Calon Kakak Ipar

1027 Kata
"Apa sih Kak? Malu dilihat calon adik ipar Kakak." Satya baru menyadari kehadiran gadis cantik yang berdiri di belakang orang tuanya. Deg Sebuah desiran halus memenuhi hati Satya ketika melihat wajah cantik Laras. Perasaan tak semestinya datang dalam hati Arya. Membuat lelaki yang baru datang itu membatu dan tak berkedip. Sepersekian detik membuat kesadaran Satya memudar. "Kenalkan Kak. Ini Laras, calon tunangan Arya," ucap Arya dengan bahagia. Arya merangkul Laras dengan sayang. Namun sayangnya Satya terlalu fokus menatap mata Laras yang kini juga tengah menatapnya. Lelaki itu tak menghiraukan ucapan Arya. "Kak! Kakak kenapa sih? Kok malah bengong?" tanya Arya. "Ah, eh kenalkan saya Satya. Kakak kandung Arya," ucap Satya gugup. Detak jantungnya masih menggila setelah bertatap mata dengan Laras tadi. "Laras." Laras mencoba tersenyum dan bersikap seramah mungkin. Laras mengulurkan tangan mungilnya ke arah Satya. Dan Satya menyambutnya, keduanya saling pandang lagi. Kini perasaan aneh memenuhi hati Laras. Ada semacam rasa tak suka dalam hati Laras pada Satya. Namun ia juga merasakan sebuah rasa sakit yang entah dari mana datangnya. Sungguh, Laras sendiri merasa aneh dengan dirinya sendiri. Berbeda dengan Laras yang tak nyaman, Satya seakan merasakan sebuah kejutan elektrik ketika menyentuh tangan Laras. Menghantarkan rasa yang selama tujuh tahun ini tidak dapat ia rasakan. Atau lebih tepatnya, sebuah rasa yang telah lama menghilang. Ia merasa seperti puber lagi. Hanya dengan menatap mata seorang gadis, jantungnya bisa berdebar-debar. Hal yang tak ia rasakan sewaktu di England walau ia bahkan sering berbuat lebih dari sekedar ciuman dengan kekasihnya. Keduanya masih saling berjabat, seolah enggan lepas. Dan pandangan mata masih bertaut dengan perasaan yang bercampur aduk. Tedy dan Sofia merasa ada yang aneh dengan putra sulung mereka, tapi akhirnya mereka berpendapat jika hal itu wajar mengingat menantu mereka memang cantik. Mereka tak khawatir, karena Satya terlalu menyayangi Arya. Jadi tidak mungkin Satya akan tertarik pada kekasih adiknya sendiri. "Kak! Lepaskan! Laras calon tunangan Arya. Kakak jangan pernah berpikir untuk macam-macam," ancam Arya pada Satya yang terkenal playboy. "Hehehe, maafkan aku Ar. Mau bagaimana lagi? Calon tunanganmu begitu menawan," puji Satya yang sudah kembali ke realitas bersikap seperti biasanya. Sembrono dan suka mengusili adiknya. "Kakak, awas saja kalau Kakak berani mengganggu Laras." "Laras?" Satya mengernyitkan keningnya. "Nama yang cantik secantik orangnya." "Baru saja aku peringatkan, Kakak sudah menggoda kekasih Arya lagi." Arya mendengkus kesal. Akhirnya perdebatan kedua kakak beradik itu terus berlanjut. Tedy dan Sofia sampai pusing dibuatnya. "Laras, jangan terkejut ya? Arya dan Satya memang tak pernah akur. Selalu bertengkar seperti itu. Namun mereka sebenarnya saling menyayangi," ucap Sofia tak enak hati. "Iya Tan. Tidak apa-apa. Laras dengan Angel juga sering bertengkar kok," ucap Laras dengan tersenyum. "Ah iya adik kecilmu itu apa kabar?" tanya Sofia. "Baik-baik saja Tan. Mungkin tahun ini Angel sudah masuk SD." "Oh begitu. Syukurlah ... semula Tante tidak menyangka kamu yang berumur 23 tahun memiliki adik yang umurnya terpaut jauh." "I-iya Tan." Entah mengapa setiap kali orang lain membicarakan perbedaan umur Angel dengan dirinya, ia jadi kesal. "Mama! Lihatlah Mama membuat Laras tidak nyaman. Itu kan kemauan orang tuanya yang baru memberi adik pada Laras di usianya yang sudah beranjak dewasa. Kenapa harus membahasnya sih?" Arya yang sudah mengakhiri pertengkaran dengan Satya melihat ada kesedihan di mata Laras. "Iya, iya. Mama minta maaf. Tetapi, Larasnya saja tidak apa-apa kok. Iya kan sayang?" "Iya Tan. Tidak apa-apa. Memang banyak orang yang membicarakan perbedaan umur saya dan Angel." "Dengar Tuh Ar, Laras tidak keberatan Mama membicarakan adiknya." Laras memaksakan senyumnya ketika mendengar penuturan Sofia. "Sudahlah! Dari pada kalian bertengkar terus. Lebih baik kita makan." "Tan, Om. Sepertinya Laras tidak bisa berlama-lama di sini. Laras hanya izin keluar sebentar soalnya." "Ras, untuk hari ini tidak ada penolakan. Karena ini hari ulang tahun kamu. Kita harus merayakannya. Kita makan sebentar, baru nanti Arya akan mengantarkan kamu kembali ke kantor." "Baik Om, Tante." Akhirnya Laras hanya bisa mengiyakan karena tidak dapat lagi menolak. Deg. "Ulang tahunnya sama dengan dia. Umurnya sama dengan dia. Wajahnya sama dengan dia. Bahkan suaranya pun sama dengan dia. Huh, apa yang terjadi padaku? Apa aku terlalu merindukannya hingga aku berhalusinasi jika tunangan adikku sendiri aku anggap dia?" batin Satya. "Ayo Sat. Kita makan!" ajak Tedy. "Ayo Pa. Satya juga sudah lapar." Akhirnya mereka berlima menikmati makan siang bersama. Arya menyuapi Laras dengan kasih sayang. Dan Laras begitu canggung dan malu karena ada keluarga Arya. Dan seorang lagi makan dalam diamnya, namun matanya tak henti mencuri pandang ke arah Laras. Membuat gadis itu tidak nyaman. Selesai makan, Laras masih berbincang dengan calon mertuanya. Sembari menunggu kedatangan Arya yang sedang mencuci tangan. Sementara itu di dapur. Saat ini Satya tengah mencuci tangan di dapur bersama Arya. Satya ingin bertanya pada Arya perihal Laras, namun ia masih ragu. Akan tetapi rasa penasaran lebih mendominasi, hingga akhirnya Satya memutuskan untuk tetap bertanya. "Ar, kamu sudah lama berpacaran dengan gadis tadi?" tanya Satya basa-basi. "Iya, sudah hampir dua tahun." "Siapa nama lengkap kekasihmu itu?" "Kenapa? Kakak jangan coba-coba untuk mengambil Laras dariku." "Siapa yang ingin merebutnya Ar? Aku bertanya sebab ia sangat mirip dengan temanku dulu. Siapa tahu temanku itu masih saudaranya." "Oh begitu. Dara Aulia Larasati. Tapi Kakak jangan sekali-kali memanggilnya dengan nama depannya. Entah mengapa dia tak suka dengan nama depannya itu. Ia tak mau dipanggil dengan nama itu." Deg Rasanya dunia Satya berputar mendengar penjelasan Arya. Rupanya ia tak salah orang, Laras adalah gadisnya. Gadis yang dulu ia puja. Gadis yang selama tujuh tahun ia rindukan. "Jadi itu benar kamu? Jadi ini nyata? Setelah tujuh tahun kita tak bertemu. Kamu jadi kekasih adikku. Tunggu, kalau begitu dimana anak itu? Harusnya sekarang ia sudah besar. Atau jangan-jangan dia sudah melenyapkannya? Lalu kenapa kamu seolah tidak mengenaliku tadi?" batin Satya dengan wajah yang memucat. "Ada apa Kak? Kakak sakit?" tanya Arya khawatir. "Ah tidak. Mungkin Kakak hanya kecapekan. Ar, setelah ini Kakak pamit ya. Kakak mau langsung ke apartemen Kakak." "Kakak tidak mau mengobrol dulu?" "Lain kali saja Kakak kemari. Nikmati waktumu bersama kekasihmu itu." "Tak ada bedanya Kakak pulang atau tidak. Kan masih ada Mama dan Papa. Jadi nggak bisa ngapa-ngapain," ucap Arya kesal. Wajah Satya memerah karena ucapan Arya. Ia cemburu. "Hati-hati Ar. Anak orang jangan dirusak." Satya memperingatkan dengan getir. "Aku tidak akan pernah merusaknya Kak. Karena kalaupun terjadi sesuatu pada kami, Arya akan bertanggung jawab penuh." Arya meninggalkan Satya di dapur seorang diri. "Tanggung jawab? Bahkan terhadap gadis itu aku ...."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN