Kabar Duka

1016 Kata
-Los Angeles, Amerika Serikat- "Hey, kris? Kau ingin ikut pergi denganku malam ini? Bella akan mentraktir kita di tempat biasa, kau ikut?" Kata seorang wanita yang berjalan mendekat sambil melepas kancing atas seragam hitamnya. "Tidak bisa. Aku harus mengunjungi orang tua angkatku di Santa Maria malam ini." Wanita itu tampak tersenyum kecil dan menepuk pundak Krista. "Okay, aku akan kabari yang lain bahwa kau tidak hadir malam ini." Krista mengangguk dan membiarkan Amanda sedikit melepas lelah di sebelahnya. Di ruang loker ini, ia harus membuat laporan sesegera mungkin agar ia bisa lebih awal berangkat mengunjungi orang tua angkatnya. Adik angkatnya sedang berulang tahun hari ini, ia sudah janji dari empat tahun yang lalu untuk hadir di pesta ulang tahunnya, tetapi ia selalu bertugas hingga ia absen selama empat kali berturut-turut. Ya, pekerjaan menjadi seorang polisi sangat menyita waktu. Belum lagi kasus kriminal meningkat pesat selama beberapa bulan ini. Membuat para personel polisi dibuat super sibuk dan hampir bekerja lanjut hingga malam. Krista melirik Amanda sekilas yang juga sedang menulis laporan miliknya setelah ia membuka seragam dan hanya mengenakan kaos hitam dengan rambut brown curly yang terikat ponytail. Amanda memang dekat dengannya walaupun mereka selalu masuk pada team yang berbeda dan sesekali mereka dalam team yang sama. Wanita single parent ini sepertinya sedang dalam kondisi mood yang buruk. Krista melirik catatannya. "Apakah terjadi sesuatu?" Amanda langsung menghentikan kegiatan menulis dan mengusap wajahnya. "Apakah terlalu terlihat?" Tanya Amanda tampak pasrah dan menumpukan kedua siku tangannya di atas pahanya. "Tidak juga. Hanya tidak biasanya kau jadi sependiam ini." Jawab Krista jujur. Jika ia bisa membaca pikiran seseorang, ia tidak akan repot bertanya hal demikian bukan? Ia merasa memang sahabatnya ini sedang dalam masalah yang cukup serius. "Well... Dia mengajakku untuk rujuk kembali," Krista terdiam. "Judy bersikeras menolaknya dan membuatku sakit kepala." "Apakah kau masih kurang percaya dengan Rafe?" Amanda menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku hanya belum sanggup membuka hati lagi, Kris..." Kali ini mereka berdua sama-sama terdiam. Krista tidak tahu bagaimana rasanya menjadi Amanda yang kisah hidupnya malang sekali. Ia mencintai mantan suaminya. Hidupnya sempurna sampai mantan suaminya itu selingkuh dan menyiksa putri kecilnya sampai mengalami trauma. Dan sekarang ia trauma untuk membuka hati kembali. Well, Krista memang berkali-kali patah hati juga, tetapi ia rasa itu semua tidak akan bisa dibandingkan dengan Amanda yang sudah berumah tangga. "Bagaimana kau dengan Ahmad? Apa ada perkembangan?" Krista mengangkat kepalanya dan menoleh ke samping, mendapati Amanda tersenyum jahil ke arahnya. "Ekhem! Errr aku dapat catatan kecil di lokerku, again," Amanda tertawa. "Kalian ini sudah dewasa, kenapa kalian berkomunikasi seperti anak sekolah? Menyedihkan." Krista tersenyum kecil. "Entahlah. Aku juga tidak tahu ini akan berlanjut sampai kapan." Amanda menepuk pundak Krista sedikit kuat. "Temui dia dan tanyakan hal yang pasti. Kalian sudah sama-sama dewasa dan tidak lagi muda, kau juga harus menikah dan berhenti mengejar maling. Kecilkan betismu dan berdirilah di dapur, tidak di lapangan dan berjemur, Kris," Krista tentu saja tertawa. Tutur kata Amanda seperti terdengar sedang menceramahi hidupnya. Padahal ia sudah katakan bahwa Krista tidak ingin cepat-cepat berkeluarga atau ia akan hidup tersiksa seperti Amanda. "Ya, ya, ya. Akan aku pikirkan itu nanti," Ucapnya dan kemudian berjalan menuju lokernya, bersiap untuk pulang. "Cih! Kau memang tidak pernah mendengarkan perkataanku," Amanda menutup buku laporannya dan berjalan ke arah lokernya juga. "Aku mendengarnya, okay?" "Ck!" Mereka berdua berjalan keluar dari ruang ganti setelah mereka meletakkan buku laporan di atas meja officer dan berpamitan dengan kawan yang lain. Secara tidak sengaja Krista melirik ke arah Ahmad yang baru saja selesai menyeduh kopi dari pantry. Ia juga secara tidak sengaja bertatapan dengan Krista sebelum akhirnya ia memutus kontak mata dan berlalu pergi ke ruang tongkrongannya. "Beda shift? Hahaha sebaiknya kau berikan salam perpisahan untuk liburmu selama dua hari atau lokermu akan penuh dengan kertas-kertas bodoh itu," Krista langsung menyikut pinggang Amanda. "Kau ingin aku hajar? Diam dan berjalan lurus ke depan," Ucapnya sedikit kesal dengan wajah yang sedikit bersemu merah. Krista pun pulang setelah seharian penuh mengurusi kejahatan dan berlarian kesana kemari mengejar pencuri. Ia kali ini duduk dengan tenang di dalam bus dan hampir tertidur karena kelelahan. Tetapi ia langsung tersadar ketika melihat ke samping dan mendapati seorang wanita hamil berdiri di sampingnya, ia sedang mencari tempat duduk kosong. Krista pun berdiri. "Duduklah," Wanita tersenyum cerah dan mengucapkan terima kasih. Krista berdiri dengan wajah ngantuk. Ia sudah menyiapkan kado untuk adik angkatnya dan bersiap dihujami pukulan keras darinya karena terlambat datang. Tiba-tiba Krista teringat dengan catatan dari Ahmad hari ini. Ia merogoh saku jaketnya dan membuka lipatan kertas itu. "Sekiranya cintamu itu benar, niscaya engkau akan mentaatinya. Karena orang yang mencintai, tentu akan mentaati orang yang dicintainya." Krista tersenyum. Ia bersumpah, dari mana ia menemukan kata-kata manis seperti ini? Ahmad seperti seorang pujangga dan orang-orang akan menertawakannya karena semua kata-kata ini. Pria itu memang tidak bisa ditebak. Ia hanya bersikap romantis dengan coretan tinta di atas kertas catatan berwarna kuning ini. Sedangkan ia tidak pernah bersinggungan secara fisik dengan Krista. Tidak, dengan semua wanita yang ia temui. Tidak pernah bersentuhan dengan wanita. Krista melipat kertas itu dengan hati-hati. Krista awalnya sempat berpikir Ahmad adalah pria dengan penyakit OCD yang parah karena hampir tidak bersentuhan dengan siapa pun. Tetapi ketika Krista mengamati, Ahmad hanya berinteraksi seperti manusia pada umumnya jika pada sesama laki-laki. Ia pernah berbicara sekali dua kali padanya, tapi hanya sebatas pekerjaan. Dan siapa yang menegur untuk yang pertama kali? Tentu saja Krista. Ia berakhir mengenaskan karena Ahmad tidak mau berbicara sepatah kata pun jika mereka bertatap muka. Krista sempat mengira Ahmad pemalu, tetapi ia tidak menemukan semu atau rona merah dan salah tingkah ketika mereka berhadapan. Mungkin memang ia sedang menjaga jarak dengan wanita. OCD? Ya, Krista menganggapnya demikian mulanya. Setelah sampai di halte bus, Krista turun dan berjalan sejauh lima ratus meter untuk menuju rumah orang tua angkatnya. Dan sesuai dengan tebakannya. Adiknya Jordan sudah tertidur dengan memeluk Xbox terbaru, hadiah dari ayahnya. Ia memeluk ayah dan ibu angkatnya ketika tiba di rumah. Duduk dengan segelas teh hangat dan mengobrol santai sampai larut malam. Sampai ketika ponselnya berdering, memecahkan suasana santai di ruang keluarga, Krista mengerutkan alisnya dan mengangkat telponnya. "Ya officer?" 'Hey Kris? Kendalikan dirimu, Ahmad tewas dalam tugasnya,'
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN