. Liu agak terkejut atas perintah itu, karena itu pertama kalinya Grizz merayakan sesuatu untuk selirnya. Sebelum-sebelumnya, mereka akan minum-minum selepas Grizz keluar dari kamar pengantin setelah membunuh perempuan yang dinikahinya. "Liu!" bentak Han Junjie karena Liu bergeming. "Oh, iya, ya," sahut Liu kemudian menyerukan pada anak buahnya. "Kalian dengar apa kata Grizz. Cepat bagikan arak!" "Baik, Tuan Liu!" Lalu para pria berkepala hewan bergegas mengambil gentong arak dan cangkir-cangkir. Warga riuh gembira karena akan mencicipi sesuatu yang spesial setelah sekian lama hidup bermuram durja. Han Junjie merangkul Kaili mengajaknya pergi dari tempat itu walaupun Kaili masih lekat memandangi warga melalui pundaknya. Ia pikir Kaili pasti mengejek kondisi warganya yang miskin melarat. Ia tidak peduli pada warga itu sebenarnya. Mereka para NPC yang dipersiapkan sistem sebagai warga setempat. Tidak banyak berguna, kecuali untuk menjalankan aktivitas dasar pedesaan. Kaili tercenung lagi ketika Han Junjie membawanya ke sebuah kamar tidur untuk pasangan. Di kasur disiapkan dua stel pakaian hanfu untuk mereka kenakan setelah mandi. Yang paling membuat Kaili ternganga, Han Junjie mengajaknya ke kamar mandi dan mereka akan mandi bersama. Air ditaburi kelopak bunga dan ditetesi minyak relaksasi. Para pelayan disuruh keluar sehingga hanya mereka berdua di kamar itu. Han Junjie bisa melepas helm beruangnya, juga jubah bulu serta celana daruratnya, sehingga pria itu masuk ke bak air sebagaimana dia makhluk polos tanpa cela. Kaili tidak kikuk lagi melihatnya, malah meringis jijik. Han Junjie membasuh masker pandanya hingga tampaklah wajah tampan idol seperti sedia kala. Ia menatap Kaili dan mencemooh, "Apa kau akan berdiri saja di sana dengan pakaian compang-camping itu?" Kaili tersentak salah tingkah. "Lalu apa yang kau ingin aku lakukan? Mandi bersamamu?" "Apa lagi?" balas Han Junjie sambil merentangkan tangannya, menunjukkan pada Kaili ruang untuk mereka berdempetan dalam bak itu. Kaili langsung berdecih, "Kau me.sum! Otakmu benar-benar dipenuhi pikiran me.sum!" Pria itu malah membentaknya, "Heh, air susah diperoleh di sini. Kau seharusnya menghargai kerja keras rakyatku menyediakan air mandi ini. Ini barang mewah bagi mereka. Hanya air ini yang tersisa. Jika kau tidak mandi sekarang, maka kau tidak akan mandi seumur hidupmu." "Sialan!" desah Kaili. Ia membuang muka kesal, akan tetapi mulai melucuti pakaiannya sendiri walaupun berat hati. Ia menyedekap tubuhnya dan menghindari menatap muka Han Junjie, karena sangat malu. Pria itu menggosok badan sambil meledeknya. "Kau berakting seolah aku tidak pernah melihatmu telanjang saja. Faktanya, aku telah merasakan seluruh tubuhmu bahkan sampai ke celah terkecilnya." Di akhir ucapannya, lidah Han Junjie menjilat sudut bibir, membuat Kaili merasakan gelenyar panas dalam tubuhnya. "Berhenti membicarakan soal itu," rutuknya dan cepat-cepat masuk ke bak. Ia menekuk lutut dan merasakan sepasang kaki Han Junjie bergerak. Kulit mereka saling menyapu. Kaili menunduk hingga dagunya terendam air. Han Junjie terkekeh melihat pipi gadis itu merona. "Jangan berlagak malu-malu, Lili Kecil. Kita sudah melakukannya lebih dari sekali, tidak ada alasan bagimu masih merasa malu." "Jangan panggil aku Lili Kecil lagi. Aku benci mendengarnya terucap dari mulutmu!" "Kenapa? Karena kau tahu itu benar? Kau punya ukuran serba kecil, tidak sesuai dengan usiamu yang menginjak 21. Da.da kecil, cerinya kecil, pinggang kecil, dan muara kuncup mungil yang menggemaskan, tetapi keluar madunya cukup banyak, membuatku ingin menjilatinya terus menerus ...." "Aaah, hentikan!" teriak Kaili. Ia tutup kedua telinganya dan memaki, "Dasar me.sum! Otak ca.bul! Kau bersikap sok dingin, ternyata nafsuan dan tidak tahu malu! Dasar Han Jummmmmmhhh!" Lagi-lagi, Han Junjie menggunakan jurus ciumannya. Pekikan Kaili teredam. Ia menggagahi gadis itu dan perlawanannya membuat air berombak keras, tumpah ruah keluar bak. Ciuman Han Junjie menyesap kuat bibirnya hingga terasa berdenyut-denyut meradang. Setelah beberapa saat, Kaili tak kuasa melawan lagi, kemudian pasrah diombang-ambing. Matanya sayu nyaris tak bisa menatap jelas pria yang sesenti di depan wajahnya. Pria itu bersuara parau, "Sekali lagi kau sebut namaku, aku akan melakukannya lebih kasar, Lili Kecil. Kau akan memohon ampun padaku, tetapi aku tidak memberimu ampun. Aku akan memasungmu di ranjang dan aku setubuhi kapan pun aku mau. Kau tidak akan pernah bisa ke mana-mana lagi!" Air matanya berlinang. Tubuhnya menggila tatkala Han Junjie melakukan apa yang sedang dilakukannya. Ia nyaris kehilangan akal sehat. Ibarat hatinya sedang dalam genggaman Han Junjie. Ia merasa rapuh, akan tetapi, apakah Han Junjie mempedulikan semua itu? Pria itu akan menghancurkan hati mungilnya dengan sangat mudah. Kaili berucap tersedu-sedu, "Kau keterlaluan, Yang Mulia. Kau tidak berperasaan." Han Junjie tertawa serak di tepi telinga Kaili, kemudian berbisik, "Jangan gunakan perasaanmu di sini, Kaili. Ini cuma permainan. Cuma game." Ia menunduk ke lekukan leher Kaili dan menciuminya sambil tetap memberikan hunjaman konstan. Kaili termangap mencari udara sebanyak-banyaknya. Air matanya mengalir hingga menetes ke air rendaman. Ia bersebadan dengan pria tanpa cinta dan rasanya benar-benar nyeri di sudut hatinya. Telinganya menangkap engahan sambung menyambung Han Junjie, tetapi suaranya sendiri menggema dalam kepalanya. Ini cuma game. Ingat itu, Kaili. Iya, aku tahu, tapi kenapa rasanya sangat nyata? Semua kenikmatan ini …. Bagaimana cara menghentikannya? *** Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN